Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dibalik Segarnya Bau Tanah Selepas Hujan

19 April 2020   23:23 Diperbarui: 20 April 2020   02:44 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja itu saat menikmati secangkir kopi bersama keluarga di beranda belakang rumah, tiba-tiba aku merindukan sesuatu. Hujan. Ya, sudah lama kotaku tidak diguyur hujan.

Sebetulnya bukan cuma hujan yang kurindu, tapi juga bau segar dan khas saat hujan mulai membasahi tanah. Momentum mengopi disore hari terasa sempurna jika dibarengi dengan hirupan bau tersebut.
 
Namun belakangan kuketahui kalau aroma segar dan bersahaja itu ternyata bukan  karena tanah yang dibasahi oleh air hujan. Lalu, apa penyebab bau yang sering dikangeni banyak orang itu?

Penelitian yang dilakukan baru-baru ini  membuktikan bahwa aroma itu adalah 'senyawa kimia' yang digunakan bakteri untuk menarik arthropoda kecil, selama lebih dari 400 juta tahun.

Memang sejak tahun 1960-an para ilmuwan telah mengetahui tentang 'senyawa kimia di balik terciptanya aroma dari tanah saat baru dibasahi hujan yang disebut geosmin, hanya baru sekarang para peneliti menemukan yang mungkin menjadi penjelasan dari apa sebetulnya tujuan bau itu tercipta.

Ternyata tidak cuma saya (manusia)  yang peka terhadap geosmin ini, tapi juga banyak hewan dan serangga lainnya termasuk lalat, unta, dan lain-lain.

Bakteri yang bertanggung jawab atas bau ini ada dalam genus Streptomyces yang terkenal karena memproduksi sampingan kimia unik, yang membentuk dasar dari banyak senyawa pada antibiotik, antijamur dan antikanker.

Tetapi masing-masing senyawa unik ini hanya dibuat oleh sebagian kecil dari lebih 500 spesies yang diketahui dalam genus. Namun, 120 dari 122 spesies yang dipelajari para peneliti memiliki gen untuk menghasilkan geosmin.

Fakta menunjukkan bahwa bakteri membuat geosmin untuk memberi keuntungan tertentu pada mereka, karena kalau tidak mana mungkin mereka  membuatnya..

Geosmin yang menyertai spora bakteri ini, hadir dalam jumlah besar di tanah di seluruh dunia, para ahli menduga itu bisa menjadi sinyal bagi beberapa hewan atau serangga yang mungkin bisa membantu menyebarkan spora.

Untuk melihat makhluk apa yang tertarik pada aromanya, tim peneliti membuat beberapa jaringan perangkap lengket di hutan Alnarp, Swedia. Beberapa diberi umpan Streptomyces dan perangkap lainnya diberi sejenis tepung kedelai.

Dalam percobaan lapangan dan di laboratorium ini,  bau geosmin yang menyengat, dan senyawa lain yang disebut 2-methylisoborneol (2-MIB), yang dirilis oleh koloni Streptomyces ternyata menarik arthropoda kecil berkaki enam atau disebut springtails datang berbondong-bondong.

Para peneliti bahkan memasukkan elektroda ke 'antena' springtails. Karena 'antena' bergerak-gerak setiap kali bahan kimia tercium, para peneliti menyimpulkan bahwa springtails menyetel antenanya secara khusus mengarah ke geosmin dan 2-MIB.

Hasil penelitian menunjukkan organisme ini berevolusi bersama untuk membentuk hubungan simbiosis. Streptomyces menggunakan geosmin untuk 'membunyikan bel makan' bagi springtails yang lapar, yang memakan bakteri, dan sebagai balasannya arthropoda berkaki enam ini menyebarkan spora bakteri jauh dan luas.

Springtail menyebarkan spora yang telah mereka makan melalui kotoran mereka sementara yang menempel di tubuh mereka hanya mengelupas.

Jadi ini seperti analog burung yang memakan buah tanaman. Mereka mendapatkan makanan tetapi mereka juga mendistribusikan benih, yang bermanfaat bagi tanaman.

Ada juga bukti bahwa bakteri genus Streptomyces ini ternyata lebih suka springtail untuk menyampaikan spora mereka. Kenapa? Karena dari sekian banyak senyawa yang diproduksi oleh Streptomyces, banyak yang mematikan bagi jamur, serangga, dan nematoda.

Lain halnya dengan Springtails,  arthropoda ini terpisah dari keluarga serangga sekitar setengah miliar tahun yang lalu dan memiliki enzim yang mampu menghadapi banyak senyawa kimiawi Streptomyces.

Jadi, hewan primitif kecil ini memegang peranan penting dalam menyelesaikan siklus hidup Streptomyces, salah satu sumber antibiotik terpenting yang diketahui sains.

Para peneliti menulis bahwa hubungan simbiosis ini kemungkinan berusia ratusan juta tahun. Jadi, lain kali saat  mencium bau tanah setelah hujan, bawalah imajinasi kalian ke masa dinosaurus, karena bau yang sama itu sebetulnya sudah tercium sejak jaman purba kala.

Sumber : Nature Microbiology Journal, New Atlas, Popular Mechanics.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun