Kalau kita bicara soal personality atau kepribadian, kadang timbul pertanyaan apakah kepribadian seseorang itu ditentukan oleh faktor keturunan atau faktor cara mengasuh (upbringing)?
Jika faktor keturunan memang ambil andil, maka kepribadian seseorang tidak akan bisa di otak-atik lagi, karena telah terbentuk sejak awal kehidupan di dalam janin.
Tapi, jika cara mengasuh lebih ambil andil, maka apa yang kita alami cenderung menjadi sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan ini artinya kita dapat secara fleksibel mengubah kepribadian kita dari waktu ke waktu.
Padahal, mereka dibesarkan secara terpisah, orangtua mereka meninggal dalam suatu kecelakaan pada saat mereka masih berumur dua minggu, dan kemudian masing-masing di adopsi oleh orang yang berbeda. Meskipun demikian genetik tidaklah menentukan segalanya.
Dalam nukleus setiap sel di tubuh kita ada 23 pasang kromosom. Satu dari setiap pasang berasal dari ayah kita, dan yang lainnya berasal dari ibu.
Kromosom terdiri dari untaian DNA molekul (asam deoksiribonukleat), dan DNA dikelompokkan menjadi segmen yang dikenal sebagai gen. Gen adalah unit biologis dasar yang mentransmisikan karakteristik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sel manusia memiliki sekitar 25.000 gen.
Gen dari anggota yang berbeda tapi dengan spesies yang sama itu adalah hampir identik. Contohnya DNA dalam gen saya, misalnya, adalah sekitar 99,9% sama dengan DNA di dalam setiap gen manusia lainnya.
Struktur genetik umum ini menyebabkan anggota dari spesies yang sama dilahirkan dengan berbagai perilaku yang datang secara alami kepada mereka dan yang menentukan karakteristik spesies.
Kemampuan dan karakteristik ini dikenal sebagai naluri (instincts) yaitu pola perilaku bawaan yang membantu memastikan kelangsungan hidup dan reproduksi (Timbergen 1951).
Hewan yang berbeda memiliki naluri atau intincts yang berbeda. Burung secara alami membangun sarang, anjing secara alami loyal kepada pemiliknya, dan manusia secara naluriah belajar berjalan, berbicara dan memahami bahasa.
Tetapi kekuatan berbagai sifat dan perilaku juga bervariasi di dalam spesies. Misalnya, kelinci secara alami mempunyai sifat takut, tetapi beberapa kelinci mungkin lebih takut daripada kelinci lainnya.
Seekor anjing lebih loyal kepada si pemiliknya daripada yang lain; demikian juga halnya dengan manusia, beberapa manusia belajar berbicara dan menulis lebih baik daripada manusia yang lain.
Perbedaan-perbedaan ini sebagian ditentukan oleh jumlah yang kecil (pada manusia, 0,1%) dari perbedaan gen di antara anggota spesies. Kepribadian tidak ditentukan oleh gen tunggal mana pun, melainkan oleh tindakan banyak gen yang bekerja bersama. Tidak ada "gen IQ" yang menentukan kecerdasan.
Lebih jauh lagi, bahkan ketika beberapa gen bekerja bersama, mereka dapat mengendalikan atau menciptakan kepribadian kita. Beberapa gen cenderung meningkatkan karakteristik yang ada, sementara yang lain bekerja untuk mengurangi karakteristik yang sama.
Hubungan kompleks antara berbagai gen, serta berbagai faktor acak lainnyalah yang menentukan hasil akhir. Selain itu, faktor genetik selalu bekerja dengan faktor lingkungan untuk menciptakan kepribadian.
Memiliki pola gen tertentu tidak selalu berarti bahwa sifat tertentu akan berkembang, karena beberapa sifat mungkin hanya terjadi di beberapa lingkungan.
Sebagai contoh, seseorang mungkin memiliki varian genetik yang dapat meningkatkan risikonya untuk menjadi penderita emfisema. Tetapi jika orang itu tidak pernah merokok, maka emfisema kemungkinan besar tidak akan berkembang.
Mempelajari Kepribadian Menggunakan Genetika Perilaku
Untuk mempelajari kepribadian manusia, ahli psikolog mengandalkan genetika perilaku, berbagai teknik penelitian digunakan para ilmuwan untuk mengetahui tentang pengaruh genetik dan lingkungan pada perilaku manusia dengan membandingkan ciri-ciri anggota keluarga yang terkait secara biologis dan nonbiologis (Baker, 2004). Genetika perilaku didasarkan pada hasil studi keluarga, studi anak kembar, dan studi adopsi.
Sebuah studi keluarga dimulai dengan satu orang yang memiliki sifat yang menarik - misalnya, gangguan perkembangan seperti autisme - dan memeriksa silsilah keluarga secara individu untuk menentukan sejauh mana anggota keluarga lain juga memiliki sifat tersebut.
Kehadiran sifat dalam kerabat tingkat pertama (orangtua, saudara kandung, dan anak-anak) dibandingkan dengan prevalensi sifat dalam kerabat tingkat kedua (bibi, paman, cucu, kakek-nenek, dan keponakan laki-laki atau perempuan) dan dalam anggota keluarga yang lebih jauh.
Para ilmuwan kemudian menganalisis pola sifat anggota keluarga untuk melihat sejauh mana sifat itu dimiliki oleh kerabat yang lebih dekat dan lebih jauh. Meskipun studi keluarga dapat mengungkapkan apakah suatu sifat mengalir dalam keluarga, tapi studi itu tidak dapat menjelaskan mengapa.
Dalam studi anak kembar, peneliti mempelajari karakteristik kepribadian mereka. Studi ini mengandalkan fakta bahwa kembar identik (monozigotik) pada dasarnya memiliki set gen yang sama, sedangkan kembar biasa atau fraternal (dizigotik) rata-rata memiliki seperangkat setengah identik.
Idenya adalah bahwa jika si kembar dibesarkan dalam rumah tangga yang sama, maka si kembar akan dipengaruhi oleh lingkungan mereka ke tingkat yang sama, dan pengaruh ini akan cukup sama, baik itu untuk si kembar identik maupun fraternal.
Dengan kata lain, jika faktor lingkungan sama, maka satu-satunya faktor yang dapat membuat kembar identik lebih mirip daripada kembar fraternal adalah kesamaan genetik mereka yang lebih besar.
Dalam studi anak kembar, data dari banyak pasangan anak kembar dikumpulkan dan tingkat kesamaan dari pasangan kembar identik dan kembar fraternal dibandingkan. Koefisien korelasi dihitung untuk menilai sejauh mana sifat satu kembar dikaitkan dengan sifat pada kembar lainnya.
Studi anak kembar membagi pengaruh keturunan dan cara mengasuh menjadi tiga bagian:
Heritabilitas (misalnya pengaruh genetik) diindikasikan ketika koefisien korelasi untuk anak kembar identik melebihi anak kembar fraternal, yang menunjukkan bahwa perpaduan DNA adalah sebagai penentu penting pada kepribadian.
Lingkungan yang sama menjadi penentu ketika ada indikasi koefisien korelasi pada anak kembar identik dan fraternal yang lebih besar dari nol dan juga sangat mirip. Korelasi ini menunjukkan bahwa kedua jenis kembar tersebut sama-sama memiliki pengalaman dalam keluarga yang membuatnya berkepribadian sama.
Lingkungan yang tidak sama diindikasikan ketika kembar identik tidak memiliki sifat yang sama. Pengaruh-pengaruh ini merujuk pada pengalaman yang tidak diperhitungkan baik oleh heritabilitas atau oleh faktor lingkungan yang sama..
Faktor lingkungan yang tidak sama adalah pengalaman yang membuat individu dari keluarga yang sama menjadi kurang sama. Jika orang tua memperlakukan satu anak dengan kasih sayang yang lebih daripada yang lain, dan sebagai akibatnya anak ini berakhir dengan harga diri yang lebih tinggi, cara mengasuh (upbringing) dalam kasus ini adalah faktor lingkungan yang tidak sama.
Studi ketiga sumber pengaruh diatas biasanya dilakukan secara bersamaan, dan dimungkinkan untuk menentukan kepentingan relatif dari masing-masing bagian.
Sebuah studi adopsi membandingkan orang-orang yang terkait secara biologis, termasuk anak kembar, yang telah dibesarkan baik secara terpisah atau secara jauh.
Bukti untuk pengaruh genetik pada sifat ditemukan ketika anak-anak yang telah diadopsi menunjukkan sifat-sifat yang lebih mirip dengan orang tua kandung mereka daripada orang tua angkat mereka. Bukti pengaruh lingkungan ditemukan ketika orang yang diadopsi lebih seperti orang tua angkatnya daripada orang tua kandung mereka.
Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya?
Selama dua dekade terakhir para ilmuwan telah membuat kemajuan besar dalam memahami peran penting genetika dalam perilaku. Studi genetika perilaku telah menemukan bahwa, untuk sebagian besar sifat, genetika lebih memegang peranan penting daripada pengaruh dari cara mengasuh.
Studi genetika molekuler juga telah mulai menunjukkan dengan tepat gen-gen tertentu yang menyebabkan perbedaan-perbedaan ini. Hasil studi tersebut mungkin membuat kita percaya bahwa nasib kita ditentukan oleh gen kita, tetapi ini sebetulnya adalah asumsi yang keliru.
Pertama, hasil dari semua penelitian harus ditafsirkan dengan cermat. Seiring waktu kita belajar lebih banyak tentang peran genetika, dan kesimpulan kita tentang pengaruhnya, kemungkinan akan berubah.
Penelitian saat ini di bidang genetika perilaku sering dikritik karena membuat asumsi tentang bagaimana peneliti mengelompokkan anak kembar identik dan fraternal, tentang apakah anak kembar sebenarnya diperlakukan dengan cara yang sama oleh orang tua mereka, tentang apakah anak kembar mewakili anak-anak secara umum, dan tentang banyak masalah lainnya.
Walaupun kritik-kritik ini mungkin tidak mengubah kesimpulan keseluruhan, harus diingat bahwa penemuan ini relatif baru dan tentunya akan diperbaharui seiring waktu (Plomin, 2000).
Kedua, penting untuk menegaskan kembali bahwa meskipun genetika itu memegang peranan, dan meskipun kita belajar lebih banyak setiap hari tentang perannya dalam banyak variabel kepribadian, tapi genetika tidak menentukan segalanya.
Bahkan, pengaruh utama pada kepribadian adalah pengaruh lingkungan yang tidak sama, mencakup semua hal yang terjadi pada kita. ini membuat kita menjadi individu yang unik. Perbedaan-perbedaan termasuk variabilitas dalam struktur otak, nutrisi, pendidikan, cara mengasuh, dan bahkan interaksi antar gen itu sendiri.
Perbedaan genetik yang ada saat lahir dapat diperkuat atau dikurangi dari waktu ke waktu melalui faktor lingkungan. Otak dan tubuh anak kembar identik tidak persis sama, dan mereka menjadi lebih berbeda ketika mereka tumbuh dewasa. Akibatnya, bahkan anak kembar identik secara genetik, memiliki kepribadian yang berbeda, sehingga sebagian besar adalah dari efek pengaruh lingkungan.
Karena perbedaan lingkungan yang tidak sama ini tidak sistematis dan sebagian besar tidak disengaja atau acak, akan sulit untuk menentukan dengan tepat apa yang akan terjadi pada seorang anak ketika ia tumbuh dewasa. Meskipun kita mewarisi gen kita, tapi kita tidak mewarisi kepribadian dalam arti tertentu. Efek gen pada perilaku kita sepenuhnya tergantung pada konteks kehidupan saat kita menjalaninya dari hari ke hari.
Berdasarkan gen kita, tidak ada yang bisa mengatakan manusia seperti apa kita nantinya atau apa yang akan kita lakukan dalam hidup. Lalu, bisakah buah jatuh jauh dari pohonnya? Itu semua kembali kepada diri dan lingkungan kita masing-masing.
Salam.
Sumber:
- Baker, C. (2004). Behavioural genetics
- Tinbergen, N. (1951). The study of instinct.
- Plomin, R. (2000). Behavioural genetics in the 21st century
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H