Mohon tunggu...
Widi Jatmiko
Widi Jatmiko Mohon Tunggu... -

gemar tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sensasi Perjalanan (Hampir) Setengah Putaran Provinsi Jawa Timur

2 Agustus 2017   07:14 Diperbarui: 2 Agustus 2017   08:38 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Randu menyisakan kapuk. (Dok. Pribadi)

"Ji, awas Ji, bahaya. Rellingnya goyang-goyang". Sambil memperagakan pegang relling itu.
"Ayo kita minggir saja" ajakanku.

Lalu kita minggir bersama kakak sepupu dan Di Sopir yang sudah duluan di pinggiran pantai. Cuaca saat itu cukup panas di saat jam sudah menunjukkan pukul 9.30 WIB. Aku berinisiasi dengan mengatakan "Kayaknya sekarang ini minum es kelapa muda segar ini"
Adikku, kakak sepupu, dan Si Sopir kompak menjawab "yuk!".
Kami memilih warung paling depan yang langsung berbatasan dengan garis pantai. Kamu duduk di sana sambil memesan es kelapa muda plus camilan sate kerang. Kami minum dan makan diselingi indahnya deburan ombak. Meskipun angin terasa kencang, rasa dingin tidak terasa. Karena saat itu sudah sinar mentari sangat terik.
Satu jam lamanya kami duduk di warung tersebut, aku mulai berinisiasi untuk menelpon orang tuaku yang hadir di ruang prosesi wisuda.
"Halo, Assamu'alaikum, Pak, wisudanya apa sudah selesai?" Tanyaku via ponsel.
"Iya...ini sudah hampir selesai" jawab oleh bapakku.
"Oh..iya..aku langsung ke sana ini". Timpalku.
Langsung aku mengatakan ke Si Sopir, "Mas, kayaknya wisudanya sebentar lagi selesai. Ayo kita segera ke kampus!" Ajakku.
"Ayo!" Jawab Si Sopir dengan penuh semangat.

Seketika itu kami berempat kembali ke mobil untuk menuju ke kampus adikku. Dalam perjalanan, aku meminta ke Si Sopir untuk berhenti ke salah satu minimarket untuk membeli peralatan mandi. Maklum, gara-gara berangkat kepagian, jadinya kelupaan bawa peralatan mandi. Setelah membeli peralatan mandi, aku mencari SPBU untuk layanan toilet/kamar mandi berbayar. Selesai mandi, langsung meluncur hanya sekitar 2,5 Km jarak antara SPBU dengan kampus adikku. Setidaknya membutuhkan waktu 10 menit untuk tiba di lokasi. Sempat menunggu 30 menit di depan kampus, orang tuaku aku telepon lagi,
"Halo, Assalamualaikum, Pak, sudah selesai wisudanya?"
"Sudah. Ini sudah di stand foto. Ada di bale bengong." Jawaban orang tuaku.
"Oh..iya. aku ke sana."

Akhirnya kami sekeluarga ketemu di lokasi yang kebetulan tepat di sekreriat Unit Kegiatan Mahasiswa untuk agama Hindu di kampus adikku ini. Aku sempat terheran juga, "Wah..pasti banyak mahasiswa dari Bali ini" prediksiku. Kebetulan saudaraku yang dari Sidoarjo ikut juga ke kampus. Ending-nya, kita saling bergantian foto.

Foto bersama adik dan keponakan. (Dok. Pribadi)
Foto bersama adik dan keponakan. (Dok. Pribadi)
Di saat jam sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB, itu artinya kami harus bersiap siap menuju Ponorogo. Untuk ziarah ke makam kakek buyut di sana. Sesuai dengan rencana, dari arah Surabaya menuju Ponorogo lewat jalur Mojokerto-Nganjuk-Madiun. Rute ini sesuai dengan rekomendasi jalan dari layanan peta online sehingga mempermudah perjalanan ini.

