Sekilas kusentuh layar telepon genggam yang tergeletak di meja kerjaku. Sebelas lewat empat puluh menit. Begitu waktu yang tertera di sana.
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Sementara pikiranku berputar mencari siasat bagaimana caranya agar bisa keluar secepatnya dari kantorku.
Ya, aku cuma punya waktu dua puluh menit untuk membereskan meja kerja dan pergi ke tempat klienku selanjutnya. Namun yang menjadi halangan, klien di hadapanku tak juga mau beranjak.
Aku tidak lagi mempedulikan apa yang sedang dibicarakannya.. "Yeah, I see his lips moving, but what I hear are just bla..bla..bla..bla.." (Yeah aku lihat bibirnya bergerak-gerak, tapi yang aku dengar hanyalah bla..bla..bla..)
Darah ketimuranku memang masih kental. Senyum di bibir selalu terpasang, walau dalam hati geregetan. Aku memang tipe yang sering tidak bisa "straight-forward" kepada orang lain, terutama klien.
Membangun hubungan dengan klien memang penting, dan hubungan tersebut sering terbentuk melalui perbincangan yang tidak melulu harus berhubungan dengan bisnis.
Cuma seringnya mereka kebablasan. Mungkin terlalu nyaman bercerita kepadaku. Hingga kesannya seperti TMI atau Too Much Information.
Tapi di kantor untungnya aku punya Paul, yang selalu bersedia jadi penyelamatku dari klien yang kadang suka tidak tahu diri dan waktu.
Sambil tersenyum mendengarkan klien yang aku sudah tidak tahu lagi sedang bicara apa, kukirim pesan singkat ke Paul. "Help! Save me!"
Seperti kilat, tiba-tiba Paul sudah mengetuk pintu ruang kerjaku.
"Excuse me, can I borrow Widz for a sec? I have an issue printing my docs!" --- "Maaf, boleh saya pinjam Widz sebentar? Saya punya masalah mencetak dokumen-dokumen saya"