Berbicara tentang persepakbolaan, referensi tentu ke wilayah benua Eropa. Benua Eropa terkenal akan kompetisi sepakbolanya dan sangat populer dan kompetitif di seluruh dunia. Sebagai perbandingan antara kompetisi di sana dengan Liga Indonesia, ini kita mulai dengan contoh pertama, terkait Jarak.
Klub Sevilla (Spanyol) andai bermain di kota Moscow untuk pertandingan Liga Champions. Melawan klub di kota tersebut, Spartak Moscow. Jarak tempuhnya kira kira 3.800 Km. Atau dengan contoh lain, klub Galatasaray yang bermarkas di Istanbul (Turki) bertandang ke London melawan Chelsea di kota London (Inggris). Artinya, klub Galatasaray  menempuh perjalanan sekitar 3.000 Km.
Coba bandingkan dengan klub Persiraja Banda Aceh bermain di Kota Jayapura, melawan Persipura. Setidaknya menempuh perjalanan sejauh 5.200 Km. Bandingkan juga dengan jarak tempuh untuk wilayah menengah, Persma Manado yang harus melakukan laga away ke Jakarta, melawan Persija, dengan jarak kira kira 2.000 Km.
Bayangkan!
Klub Liga Indonesia begitu jauhnya jarak tempuh yang dilalui untuk mengikuti kompetisi atau liga. Padahal itu masih dalam satu negara. Sedangkan Liga Champions Eropa, mencakup seluruh benua Eropa!
Andai dibandingkan dengan liga-liga mayor di Eropa, seperti Liga Spanyol, jarak antar kota hanya ratusan kilometer saja. Paling paling yang jauh hanya laga away ke pulau Las Palmas. Semakin ringan saja urusan kompetisi di sana.
Jadi, wajar saja kalau Liga Indonesia kurang kompetitif. Karena terbentur jarak. Karena jarak sangat mempengaruhi terhadap biaya operasional klub. Dapat dipastikan semakin jauh jarak pertandingan away, biaya semakin tinggi.
Kemudian yang kedua, Pendapatan. Sangat berbeda nyata pendapatan klub di liga liga Eropa dengan Liga Indonesia. Penghasilan dari transfer pemain, sponsor, tiket penonton di stadion, dan lain sebagainya, Â sumber penghasilan tetap yang akan selalu menguntungkan pihak klub. Berbeda dengan Klub di liga kita, pendapatan klub dari sumber manapun belum bisa untuk dapat mendapatkan keuntungan hingga hingga neraca keuangan meningkat. Paling sering minus. Defisit.
Untuk itulah, klub di liga-liga Eropa, tak 'seberat' klub di Liga Indonesia. Begitu berat tantangannya, yaitu terkait Jarak dan Pendapatan!
Mungkin agak sedikit lucu juga, kalau Liga Indonesia sulit untuk menerapkan kebijakan Kompetisi Penuh. Karena terbentur jarak itu tadi. Juga pendapatan tentunya. Antara desifit dan profit. Tidak seperti  di Liga Spanyol atau Liga Italia yang sanggup melakukan kebijakan seperti yang sudah ada, Kompetisi Penuh, dari total 20 klub, dilalui selama 38 pekan, klub dengan poin tertinggi didaulat sebagai juara. Sedangkan liga kita, (biasanya) poin tertinggi nomor 1 dan 2 masuk semifinal untuk wilayah timur dan barat. Untui mencari klub sebagai juara liga. Artinya, kompetisi rasa turnamen. Seperti Liga Champions jadinya. Hehehe..
Eh, denger-denger, kayaknya sekarang  sudah tidak ada lagi wilayah barat dan timur. Yang ada itu wilayah barat, tengah, dan timur. Jadi tiga kayaknya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H