Mohon tunggu...
widodo adi
widodo adi Mohon Tunggu... Guru - guru

hari ini harus lebih baik dari hari kemarin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Masa Sebagai Simbol Rekayasa Sosial

14 Desember 2022   22:46 Diperbarui: 14 Desember 2022   22:50 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


           Dalam era modern, yang bahkan dewasa ini masyarakat sudah memasuki era post-modern awal, perkembangan teknologi dalam aspek bidang media sosial atau media massa memasuki era keemasannya. Media massa dalam sistem sosial menjadi satu komponen yang tak dapat dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi historis, masyarakat modern mengembangkan sistem produksi atau dalam arti praktis kita menyebutnya dengan istilah industrialsisasi. Perkembangan industri dikuasi dan diprakrasai oleh kaum pemilik modal, yang mana Marx menyebutnya dengan kaum kapitalis. Industri menghasilkan suatu komoditas tertentu, yang dalam distribusinya, industri menggunakan berbagai media, salah satunya adalah media massa. Baik media cetak maupun media elektronik. Melalui media massa, barang hasil produksi diperkenalkan kepada khalayak dengan penyajian yang dikemas sedemikian rupa agar dapat menarik minat pembeli dalam mengkonsumsi hasil produksi tersebut.
              Media massa berperan sebagai fasilitator utama dalam membentuk pola konsumtif dalam masyarakat. Karena media massa mempunyai otoritas untuk mengkonstruksi hasil produksi dengan cara mendesain  sebuah produk semenarik mungkin. Media massa, sebenarnya dapat dianalogikan sebagai dua mata pisau yang tajam. Media massa disatu sisi dapat dijadikan sebagai alat untuk merepresentasikan suatu hal sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya (realistis), namun disisi lain, media massa juga dapat memanipulasi suatu hal yang secara tidak langsung hal tersebut tidak lagi menjadi representasi dari suatu hal yang dimaksudkan tadi. Tindakan memanipulasi tersebut pada akhirnya akan menciptakan suatu simbol tersendiri yang berimbas pada rekonstruksi terhadap suatu hal yang dalam jangka panjang akan disepakati secara kolektif dalam masyarakat. Maksudnya adalah ketika kapitalis berusaha menjual hasil produksinya kepada masyarakat menggunakan media massa, mereka akan mengemas iklan dengan berbagai cara supaya barang yang diperiklankan menarik. Dalam pembentukan iklan tersebut, tak jarang media menggunakan model manipulasi, dimana barang hasil produksi tersebut dikonstruksikan dengan keadaan yang mendekati sempurna, dan bahkan sangat sempurna. Dengan cara inilah media berperan sangat dominan dalam mengkonstruksikan pola pikir masyarakat terhadap barang yang diperiklankan. Media massa mampu menciptakan suatu simbol yang semula hal yang abstrak menjadi suatu hal yang dalam ruang lingkup sosial meupakan suatu hal yang bersifat riil atau nyata.
        Sejalan dengan perkembangan zaman, pola konsumsi dalam masyarakat pun semakin berkembang. Pada dasarnya memang pola-pola semacam ini menjadi hal yang wajar, seiring dengan pesatnya dunia massa dan segala yang ditampilkannya. Yang menjadi masalah berikutnya adalah dimana media massa membentuk atau mengkonstruksikan pola pikir masyarakat terhadap suatu produk. Masyarakat seolah dipaksa menyepakati suatu bentuk simbol-simbol tertentu pada suatu barang atau hal yang dibentuk oleh media massa. Contoh kecilnya mengenai definisi kecantikan. Media massa mengkonstruksikan cantik dengan wanita berambut panjang, tinggi semampai, bertubuh langsing dan berkulit putih. Secara implisit, media massa mencoba menyampaikan bahwa "jika kamu memakai produk ini, maka kamu akan sama seperti dia, bahkan lebih". Namun yang terjadi adalah, masyarakat mengkonstruksikan hal tersebut sebagai standar kecantikan. Bayangkan saja ketika dua wanita disandingkan, satu dengan badan pendek, kulit sawo matang, rambut pendek, dengan wanita yang memiliki tubuh yang tinggi, berkulit putih, dan bermata sipit layaknya orang asia. Kemudia kita minta beberapa orang laki-laki untuk mengidentifikasi wanita tersebut berdasarkan kriteria kecantikan yang ada pada diri mereka masing-masing. Kecenderungan pasti akan lebih pada wnita kedua dengan kulit putih dan mata sipit. Hal ini bukan karena semata-mata memang mereka secara fisik lebih diunggulkan, tapi kembali lagi pada peran media massa tadi, yang membentuk pola pikir masyarakat mengenai simbol kecentikan tadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun