Aku tahu apa yang akan terjadi kalau aku menyerah. Yang aku tidak tahu adalah kalau aku terus berjuang dan bertahan. Hidup laksana garis kontur, rapat dan renggang, mengisyaratkan terjal dan landai. Ada kalanya kita dalam keadaan di garis kontur yang renggang, bercirikan lembah dialiri sungai, ada kalanya kita berada di posisi kontur yang rapat dan terjal. Tapi harus dilewati untuk menuju ke garis tinggi berikutnya. Sebuah ujian kehidupan yang pasti akan selalu datang.
Coba tengok sejenak, seorang anak kecil sedang berusaha untuk mengayuh sepeda di tanjakan. Di awal jatuh, bangun lagi, jatuh, bangun lagi, dia berusaha untuk terus mengayuh walau perpindahan hanya hitungan centimeter, tapi ketahuilah bahwa setiap kayuhan akan berakumulasi menjadi sumber energi yang akan terus berulang untuk mencapai tujuan.
Aku teringat pada kalimat ini saat sebelum aku ditugaskan dulu menjadi guru selama satu tahun di pelosok negeri, sekiranya kalimat itu berbunyi demikian "apa yang datangnya dari hati, niscaya akan sampai ke hati juga", percayalah itu. Kalimat itu laksana mantra ajaib bagi diriku, aku baca perlahan, aku resapi, aku maknai terus berulang-ulang sampai masuk ke alam bawah sadarku. Benar juga, ini tentang konsep ikhlas, apa yang kita berikan dari hati, percayalah akan sampai ke hati. Niat baik akan selalu mendapatkan jalannya, ntah itu jalan beriku, menanjak, terjal banyak aral melintang, tapi akan selalu ditunjukkan.
Hidup adalah soal keyakinan dan kepercayaan. Hidup ini hanya sekali, kata istilah hanya singgah sejenak untuk minum, toh nanti akan ada perlanan panjang yang masih harus dilanjutkan. Sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Kalimat yang sudah menjadi sarapan bersama untuk pewaris energi positif. Bayangkan sekecil apapun, jika dilakukan dengan hati akan mempunyai makna yang besar. Sudah banyak kiranya contoh teladan seperti itu yang tidak perlu aku jelaskan kembali.
Berbicara soal kemantapan hati, itu menjadi bagian dari proses yang sudah dilalui. Membersamai dalam makna, mengambil cerita, menjadikanya sebagai sebuah catatan refleksi sekarang, esok dan kelak nanti. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depan, yang kita tahu bahwa saat ini, sekarang, hari ini, detik ini kita bisa berbuat yang terbaik, memberikan yang terbaik. Urusan hidup esok adalah misteri yang akan kita sambut dan hadapi dengan senyuman. Toh semua sudah ada porsinya masing-masing kan, sudah ditakar sesuai takarannya tanpa melebihi kapasitas kemampuan masing-masing.
Sungguh indah memang kehidupan manusia. Urusan hati dan logika menjadi kolaborasi tiada henti memberi warna dalam kehidupan. Memberikan makna dibalik setiap peristiwa. Memberikan pembelajaran bagi setiap manusia. Bahwasanya hidup itu tidak seperti apa yang kita pikirkan, harus dijalanji baik-buruknya, tantangan yang ada. Kita tidak akan pernah bisa memilih mana yang lebih mudah. Kita sudah dihadapkan pada suatu kondisi di mana kita harus menjalaninya. Mau mundur atau maju, itu yang menjadi pilihan masing-masing.
Semua berhak memilih. Segala risiko juga menjadi tanggungan masing-masing individu. Jangan menjadikan beban individu untuk orang lain. Itu namanya tidak mau bertanggungjawab. Bagi siap yang sudah berani untuk memulai, entah memulai apapun itu, dia juga harus berani untuk menyelesaikan dan mengakhiri dengan caranya masing-masing, tapi ada kalanya ada sesuatu yang memang tidak bisa diakhiri dengan mudah, ada sesuatu yang dibiarkan seperti itu, tanpa ada kejelasan. Ini yang paling susah, dampaknya berakibat ke perjalanan berikutnya atau yang akan mengambil tongkat estafet itu.
Sepertinya pagi ini aku memang perlu menulis. Sudah terlalu lama beberapa bulan aku tidak menyapa dengan indah tust papan ketik. Merasa mulai penat dengan kerjaan menumpuk, tekanan dan deadline. Saatnya papan ketik ini mengiringi setiap produksi kalimat yang lebih santai tanpa menguras pikiran dan energi.
Menulis bagiku laksana sebuah keistimewaan. Aku lupa-lupa ingat terinspirasi dari mana, dari siapa yang mendorongku untuk menulis. Menungkan segala uneg-uneg kehidupan ke dalam sebuah kerta putih kosong tanpa noda dengan tinta hitam, atau sebuah layar kosong yang dipenuhi dengan huruf-huruf balok dari hasil pemunculan secara bertahap tanpa berebut. Apa jadinya kalau huruf tersebut berebut, tentunya tidak akan menjadi sebuah padanan penyusul kalimat yang indah. Yang ada adalah susuan kalimat yang tidak terbaca dengan apik.
Menulis bagiku adalah sebuah candu, candu yang terkadang datang dan pergi tergantung mood si penulis. Ada kalanya mood itu datang dengan tiba-tiba, ada kalanya pergi jauh menghilang beberapa masa tidak kembali, kembali-kembali ketika kita sudah hampir berganti generasi.
Layaknya ikhlas itu pasrah seutuhnya kepada Sang Maha Pencipta. Meyerahkan segala urusan. Memang agak susah dijalankan, perlu belajar untuk ikhlas dan mengikhlaskan sesuatu hal apapun itu. Tetapi yakinlah, jika kita bisa ikhlas terdapat rasa kelegaan yang luar biasa dalam hidup. Seperti keseimbangan air mengalir. Ikhlas bukan berarti tidak berusaha ya, usaha dan ikhtiar tetap harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Baru setelahnya kita serahkan semuanya kepada Sang Pencipta. Biarlah Sang Pencipta yang mengaturnya. Ambil nafas perlahan dan dalam, tarik diri sejenak, jadilah dirimu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H