Pada dasarnya, kita belum pernah sama sekali berkunjung ke saudara di Ponorogo. Kami semua juga tidak kenal dengan keluarga yang ada di sana. Praktis, hanya dengan mengandalkan kisi-kisi dari kakekku yang sudah puluhan tahun berdomisili di Bali, berharap dapat bertemu dengan saudara tuanya. Maklum, jika diurut secara silsilah, aku termasuk generasi keempat. Balik lagi dalam perjalanan Surabaya-Ponorogo. Dalam perjalanan ini kami sekeluarga berhenti di kota Madiun untuk istirahat makan malam. Aku tidak tahu pasti nama daerahnya. Tetapi dengan membuka layanan peta online, dari titik koordinat tempat istirahatku dengan desa tujuan hanya 21 Km saja. Relatif dekat. Meskipun perasaan khawatir tetap ada. Karena waktu itu sudah malam hari, mencari orang/saudara di desa, rasanya kesulitannya semakin bertambah. Di antara belum pernah berkunjung, belum pernah kenal, dan untuk sekadar bertanya di orang sekitar saat jam sudah malam, rasa-rasanya rumah sudah tutup semua.

Ah, sudah lah. Nanti saja diurus. Yang pasti saat itu istirahat, makan malam di warung lesehan di Ponorogo dekat dengan taman kota, pesan ayam lalapan, minum air mineral, selesai. Nanti saja dipikirkan untuk perjalanan menuju desa tempat saudaraku berada. Andai tidak ketemu pun, kita terpaksa menginap di penginapan seadanya, dan yang pasti bisa berziarah ke makam kakek buyut. Karena di makam pasti ada juru kuncinya. Itu solusi sederhananya..

Mungkin prediksiku mendekati kebenaran, di saat sudah makan malam, langsung kami sekeluarga tancap gas menuju Desa Grogol di Ponorogo. Sesaat memasuki jalan masuk desa, mobil kita berhenti di depan pemilik toko dekat sekolah. Aku dan bapakku mencoba untuk menggali info dengan bertanya,
"dimana kah rumahnya Mbah M, rumahnya dekat dengan sekolah dasar, sekitar 250 meter ke arah barat dekat lapangan. Apakah kenal?
Sang Pemilik toko mengatakan "o..salah pak. Ini belum masuk Desa Grogol. Ini Desa Sambit. Ke sana terus masuk sekitar 500 meter. Coba tanya orang di sekitar sana. Siapa tahu ada yang kenal."
Bapakku bilang, "Baik pak, Bu, terima kasih. Kalau gitu saya ke sana."

Kita kembali masuk ke mobil untuk melanjutkan perjalanan relatif dekat ini dengan kondisi jalan sepi dan banyak rumah warga yang tutup. Di perjalanan yang pendek ini, kami melintas di depan orang pengajian, langsung saja aku men-stop mobil ini. "Stop..stop..coba aku tanya ke orang yang ikut pengajian ini. Siapa tahu ada yang kenal." Kemudian amu mendekati kedua orang yang menjaga pengajian tersebut dengan menggunakan Bahasa Jawa. Tapi cukup aku terjemahkan saja dalam Bahasa Indonesia, "Permisi, mau tanya Pak. Rumahnya Mbah M dimana ya? Rumahnya dekat dengan lapangan?"
Lalu si penjaga pengajian bertanya, "Kamu siapanya Mbah M. Apa punya saudara di Surabaya? Kamu siapanya Mbah T.?"
Aku jawab dengan tegas, "saya saudaranya. Saya cucunya. Dari Bali."
Oleh si penjaga pengajian, "O..mari saya antar. Saya tahu rumahnya. Rumahnya depan rumahku kok. Sebelah baratnya."

Tak dinyana, kami dapat bertemu dengan keluarga yang sebenarnya masih satu garis lurus dari keturunan ibuku dengan generasi yang berbeda. Dari generasi pertama dapat bertemu dengan generasi kedua, ketiga, dan generasiku, yakni generasi keempat. Sambil saling bertanya dan bercerita, aku merasa ngantuk berat, dan aku tidak tahu kisah selanjutnya. Aku tidur saja di samping keluarga besar yang masih bercerita tentang keluarga dan keluh kesah yang sesama saudara tetapi tidak pernah bertemu.

Pagi harinya, tanggal 23 Juli 2017, sebelum ke makam untuk ziarah, kami sarapan bersama. Selesai makan, langsung menuju makam kakek buyutku. Dengan ditemani Mbah M. sebagai pemberi petunjuk lokasi makam, kami berangkat bersama dengan mengendarai mobil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun