Sedih. Kecewa. Marah. Itulah perasaan campur aduk yang saya rasakan melihat hasil akhir kontingen Indonesia pada ajang Sea Games Kuala Lumpur 2017. Kontingen kebanggaan kita semus yang mengirimkan 560 atlet untuk bertarung di 36 cabang olahraga (cabor), pulang dengan raihan 38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu dan bertengger di peringkat ke-5.
Ya, peringkat ke-5! Jika itu belum cukup "buruk" terdengar dan membuat kita mengelus dada, ada satu lagi rekor negatif yang harus dikenang dalam waktu cukup lama: kontingen Merah-Putih meraih jumlah emas paling sedikit sejak Sea Games 1977!
Sekadar info, pada Sea Games 2017 ini kontingen Indonesia ditarget meraih 55 emas, angka aman untuk meraih peringkat ke-4, sekaligus memperbaiki posisi dibandingkan Sea Games Singapura 2015 (peringkat ke-5).
Namun, target meleset jauh. Cabang-cabang olahraga unggulan yang diharapkan dapat menjadi lumbung emas, tak mampu memenuhi target, seperti cabor pencak silat, bulutangkis, dan volley. Ketua Satlak Prima, Achmad Sutjipto pun angkat suara dengan meminta agar mengambil hikmah dari hasil buruk ini. Sedikit ngeles sih menurut saya, karena mungkin tak tahu lagi mau berkata apa terhadap hasil minor di ajang olahraga se-Asia Tenggara ini.
Ambil hikmahnya? Jadi ingat obrolan dua lansia mengenai perkuliahan. Ketika ditanya, "Dulu kuliah ambil apa?" lantas dijawab, "Ambil hikmahnya." (Hahaha...!)
****
Terus terang muncul pertanyaan besar dalam benak saya: "Jika untuk ajang se-Asia Tenggara saja sudah lumayan "babak belur" begini, bagaimana bisa berprestasi saat ajang Asian Games 2018 nanti?
TIGA POIN YANG PERLU PERHATIAN UNTUK MASA DEPAN OLAHRAGA KITA
Menurut saya, ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian, baik oleh Satlak Prima, Menpora, hingga para ketua cabor yang akan dipertandingkan di Asian Games tahun depan:
PERTAMA, perlakukan cabor lain sama seperti cabor sepak bola. Sudah menjadi rahasia umum bahwa cabor sepak bola masih menjadi primadona di negara kita. Sementara cabor lain seperti anak tiri, baik dari segi perhatian, fasilitas, dana, hingga ekspo media massa (elektronik). Tak ada cara lain jika ingin berprestasi lebih merata kecuali memperlakujan semua cabor dengan sama.
Sama bukan berarti adanya kucuran dana yang sama persis, tetapi lebih kepada pembenahan struktur organisasi, jenjang pembinaan, hingga kompetisi mulai dari tingkat daerah hingga tingkat pusat.
KEDUA, perkuat sumber dana untuk setiap cabor yang akan dipertandingkan pada Asian Games, tak hanya cabang unggulan. Tersedianya dana cukup bisa berdampak pada tersedianya fasilitas memadai, juga bisa dipakai untuk beruji tanding dengan tim-tim dari negara lain (tandang). Tersedianya dana juga dapat memungkinkan pengurus daerah mengadakan kompetisi berjenjang, dari daerah hingga pusat.
Apakah dana ini selalu terkait dengan dana dari pemerintah? Tentu saja tidak! Setiap pengurus perlu berpikir cara untuk mencari sumber dana selain dari pemerintah, yang ujungnya untuk memajukan cabor yang diurus oleh mereka.
KETIGA, perbaiki sistem pembinaan dan buat kompetisi berkualitas. Pembinaan dan kompetisi adalah syarat mutlak dari prestasi di cabor apa pun. Pembinaan dan kompetisi berjenjang dan berkualitas dapat mengasah kemampuan dan mental para atlet kita, sehingga kemampuan mereka semakin meningkat dari waktu ke waktu. Mental juga berpengaruh dalam menghadapi situasi tak terduga dan bersifat non-teknis, sehingga para pemain tak cepat "nglokro" (loyo, patah semangat) ketika menghadapi hal-hal yang merugikan, tanpa mudah terbakar emosi, walk-out, atau berkelahi!
Sekadar AMBIL HIKMAH tak dapat mengubah dan menyulap para atlet kita menjadi hebat. Namun, evaluasi menyeluruh disertai kesungguhan dalam memperbaiki kemampuan para atlet kita pada masa mendatang.
Hasilnya, kita bisa berharap dan meyakini bahwa kontingen Indonesia takkan menanggung malu lagi karena meraih hasil buruk pada ajang olahraga internasional.
Harapan itu masih ada, asalkan disikapi dengan serius, bukan sekadar wacana atau rencana tanpa aksi nyata. Semoga!
Salam olahraga.
-wsp-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H