Mohon tunggu...
Wido Cepaka Warih
Wido Cepaka Warih Mohon Tunggu... Lainnya - Urip iku urup

Suka bertualang, pembelajar, pernah menjadi tenaga pendidik di pelosok dan pendamping pulau-pulau terluar, pemerhati masyarakat, isu sosial, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meraba Urat Nadi Kehidupan Garis Luar Indonesia di Pulau Larat

22 Januari 2017   14:19 Diperbarui: 22 Januari 2017   21:58 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau sekarang sudah mulai enak, sekitar dua bulan lalu, karena ada truk yang masuk ke sini, jadi gampang jual kacang ke pusat Larat, kalau tempo lalu, ketika akan menjual dalam jumlah banyak, kami harus pakai perahu ketinting dan ongkosnya lebih mahal,” sambung Pice saat sedang menjemur kacang tanah depan rumahnya.

Angin segar harapan berhembus ke Larat. Jalan trans Larat sudah mulai dikerjakan tahun ini. Beberapa tahun lagi semua desa akan merasakan lancarnya akses dan distribusi hasil panen, sehingga harapan mereka dapat meningkatkan roda perekonomian selama ini semakin cerah.

Tenun dari Bumi Lelemuku

Bukan hanya rumput laut, ikan, dan kacang tanah. Di Larat terdapat anggrek endemik namanya lelemuku. Ini dapat pula dikembangkan terutama bagi pencinta bunga.

Selain itu, kurang lengkap rasanya kalau berkunjung ke Pulau Larat jika tak membawa oleh-oleh berupa kain tenun yang dibuat dengan tangan langsung (hand made) oleh masyarakat Larat. Hampir semua perempuan di desa bisa membuat tenunan, baik dalam bentuk scarf maupun syal.

Untuk selembar syal, mereka bisa menjual dengan harga Rp 150.000. “Satu syal bisa dua sampai tiga hari buatnya, tergantung kesibukan, kalau mau dikasi nama orang juga bisa di syalnya, atau memilih warna kombinasi benang dan corak syal,” terang Mama Desa Lamdesar Barat. Belajar dari kesabaran memintal benang-benang halus dan ragam corak warna, membuat kita akan jatuh cinta pada kearifan masyarakat di Larat.

Mama desa sedang menenun kain Tanimbar
Mama desa sedang menenun kain Tanimbar
Dari masyarakat di Pulau Larat, kita bisa belajar untuk lebih arif dan bijaksana dalam mengelola segala hal, belajar kearifan lokal dan budaya mereka, belajar untuk tetap sederhana dalam mengelola sumber daya alam dan menjaga harmoni di pulau-pulau kecil terluar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun