Gemericik hujan membasahi senja itu. Andai saja bubaran sekolah tadi aku langsung pulang tanpa mampir ke perpustakaan, pasti aku sudah sampai di rumah saat ini.
"Cuma hujan air aja kok takut sih, Yan!" tetiba ada yang menepuk bahuku.
Kutoleh wajah ke belakang. Billy Sebastian! Ya ampun, cowok keren berkulit putih yang terpopuler di sekolah itu menegurku! Hatiku berdegup kencang, tapi mulutku terkunci.
Sebetulnya sudah lama aku merasakan sesuatu yang 'lain' tentang Billy. Tapi kupikir tak mungkin ia merasakan hal yang sama. Setiap hari Billy selalu dikelilingi cewek-cewek cantik. Sedang aku? Cuma seorang cewek kutu buku.
"Hujan-hujan gini tuh enaknya ngopi! Apalagi kalau ditambah susu, nih buat kamu, barusan aku beli di kantin!" Kata Billy sambil menyodorkan segelas kopi susu.
Mulutku masih terkunci, tidak percaya akan apa yang sedang kualami. Aku tidak suka kopi. Apalagi susu! Itu merupakan musuh bagi pengidap lactose intolerance! Susu membuat perutku sakit, pusing kepala dan susah bernafas.
Tapi aku tidak ingin Billy tahu kelemahanku. Ini interaksi perdanaku dengannya. Aku tak ingin ia menjauh hanya karena aku cewek penyakitan.
Kuraih gelas kopi susu yang disodorkan Billy. Sambil berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa, kuteguk sedikit kopi susu itu. Billy memandangku dengan senyumnya yang khas. Kopi susu ini terasa seperti minuman ter-yummy yang pernah kurasakan sepanjang hidupku.
Sebelum melangkah ke halaman sekolah, kukeluarkan payung dari dalam tasku, sementara Billy menarik 'hoody' jaket untuk menutupi kepalanya.
"Ih, don't be silly, sini payungan berdua!" Seruku pada Billy, entah jin mana yang datang dan membuka kunci mulutku.
Billy tertawa kecil, mendekatkan badannya ke bawah payung. Tanpa ragu ia melingkarkan tangan kanannya di bahuku, sementara tangan kirinya memegangi gagang payung. Aku tidak protes, malah membiarkannya. Suasana dingin senja itu terasa hangat. Aku masih tak percaya.