Penampakan Windigo di Roseau (Minnesota) telah didokumentasikan sejak tahun 1800-an sampai tahun 1920-an. Menjadikan Roseau sebagai "Windigo Territory". Sayangnya,setiap ada penampakan selalu saja terjadi kematian. Sehingga Windigo selalu dikonotasikan sebagai pertanda kematian dan bencana.
Roseau sendiri merupakan salah satu tempat terbaik untuk tinggal di Minnesota. Suasana pinggir kota yang ramai dan sebagian besar penduduknya memiliki rumah sendiri. Banyak keluarga dan profesional muda tinggal di Roseau yang penduduknya cenderung konservatif.
Terletak dua puluh mil dari tempat pemancingan terkenal di dunia, Lake of the Woods, Roseau adalah tempat liburan populer bagi para pemburu, nelayan, dan penggemar aktivitas alam terbuka. Tempat industri Polaris - pabrik pembuatan mobil salju modern, sepeda motor, kendaraan untuk segala medan, kendaraan listrik - Roseau adalah tujuan wisata baik di musim panas maupun musim dingin.
Seperti dilansir banyak sumber, Windigo memiliki tinggi setidaknya 15 kaki dan sangat kurus. Saking kurusnya kulitnya yang kering tertarik dengan kuat ke tulangnya, matanya yang bersinar terdorong jauh ke dalam rongganya.
Lidah dan kukunya sangat panjang. Kulitnya pucat dan kusut. Mereka dikatakan memiliki rasa lapar yang tak pernah terpuaskan dan selalu berburu korban berikutnya.
Menurut mitologi penduduk pribumi, Windigo adalah roh jahat yang mengintai dan melahap manusia di sekitar tempat itu. Konon ia berkeliaran di hutan dingin Minnesota, wilayah Great Lakes, dan Kanada bagian tengah, mencari daging untuk dimakan.
Baca juga : Labirin Sarah Winchester
Jika kalian penggemar Stephen King, film horor, novel fiksi ilmiah, atau pertunjukan supernatural, kemungkinan besar pernah mendengar tentang Windigo. Tapi tahukah kalian dari mana---atau yang paling penting, dari siapa---mitos ini berasal?
Windigo berasal dari kepercayaan spiritual yang dianut oleh masyarakat adat yang mendiami sebagian besar pesisir timur laut dan pedalaman benua Amerika, terutama wilayah di sekitar hutan-hutan dingin Minnesota, Great Lakes (Ohio) dan St. Lawrence River (Kanada).
Campuran beragam budaya dan bangsa atau suku yang berbeda itu berbagi satu set dialek bahasa Algonquian yang serupa, khususnya suku Ojibwe, Saulteaux, Cree, Naskapi, dan Innu. Akibatnya, mereka sering disebut sebagai orang-orang "Algonquian".
Windigo, kadang-kadang dieja "weendigo", "wendigo," "witigo," "witiko," dan "wee-tee-go," yang semuanya secara kasar diterjemahkan menjadi roh musim dingin yang jahat pemakan daging manusia..
Pada tahun 1860, seorang penjelajah Jerman menerjemahkan "wendigo" menjadi "kanibal". Windigo juga diyakini sebagai roh simbol keegoisan yang membahayakan.
Meskipun kepercayaan bervariasi, Windigo umumnya dianggap sebagai entitas yang mengerikan dengan selera daging manusia yang tak terpuaskan. Siapa pun yang menemukan Windigo berisiko dimangsa atau bahkan diubah menjadi Windigo.
Seseorang biasanya disebut Windigo jika melakukan kegiatan yang tidak terhormat atau tabu, seperti melakukan kanibalisme karena kelaparan. Menurut Shawn Smallman, penulis Dangerous Spirits: The Windigo in Myth and History, "Windigo adalah sarana untuk mendefinisikan perilaku sosial moral, yang dapat berfungsi sebagai peringatan terhadap keserakahan dan keegoisan." Seseorang juga bisa menjadi Windigo jika dukun mengutuk mereka atau jika mereka memimpikan Windigo. Mitos itu juga digunakan untuk menjelaskan penyakit mental dan penyakit serius lainnya.
Para pendatang kulit putih menanggapi peringatan itu dengan serius. Mereka memperlakukan Windigo sebagai semacam pertanda kematian seperti "banshee"*, percaya bahwa roh itu akan muncul sesaat sebelum kematian seseorang di lingkungan mereka.
Memasuki abad ke-20, masih banyak penduduk asli Amerika yang secara aktif percaya, dan mencari, Windigo. Misalnya saja, Jack Fiddler, seorang pria suku Cree, mengaku telah membunuh empat belas orang dalam hidupnya, yang akhirnya menyebabkan dia dipenjara pada usia 87 tahun.
Pada tahun 1907, Fiddler dan putranya membunuh seorang wanita yang juga suku Cree dan mengaku bersalah meskipun mereka mengklaim bahwa wanita itu telah dirasuki oleh roh jahat Windigo, bahkan ia hampir berubah sepenuhnya menjadi Windigo
Pada masa sekarang, dalam budaya populer Amerika Utara Windigo sering menjadi subjek dalam film dan sastra di seluruh dunia. Sebut saja buku-buku seperti cerita pendek Algernon Blackwood "The Wendigo", novel-novel seperti The Curse of the Windigo karya Rick, Pet Cemetery karya Stephen King. Windigo juga muncul di komik Marvel "The Incredible Hulk #162, video game "Until Dawn", "Fallout 76" dan bahkan kartun "My Little Pony".
Banyak penulis non Pribumi tampaknya terpesona oleh Windigo. Namun, penggambaran mereka tentang Windigo sangat berbeda dari yang disajikan oleh penulis Pribumi. Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan orang-orang non-Pribumi cenderung menyederhanakan kepercayaan Pribumi dan sering kali melucuti konteks budaya mereka dalam prosesnya.
Professor Shawn Smallman dari Universitas Nebraska mencatat bahwa "budaya pop sering kali salah mengartikan segala sesuatu tentang Windigo, termasuk apa yang digambarkan oleh penduduk asli Amerika dan komunitas First Nations (bangsa pendatang)." Menurut sebagian besar legenda penduduk asli Amerika, bentuk fisik Windigo sering dikatakan mirip manusia. Seiring waktu, berubah menjadi raksasa. Dalam beberapa cerita, Windigo memiliki hati yang sedingin es, dan sangat haus akan daging sampai-sampai ia menggigit bibirnya sendiri hingga sobek-sobek dan berdarah.
Windigo tumbuh sebanding sesuai makanan yang dimakannya, sehingga makhluk itu tidak pernah bisa puas. Didorong oleh rasa lapar, Windigo kurus dan rakus. Tubuhnya mengeluarkan bau bangkai busuk.
Tapi dalam budaya pop Amerika Utara, Windigo biasanya disamakan dengan manusia serigala, vampir, Yeti, dan lain-lain.
Mungkin juga ini ada hubungannya dengan kecenderungan Hollywood memahami Windigo dalam kaitannya dengan monster pada sinema populer. Coba deh Google "Windigo" pasti yang keluar adalah gambar-gambar setan salju bertanduk dan binatang seperti rusa raksasa.
Gambar ini jauh dari bagaimana orang Pribumi memahami Windigo. Menurut catatan yang dicatat Profesor Shawn Smallman, narasi tradisional Pribumi tidak pernah membayangkan Windigo bertanduk.
Selain citra yang tidak akurat, penggambaran Windigo yang populer sebagai hewan rakus juga telah menggantikan arti sebenarnya yang diberikan oleh masyarakat adat pada Windigo yaitu sebagai pelajaran tentang keserakahan manusia.
Narasi-narasi ini juga gagal untuk mengakui bahwa Windigo dan budaya Pribumi yang membayangkannya, telah berevolusi dari waktu ke waktu, seperti halnya praktik budaya masyarakat adat.
Di kalangan penduduk asli, Windigo tetap menjadi simbol peringatan terhadap keserakahan (walau sekarang, mereka lebih mengaitkannya dengan kapitalisme dan kolonialisme berlebihan, ketimbang hutan belantara atau musim dingin yang ekstrem). Yang penting, konseptualisasi modern Windigo di kalangan masyarakat adat ini bukanlah tanpa harapan.
Dalam "sebuah Studi Bangsa-Bangsa Adat mengamati bahwa penggambaran Windigo oleh para penulis Pribumi lebih sering memilih akhir cerita yang positif, melibatkan karakter yang melarikan diri dari Windigo dengan melawan segala rintangan.
Sementara dalam interpretasi penulis non Pribumi mereka lebih menonjolkan "Windigo yang memiliki begitu banyak kekuatan sehingga mahluk ini menghancurkan semua yang menghalanginya."
Pada akhirnya, daya tarik budaya pop akan Windigo dapat membuktikan upaya yang salah kaprah. Mungkin penonton dan pembuat film bosan dengan rupa monster yang sudah ada dan mencoba mencari inspirasi lain. Akhirnya, para pembuat film mengambil Windigo, hanya untuk membuatnya menjadi monster yang bisa diterima oleh penonton.
Catatan* : Banshee adalah roh wanita dalam cerita rakyat Irlandia yang mengabarkan atau memberi tanda-tanda akan kematian anggota keluarga.
Widz Stoops, PC - USA 03.04.2022
Malam Jum'at #13 - Minnesota State
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H