Sie Teng San yang angkuh akhirnya mau mengakui kekalahannya dan disembuhkan oleh Huan Le Hoa. Mereka kemudian terlibat konflik karena Sie Teng San bahwa Huan Le Hoa membunuh ayahnya, bahkan menganggapnya sebagai anak durhaka, demi mendapatkan keinginannya.
Ia pun hampir mati seandainya Huan Le Hoa tak dapat bersama pasukannya untuk menyelamatkan dirinya, sekaligus mengalahkan Raja Shauw Po Tong. Kisah pun berakhir bahagia ketika Sie Teng San menyadari bahwa Huan Le Hoa telah berjasa menyelamatkan dirinya dari lautan api, lalu dengan bulat hati menerima Huan Le Hoa sebagai jodohnya.
Secara pribadi, saya (yang kebetulan duduk paling depan) merasa takjub dengan pementasan ini, terutama dari sisi dekorasi, tata letak panggung, lighting, dan terutama kostum para pemain yang dibuat dengan begitu detil, sehingga dapat menggambarkan suasana yang terjadi pada zaman dimana Huan Le Hoa beraksi pada masa lalu. Pergantian adegan dengan dekorasi dan latar belakang yang berubah-ubah, dilakukan dengan sangat cepat dengan peralatan canggih, mekanik membuat tak ada orang lalu-lalang selama ketoprak berlangsung untuk menyiapkan properti panggung.Â
Berikut bisa dilihat tiga hasil potretan terkait properti, kostum, dan lighting selama ketoprak "Huan Le Hoa" berlangsung:
Terus terang, saya yang sudah gede ini, melihat ketoprak yang seperti itu, ditambah cerita apa yang terjadi "di belakang layar" dari istri saya (salah satu guru di SD Kristen 3 Klaten), membuat saya ingin terlibat dalam pementasan semacam itu, tentunya kalau diizinkan. Hahaha!
Pokoknya keren banget!Â
Tak sabar untuk menunggu pentas seni berikutnya!
Jempol dua buat Sekolah Krista Gracia!
Teruslah menjadi sekolah yang menginspirasi dan menjadi yang terdepan dalam pengembangan seni dan budaya!
God Bless You!