Tim nasional Indonesia kembali harus berurai air mata karena gagal melangkah ke partai puncak Sea Games 2017. Ya, Evan Dimas, dkk harus takluk oleh tuan rumah Malaysia dengan skor tipis 1-0. Kelengahan barisan belakang Timnas Garuda dalam menjaga pemain depan Malaysia harus dibayar mahal dengan gol sundulan Thanabalan ('87) yang gagal dihalau Satria Tama.
Hasil yang tentu menyedihkan bagi para pemain dan pendukung tim nasional Indonesia. Harapan untuk mengulang prestasi Timnas Indonesia pada Sea Games 1991 kembali sirna. Takdir seakan belum mengizinkan medali emas kembali dikalungkan ke leher para pemain kebanggaan kita.
ADEMNYA SUASANA PERTANDINGAN PATUT DIACUNGI JEMPOL
Terlepas dari kekalahan Timnas Indonesia, ada satu hal yang patut diapresiasi, yakni "adem"-nya suhu pertandingan yang biasanya berlangsung panas dan tegang. Para pemain nyaris tak terlibat konflik yang berarti. Protes yang dilancarkan para pemain pun terkesan karena wasit yang terlihat kurang berani mengambil keputusan terhadap takling-takling yang seharusnya berbuah kartu kuning atau tendangan penalti.
Tindakan para pemain dan ofisial Malaysia yang berusaha menghibur para pemain Indonesia pun layak diapresiasi. Seharusnya seperti itulah suasana pertandingan yang fair dan sportif. Harus diakui kali ini para pemain dan ofisial tuan rumah bersikap layaknya tuan rumah yang baik. Salut!
TIMNAS INDONESIA HARUS MENEMUKAN STRIKER YANG BAGUS
Keputusan Coach Milla untuk membawa hanya dua striker harus dibayar mahal dengan ketika Marinus harus absen. Ezra Walian yang diharapkan bisa menjadi solusi lini depan, tampak belum nyetel dengan permainan ala Indonesia.
Entah karena Milla tak dapat menemukan striker yang bagus atau terlalu yakin dengan kemampuan dua pemain tadi, nampaknya setelah Sea Games usai, tim pelatih harus bergerilya untuk menemukan striker yang "ganas" dan haus gol di lini depan. (Ke mana Muchlis Hadi Ning kok tidak dipilih?)
Pencetak gol di Sea Games yang biasanya diisi oleh striker andalan Timnas Garuda, kali ini agak macet, bahkan kalah produktif dari para gelandang tengah.
Saya cenderung masih meyakini bahwa solusi penyerang ada di kompetisi lokal, dengan pemain produk Indonesia asli, bukan pemain naturalisasi yang sejauh ini belum memberikan "hasil nyata" dari segi prestasi tim nasional kebanggaan kita. Semoga bibit-bibit penyerang potensial itu bisa segera ditemukan dan diberi kesempatan untuk tampil membela negara pada event internasional.
****
Tim nasional U-22 memang gagal memenuhi target dan harapan untuk meraih medali emas, tetapi kita patut berterima kasih atas perjuangan mereka selama ajang Sea Games 2017 ini.
Seperti pesan saya di artikel sebelumnya, jangan ada hujatan dan makian kepada pemain kita. Mereka sudah berusaha dan ingin memberi yang terbaik, tetapi belum berhasil. Mari tetap dukung dan harapkan yang terbaik bagi masa depan tim nasional sepak bola kita.
Terima kasih pula pada jajaran pelatih dan terutama untuk Coach Luis Milla dan Bima Sakti. Terkhusus buat Coach Milla, welcome to reality of Asean Football! Mungkin Anda sekarang baru paham bahwa sepak bola Asia Tenggara tidak semudah yang diperkirakan. Hehe...
Akhirnya, ayo hapus air mata kalian. Tetap tegakkan kepala kalian karena kami bangga atas perjuangan kalian semua. Rebut kemenangan atas Myanmar untuk mengobati kekecewaan. Kalau masih gagal juga, kita balas lain waktu!
Bravo Timnas Garuda U-22!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H