Tetapi kekuatan berbagai sifat dan perilaku juga bervariasi di dalam spesies. Misalnya, kelinci secara alami mempunyai sifat takut, tetapi beberapa kelinci mungkin lebih takut daripada kelinci lainnya.
Seekor anjing lebih loyal kepada si pemiliknya daripada yang lain; demikian juga halnya dengan manusia, beberapa manusia belajar berbicara dan menulis lebih baik daripada manusia yang lain.
Perbedaan-perbedaan ini sebagian ditentukan oleh jumlah yang kecil (pada manusia, 0,1%) dari perbedaan gen di antara anggota spesies. Kepribadian tidak ditentukan oleh gen tunggal mana pun, melainkan oleh tindakan banyak gen yang bekerja bersama. Tidak ada "gen IQ" yang menentukan kecerdasan.
Lebih jauh lagi, bahkan ketika beberapa gen bekerja bersama, mereka dapat mengendalikan atau menciptakan kepribadian kita. Beberapa gen cenderung meningkatkan karakteristik yang ada, sementara yang lain bekerja untuk mengurangi karakteristik yang sama.
Hubungan kompleks antara berbagai gen, serta berbagai faktor acak lainnyalah yang menentukan hasil akhir. Selain itu, faktor genetik selalu bekerja dengan faktor lingkungan untuk menciptakan kepribadian.
Memiliki pola gen tertentu tidak selalu berarti bahwa sifat tertentu akan berkembang, karena beberapa sifat mungkin hanya terjadi di beberapa lingkungan.
Sebagai contoh, seseorang mungkin memiliki varian genetik yang dapat meningkatkan risikonya untuk menjadi penderita emfisema. Tetapi jika orang itu tidak pernah merokok, maka emfisema kemungkinan besar tidak akan berkembang.
Mempelajari Kepribadian Menggunakan Genetika Perilaku
Untuk mempelajari kepribadian manusia, ahli psikolog mengandalkan genetika perilaku, berbagai teknik penelitian digunakan para ilmuwan untuk mengetahui tentang pengaruh genetik dan lingkungan pada perilaku manusia dengan membandingkan ciri-ciri anggota keluarga yang terkait secara biologis dan nonbiologis (Baker, 2004). Genetika perilaku didasarkan pada hasil studi keluarga, studi anak kembar, dan studi adopsi.
Sebuah studi keluarga dimulai dengan satu orang yang memiliki sifat yang menarik - misalnya, gangguan perkembangan seperti autisme - dan memeriksa silsilah keluarga secara individu untuk menentukan sejauh mana anggota keluarga lain juga memiliki sifat tersebut.
Kehadiran sifat dalam kerabat tingkat pertama (orangtua, saudara kandung, dan anak-anak) dibandingkan dengan prevalensi sifat dalam kerabat tingkat kedua (bibi, paman, cucu, kakek-nenek, dan keponakan laki-laki atau perempuan) dan dalam anggota keluarga yang lebih jauh.
Para ilmuwan kemudian menganalisis pola sifat anggota keluarga untuk melihat sejauh mana sifat itu dimiliki oleh kerabat yang lebih dekat dan lebih jauh. Meskipun studi keluarga dapat mengungkapkan apakah suatu sifat mengalir dalam keluarga, tapi studi itu tidak dapat menjelaskan mengapa.