Indonesia merupakan negara yang diberi anugerah berupa keragaman seni dan budaya, termasuk di dalamnya seni dan budaya yang berasal dari etnis Tionghoa. Oleh karena itu, pembelajaran akan seni dan budaya dari etnis Tionghoa juga perlu untuk diperkenalkan sedini mungkin, dengan cara-cara yang kreatif, seperti yang dilakukan oleh Sekolah Krista Gracia berupa pentas seni yang dihelat pada Jumat dan Sabtu, 9 dan 10 Februari 2018 lalu.Â
Bertempat di SD Kristen 3 Klaten, acara pentas seni menampilkan Ketoprak Bahasa Indonesia dengan lakon "Huan Le Hoa" sebagai puncak acaranya, yang dipentaskan sebanyak dua kali, selama dua hari tersebut.Â
Sekolah Krista Gracia sendiri merupakan gabungan dari 4 unit pendidikan yang ada di dalamnya, yakni Kelompok Bermain (KB) Krista Ceria, Taman Kanak-kanak (TK) Kridawita, SD Kristen 3, dan SMP Kristen 1. Digelarnya pentas seni berupa ketoprak anak juga menjadi bukti komitmen dan kesungguhan untuk melestarikan seni dan budaya, sebagai bagian dari visi yang diusung oleh Sekolah Krista Gracia.
Terkhusus untuk tahun ajaran 2017-2018 ini, seperti disampaikan oleh Edy Sulistyanto kepada KR Jogja pada Kamis (8/2/2018), lakon Huan Le Hoa sengaja dipilih untuk mengenalkan budaya keragaman bangsa Indonesia kepada para siswa—tak hanya bagi mereka yang terlibat langsung dalam pentas seni tersebut.
Edy Sulistyanto juga berharap agar melalui pentas ketoprak "Huan Le Hoa" ini, para siswa juga mendapatkan wawasan budaya yang lebih luas, sehingga bisa menghargai budaya lain, tak hanya budaya tradisional Jawa yang diyakini sudah melekat dalam diri mereka, juga selama ini sudah ditekankan melalui berbagai kegiatan yang ada di Sekolah Krista Gracia.
Ketoprak dengan lakon "Huan Le Hoa—The Wonder Woman" sendiri ditampilkan secara live bertempat di aula SD Kristen 3 Klaten, yang beralamat di Jalan Seruni Nomor 08, Klaten, Jawa Tengah. Disaksikan lebih dari 1.300 orang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, ketoprak "Huan Le Hoa" ditampilkan dengan lighting,dekorasi panggung, dan tampilan kostum para pemeran yang patut diacungi jempol.Â
Acara ini juga diwarnai beberapa tampilan berkaitan dengan kesenian etnis Tionghoa, antara lain permainan biola mengalunkan lagu Mandarin, gebukan Chinese Drum yang dimainkan pada siswa SMP Kristen 1 Klaten, juga tak ketinggalan Barongsai yang dimainkan dengan piawai dan beberapa kali mendapat applause dari penonton yang menyaksikan ketoprak tersebut.
Tokoh Huan Le Hoa sendiri diadaptasi dari legenda Tiongkok pada masa lalu, yang digambarkan sebagai sosok wanita yang sakti (ibarat "Wonder Woman" dari zaman old), keturunan Raja Hoan How dan Permaisuri Kim Hoa, dari negeri Han Shiang.
Semasa bayi, Huan Le Hoa diambil oleh Dewi Kwan Im, lalu dibawa ke kayangan untuk dididik dan diperlengkapi menjadi wanita yang sakti dan jago berperang. Dewi Kwan Im mempersiapkan Huan Le Hoa untuk membantu Jenderal Sie Djin Koei, dalam upaya untuk mempersatukan negeri, sekaligus menetapkan Huan Le Hoa sebagai jodoh dari Sie Teng San, putra dari Jenderal Sie Djin Koei.Â
Namun, usai menunjukkan kesaktiannya, juga kalung yang dipakainya sewaktu masih bayi, orangtua Huan Le Hoa pun percaya.
Sie Teng San yang angkuh akhirnya mau mengakui kekalahannya dan disembuhkan oleh Huan Le Hoa. Mereka kemudian terlibat konflik karena Sie Teng San bahwa Huan Le Hoa membunuh ayahnya, bahkan menganggapnya sebagai anak durhaka, demi mendapatkan keinginannya.
Ia pun hampir mati seandainya Huan Le Hoa tak dapat bersama pasukannya untuk menyelamatkan dirinya, sekaligus mengalahkan Raja Shauw Po Tong. Kisah pun berakhir bahagia ketika Sie Teng San menyadari bahwa Huan Le Hoa telah berjasa menyelamatkan dirinya dari lautan api, lalu dengan bulat hati menerima Huan Le Hoa sebagai jodohnya.
Secara pribadi, saya (yang kebetulan duduk paling depan) merasa takjub dengan pementasan ini, terutama dari sisi dekorasi, tata letak panggung, lighting, dan terutama kostum para pemain yang dibuat dengan begitu detil, sehingga dapat menggambarkan suasana yang terjadi pada zaman dimana Huan Le Hoa beraksi pada masa lalu. Pergantian adegan dengan dekorasi dan latar belakang yang berubah-ubah, dilakukan dengan sangat cepat dengan peralatan canggih, mekanik membuat tak ada orang lalu-lalang selama ketoprak berlangsung untuk menyiapkan properti panggung.Â
Berikut bisa dilihat tiga hasil potretan terkait properti, kostum, dan lighting selama ketoprak "Huan Le Hoa" berlangsung:
Terus terang, saya yang sudah gede ini, melihat ketoprak yang seperti itu, ditambah cerita apa yang terjadi "di belakang layar" dari istri saya (salah satu guru di SD Kristen 3 Klaten), membuat saya ingin terlibat dalam pementasan semacam itu, tentunya kalau diizinkan. Hahaha!
Pokoknya keren banget!Â
Tak sabar untuk menunggu pentas seni berikutnya!
Jempol dua buat Sekolah Krista Gracia!
Teruslah menjadi sekolah yang menginspirasi dan menjadi yang terdepan dalam pengembangan seni dan budaya!
God Bless You!