Mohon tunggu...
Widoko
Widoko Mohon Tunggu... Guru - Menyukai semua hal yang inspiratif

Pernah menimba ilmu di Yangzhou University, China

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dag Dig Dug Gaji Dibayar Per Jam? Upah Guru Tidak Tetap Jauh Lebih Mengerikan

16 Oktober 2020   12:02 Diperbarui: 20 Oktober 2020   12:14 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah masa pandemi Corona, Indonesia dihebohkan dengan masalah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. UU yang disahkan DPR RI tanggal 5 Oktober 2020 tersebut banyak mendapat tentangan dari beberapa kalangan dan kaum buruh karena dianggap tidak berpihak kepada para pekerja.

Salah satu yang menjadi sorotan dari UU Cipta Kerja ini adalah adanya isu buruh akan diupah per jam. Dalam UU Cipta Kerja memang tidak disebutkan upah akan dibayarkan per jam. 

Tetapi ada penambahan Pasal 88 B pada UU Ketanaga Kerjaan. Ayat 1 Pasal 88 B menyebutkan bahwa upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil.

Adanya pasal baru ini menyebabkan beberapa pihak khawatir karena berpotensi untuk menjadi dasar upah per jam. Jika upah per jam ditetapkan dikhawatirkan akan menghilangkan upah minimum yang selama ini telah ditetapkan. Juga berpotensi menghilangkan jaminan sosial bagi pekerja.

Jika banyak pihak mengkhawatirkan akan adanya upah per jam, keadaan guru tidak tetap (GTT) di daerah-daerah lebih mengenaskan dari pada upah per jam itu. Para GTT pada sekolah setingkat SMA diupah bukan per jam, tapi per jam per minggu. Bagaimana itu maksudnya?

Dulu pada sekitar tahun 2006, penulis pernah berbincang dengan seorang wakil kepala sekolah setingkat SMA. Pada saat itu seingat penulis GTT dibayar per jam Rp 8.000 rupiah.

Awalnya penulis mengira per jam 8.000 rupiah itu dikalikan jam riil guru. Misalnya jika guru dalam seminggu mengajar 24 jam pelajaran, karena dalam satu bulan ada empat minggu maka guru dalam satu bulan akan mengajar sebanyak 24 (jam per minggu) kali 4 (banyak minggu dalam satu bulan) sama dengan 96 jam dalam satu bulan. Sehingga penulis mengira gajinya 96 kali 8.000 sama dengan 768.000 rupiah.

Tapi dugaan penulis ternyata salah besar. Gaji GTT ternyata dibayar berdasar jam per minggu, bukan jam riil. Jadi jika dalam satu minggu seorang GTT mengajar 24 jam pelajaran per minggu, berarti ia dibayar 24 kali 8.000. Jadi dalam satu bulan ia akan mendapat gaji Rp 192.000. Betapa mengenaskan.

Memang perhitungan jam pelajaran berbeda dengan jam umum yang biasa kita pakai sehari-hari. Satu jam pelajaran adalah 45 menit. 

Jika mengar 24 jam dalam satu minggu, jika dikonversi ke dalam jam umum menjadi 18 jam. Maka dalam satu bulan menjadi 72 jam. Bekerja 72 jam riil berbayar 192.000 betapa mirisnya.

Gaji 192.000 per bulan tersebut adalah gaji bruto. Tidak ada uang transport, uang makan, uang jaminan sosial dan sebagainya. 

Jadi misalnya GTT dengan gaji 192.000 adalah seorang kepala keluarga, maka uang tersebut harus dibagi dalam satu bulan untuk menghidupi anak istri dan kebutuhannya dalam satu bulan. Bisa dibayangkan bagaimana bisa?

Sekarang pada tahun 2020 pada sekolah yang sama, gaji GTT per jam adalah 30.000 rupiah dan 35.000 rupiah. 30.000 rupiah untuk GTT yang dianggap baru dan 35.000 untuk GTT yang lama.

Pada sekolah tersebut saat ini penulis tahu ada seorang GTT baru yang mengajar 24 jam. Maka gajinya adalah 24 kali 30.000 sama dengan 720.000 rupiah per bulan.

GTT tersebut mempunyai satu anak dan satu istri. Pada tahun 2020 ini mendapat gaji 720.000 per bulan untuk menghidupi satu anak dan satu istri, bagaimana bisa dilakukan?

Untuk mencukupi kebutuhannya ternyata GTT tersebut masih mengerjakan pekerjaan lain di rumah, yakni membuka bengkel. Sehingga dengan gaji yang cukup minim tersebut kebutuhan hidup masih bisa dicukup-cukupkan.

Memang saat ini untuk kondisi GTT yang terhitung lama di sekolahan tersebut bisa mendapat gaji lebih tinggi. Selain gaji dari sekolah, ada honor dari provinsi sebesar 900.000 per bulan. 

Dan bagi yang sudah sertifikasi ada tunjangan 1.500.000 per bulan. Sehingga GTT lama yang sudah diakui provinsi dengan mengajar 24 jam bisa mendapatkan gaji 3.240.000.

Jumlah yang cukup lumayan dibanding GTT baru. Tetapi yang perlu diingat, honor dari provinsi tidak bisa dipastikan cairnya kapan, dan sertifikasi bisa tersendat. Sejak sekitar 2 atau 3 tahun ini, sertifikasi GTT Provinsi baru cair pada tahun ini.

Tetapi kebijakan berkaitan dengan honor provinsi dan sertifikasi bermacam-macam pada sekolah-sekolah yang lain. Ada sekolah yang menerapkan jika sudah mendapatkan honor provinsi dan sertifikasi maka tidak ada honor sekolah. Jadi gajinya bisa lebih kecil dari yang disebutkan di atas.

Apa yang penulis ceritakan di atas adalah GTT di sekolah setingkat SMA. Untuk GTT di sekolah dasar (SD) bisa jauh lebih kecil. Pada tahun 2020 ini misalnya, ada GTT SD yang hanya dibayar sekitar 300.000 per bulan. Betapa mengenaskan.

Akhirnya yang menjadi pertanyaan, mengapa GTT dengan gaji yang sangat minim tersebut terus bertahan?

Mungkin karena ingin mengaktualisasikan diri. Mungkin juga tidak adanya pekerjaan lain. Mungkin juga berharap suatu saat ada perubahan peraturan sehingga GTT bisa diangkat menjadi pegawai tetap atau PNS. Kapan hal itu akan terjadi?

Entah...I

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun