Sampai kapan perilaku tersebut akan terus berlangsung? Sampai ada kesadaran bahwa perilaku "kampungan" semacam itu tak hanya merugikan orang lain, tetapi juga mempermalukan bangsa Indonesia--mereka yang tidak ikut-ikutan berperilaku negatif pun bisa terkena imbasnya. Jangankan perilaku yang merusak, kita mungkin masih ingat informasi soal bangku tribun di Stadion Jatidiri, Semarang yang disusun dengan jarak sangat mepet dan menyusahkan siapapun yang duduk di situ, sudah cukup membuat malu bangsa kita, sekalipun kita bersyukur akhirnya penyusunan bangku yang terbilang aneh tersebut sudah diperbaiki.Â
Saya tak bermaksud menunjuk salah satu kubu suporter, hanya "kebetulan" kasus yang terakhir melibatkan oknum pendukung dari Persija Jakarta. Namun, sejatinya saya ingin mengajak para suporter dari semua klub di Indonesia untuk merenung. Yuk, belajar bersikap dewasa! Kalau ingin menonton dari dalam stadion, ya bayarlah sesuai harga tiket yang berlaku. Kalau tak punya uang dan ngebet  ingin menonton, pinjam uang saudara atau tetangga dulu, tapi jangan lupa dibayar. Kemudian, kalau sudah menonton, ya menonton sajalah dengan tertib. Tak usah pakai merusak fasilitas umum, apalagi dengan dalih kecewa karena tim yang sampeyan  dukung kebetulan kalah. Terimalah logika waras bahwa dalam pertandingan, soal menang-kalah adalah hal yang biasa terjadi-bermain games sepak bola di PlayStation saja bisa kalah!Â
Mari sama-sama kita jaga martabat bangsa, dengan belajar tertib, menaati peraturan, dan jauhkan perilaku anarkis dan merugikan orang lain, supaya generasi penerus kita tidak melihat, lalu menirunya dengan lebih agresif dan ganas. Hal yang tentunya tak ingin kita saksikan bersama, karena akan sangat mencoreng citra negeri ini di dunia internasional.Â
Sekali lagi ... para suporter, bersikaplah dewasa!
Jangan lagi kampungan!
Buatlah negara ini bangga dengan hal-hal positif!
Saya yakin kita bisa!
Bravo sepak bola Indonesia!