Mohon tunggu...
Widodo Saptyanto
Widodo Saptyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Bookworm, introvert, freedom

Selanjutnya

Tutup

Financial

QRIS Cross Border: Agar ASEAN Tetap Relevan

5 November 2023   21:42 Diperbarui: 6 November 2023   19:33 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Johor Bahru, Malaysia masih terasa seperti negeri sendiri bagi Sunu (51). Rombongan orang yang turun dari bus pabrik dan  beberapa pejalan kaki berseragam pabrik yang berpapasan dengannya disapanya dengan bahasa jawa ngapak, seolah Sunu  sudah yakin kalau orang yang disapanya pasti berasal dari Jawa Tengah kulonan; Banyumas, Kebumen, Purbalingga atau Banjarnegara. Ternyata benar, meski tidak seratus persen. Beberapa berasal dari Jawa Tengah wetanan seperti Magelang, Yogyakarta, Purworejo dan Jawa Timuran. Namun sudah pasti paham dengan ucapan Sunu meski beda aksen. Tahun 2001 sampai 2004, Sunu adalah salah satu buruh migran di kota ini.

"Ajeg, esih kaya neng negarane dhewek ( masih sama, seperti di negara  sendiri)," ucap Sunu dengan aksen ngapaknya kepada Haryanto (27), keponakannya yang ditemuinya di sebuah kedai runcit (minimarket semacam Alfamart/Indomart) di Jalan Bayu Puteri di pinggiran kota Johor Bahru, Mei 2023 lalu. .  Haryanto bekerja di kawasan  industri Pasir Gudang, Johor Bahru, kawasan industri yang sama dengan Sunu bekerja duapuluh tiga tahun lalu. Bahkan kilang (pabrik) tempat Haryanto bekerja hanya berjarak sekira 200 meter dari CAM Precision Component Sdn.Bhd., tempat Sunu pernah bekerja dulu.  Setelah hampir duapuluh tahun, Sunu kembali lagi ke Johor Bahru. Bukan sebagai buruh migran tapi sebagai turis. Sunu sedang mengantarkan kakak iparnya yang sakit untuk berobat di salah satu rumah sakit di Johor Bahru

" Kilang e esih eneng lik (pabriknya masih berdiri,paman)," kata Haryanto, bercerita tentang kilang tempat kerja Sunu dulu di Pasir Gudang yang sampai sekarang masih beroperasi. Kini, vibes Indonesia semakin terasa kuat saat Sunu harus membayar camilan, kopi, dan beberapa keperluan lain yang dibelinya di kedai runcit. Pria yang sekarang punya toko gerabah di Pasar Prembun, Kebumen ini tidak perlu mengeluarkan uang tunai dari dompetnya dan hanya perlu menggunakan QRIS (Quick R Code Indonesian Standard) di M-banking BCA-nya yang otomatis akan men-debit saldonya. Sebuah cara yang sangat sederhana dan mudah bahkan bagi orang gaptek seperti Sunu.  Dengan QRIS Cross Border, Sunu juga tidak perlu mengkonversi dahulu uang rupiahnya ke Ringgit. Praktis dan tidak perlu merubah setting-an M-banking-nya. Bahkan tidak perlu mengganti kartu selularnya. Sudah hampir seminggu Sunu di Johor Bahru uang tunai  RM50 didalam dompetnya belum sekalipun digunakan.

Merasa di negeri sendiri juga dirasakan Hairul Nizam (43) saat melancong ke Jogja Juli 2023 lalu. Bukan karena pernah lama tinggal di Indonesia, tapi karena Hairul punya banyak kenalan orang Indenesia. Ini kali kedua Hairul mengunjungi Jogja.  Kawan-kawannya adalah pekerja migran asal Jawa Tengah. Mereka menjalin persahabatan bahkan sampai para pekerja migran itu habis kontrak dan pulang kampung. Sebagai supervisor Quality Control produksi di sebuah kilang (pabrik) perakitan komponen elektronik di Johor Bahru, Malaysia, separuh lebih anak buahnya adalah orang Indonesia ber-KTP Kebumen, Bantul, Sleman dan Wonogiri. Kesan "negeri sendiri" semakin kuat saat menggunakan QRIS untuk bertransaksi di Mie Gacoan Jalan Affandi, Gejayan. Sama seperti Sunu, uang kertas Rupiah didompetnya belum digunakan.

Mengakhiri Basa-Basi 

QRIS, sebuah sistem pembayaran yang telah memberikan "nuansa rumah sendiri" bagi Sunu dan Hairul  adalah hasil inisiatif Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia, yang awalnya adalah upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Proyek ini lantas dibawa ke panggung ASEAN saat Indonesia dipercaya menjadi Ketua ASEAN 2023. Pada Mei 2022, Bank Sentral dari empat negara ASEAN, yaitu Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT), sudah sepakat bekerjasama dalam mewujudkan dan mendukung pembayaran yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif. Salah satu perwujudannya adalah dengan mengimplementasikan QRIS antarnegara ASEAN. Di dalam negeri sendiri, per 17 Agustus 2019, Bank Indonesia telah mengimplementasikan Quick Responds (QR) Code Indonesia Standard ( QRIS) yang berstandar Internasional  dan mewajibkan setiap Penyedia Jasa Sistem Pembayaran ( PJSP) berbasis QR wajib menggunakan QRIS. Data Bank Indonesia menunjukkan penggunaan QRIS di tanah air terus tumbuh dari tahun ke tahun. Pada akhir 2022 telah ada sebanyak 28,75 juta pengguna QRIS. Padahal pada 2021 angkanya baru sekitar 13 juta pengguna. Sedangkan jumlah merchant pada akhir 2022 tercatat sebanyak 22,7 juta merchant. Bukan cuma integrasi sistem pembayaran regional melalui penggunaan QRIS,  dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/3/ 2023), disepakati kerja sama transaksi pembayaran lintas batas dengan menggunakan mata uang lokal atau LCT(Local Currency Transaction). Penggunaan Dollar akan dihapus dalam skema transaksi ini. Itulah kenapa Sunu dan Hairul tidak perlu mengkonversi mata uang di dalam saldonya ke mata uang tujuan saat bertransaksi. Sistem QRIS yang melakukannya.

JIka proyek ini terus berlanjut dan negara-negara peserta konsisten, makna kehadiran organisasi bernama ASEAN akan bisa dirasakan oleh 663,9 juta penduduk ASEAN. Indonesia akan punya andil besar. Selama ini, bagi penduduk Asia Tenggara sendiri,  ASEAN dianggap kurang relevan. Survei The State of Southeast Asia 2023, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi ASEAN pada ISEAS-Yusof Ishak Institute mengungkapkan sebanyak 82,6% responden memandang  ASEAN lamban, kurang efektif, dan tidak relevan lagi dalam mengikuti perkembangan dunia. Sedangkan 46,6% menilai ASEAN terlalu elitis dan menjauh dari kepentingan khalayak.  Sebanyak 60,7% responden juga menganggap ASEAN berpotensi bubar. Sebagai Ketua ASEAN 2023 Indonesia punya beban untuk merubah hasil survei tadi ke arah yang lebih posistif di masa depan. Dengan mengusung tema "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" Indonesia sedang menunjukkan bahwa ASEAN seharusnya berorientasi dan punya prioritas kebijakan pada ekonomi. Kebetulan,  survei The State of Southeast Asia 2023 juga mengungkapkan jika mayoritas penduduk ASEAN memberi perhatian terbesar pada masalah perekonomian. Intinya, sebagai ketua Indonesia sedang menghembuskan pesan kuat ; hentikan diplomasi basa-basi,  pertemuan-pertemuan rutin tidak penting dan mulailah memikirkan ekonomi. Dan QRIS adalah langkah awal untuk mewujudkannya. QRIS, sebagai sebuah metode pembayaran, akan bersentuhan langsung dengan aktivitas penduduk ASEAN sehari-hari. Digitalisasi juga semakin tak terpisahkan dari keseharian setiap orang di kawasan ini.

Saatnya Lebih Ramah dengan Tetangga Sendiri

Perdagangan intra-ASEAN (diantara anggota ASEAN) masih stagnan. Negara-negara anggota ASEAN justru lebih banyak memprioritaskan kerja sama dan kesepakatan perdagangan bebas dengan negara atau kelompok-kelompok negara di luar ASEAN. Meski sudah meneken perjanjian perdagangan bebas, dan ongkos transport yang relatif murah, transaksi antar negara-negara anggota ASEAN masih sangat minim. Dalam produk pangan, misalnya, perdagangan intra-ASEAN hanya sekitar seperlima dari ekspor impor bahan makanan dari dan ke kawasan ini. Data UN-Comtrade mencatat, selama 2017 -- 2022 ASEAN mengekspor produk makanan senilai US$974,4 milyar. Dari jumlah ini, hanya US$217 milyar yang dikirim menuju negara-negara anggota ASEAN. Sebaliknya, ASEAN harus mengimpor US$406 milyar pangan dari luar kawasan. Hal seperti ini harus dikurangi bahkan kalau  bisa dihentikan. Sudah saatnya kita bersikap lebih ramah dengan tetangga sendiri yang jarak rumahnya hanya "sepelemparan batu" dari rumah kita. Negara-negara ASEAN harus mau membuka pintu rumah bagi tetangga dekat dan mulai menjalin "silaturahmi". Mungkin ASEAN tidak akan bisa menjadi Uni Eropa dimana masing-masing negara anggotanya punya kemistri kuat sampai rela menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada otoritas Uni Eropa, namun paling tidak ASEAN bisa mulai menciptakan kemistri seperti Uni Eropa. Tidak perlu menyerahkan sebagian kedaulatanya, cukup memulai sebuah kesadaran baru untuk berbagi dan saling membuka diri. Ironis, bahkan tragis, jika Indonesia mengekspor karet ke China dengan harga US$1.23 per kg sementara tetangga kita, misalkan Thailand, sedang butuh karet dan rela membayar US$ 1.4 per kg. Jika negara ASEAN mau membuka diri, hal seperti itu tidak akan terjadi. Lantas, dalam hal ini dimana peran QRIS? Mengingat integrasi ekonomi ASEAN yang masih berjalan lambat, diperlukan peningkatan perdagangan antar negara ASEAN pada level akar rumput. QRIS, sebagai sebuah sistem pembayaran, mampu menghilangkan sekat-sekat perdagangan antar negara. Kerumitan saat bertransaksi akan dihilangkan, pembeli dan penjual tidak akan lagi sibuk memikirkan birokrasi pembayaran. Seperti transaksi yang dilakukan Sunu dan Hairul, QRIS memberikan kemudahan dan kesederhanaan. Inilah yang sebenarnya dibutuhkan para pegiat perekonomian, bukan hanya di ASEAN tapi di seluruh dunia.

QRISnya satu, menangnya banyak!

participant of BI Digital Content Competition 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun