Pernahkah Kompasianer menghitung jumlah telur ayam yang kalian konsumsi dalam seminggu? Sebulan? Bahkan setahun? Apa yang Kompasianer lakukan terhadap kulitnya setelah memakan telur ayam tersebut? Apakah hanya terbuang sia-sia di tempat sampah? Pernahkah terpikir oleh Kompasianer kulit telur yang telah terbuang itu mungkin dapat berguna untuk penyembuhan?
Penggunaan kulit telur ayam yang mungkin sebagian Kompasianer ketahui selama ini barangkali hanya dalam batasan seperti untuk dekorasi, pupuk penyubur tanah atau fertilizer dan pembuatan keramik.
Namun tahukah kalian kalau akhir-akhir ini para peneliti di Universitas Massachusetts Lowell (UML) telah mengembangkan metode menggunakan partikel mikroskopis dari kulit telur yang dihancurkan untuk membantu menumbuhkan tulang baru.
Mereka berharap kulit telur akan lebih mudah diterima oleh tubuh karena sebagian besar terbuat dari kalsium karbonat, kandungan yang memang sudah ada pada tulang kita.
Kandungan inilah yang suatu hari nanti bisa digunakan untuk membantu memperbaiki tulang yang rusak itu baik karena kecelakaan, cacat lahir atau penyakit dan lain-lain.
Gulden Camci-Unal, seorang profesor teknik kimia di UML yang memimpin penelitian ini mengatakan adanya kebutuhan besar dalam mengembangkan bahan-bahan baru dan fungsional untuk memperbaiki serta meregenerasi tulang yang rusak. Di laboratorium mereka mengambil cara yang tidak konvensional. Mereka juga melihat yang ada di alam sekitar dan mencoba menggunakan apa yang bisa di gunakan.
Ada jutaan operasi cangkok tulang di seluruh dunia setiap tahunnya. Potongan tulang yang digunakan untuk pencangkokan mungkin berasal dari tubuh pasien sendiri atau dari tubuh orang yang sudah mati, bisa juga dari berbagai sintetis lainnya. Tetapi tidak semua pencangkokan tulang selalu berhasil. Kadang-kadang pencangkokan gagal menginduksi pembentukan tulang, atau mereka ditolak oleh tubuh.
Metode Camci-Unal, baru-baru ini dijelaskan dalam jurnal Biomaterials Science, melibatkan penggunaan partikel kulit telur yang dihancurkan untuk memperkuat hidrogel, jaringan polimer yang dapat menampung banyak air sambil mempertahankan strukturnya. Hidrogel itu sendiri lunak dan licin; kulit telur membantu memperkuat mereka. Bahan tersebut kemudian berfungsi sebagai perancah 3D untuk osteoblas, atau sel-sel tulang
Camci Unal berpendapat penggunaan kulit telur sangat menarik dalam kesederhanaannya. Disamping bukan sesuatu yang sintetis yang perlu direkayasa di laboratorium, kulit telur juga sudah tersedia dan biasanya dibuang sia-sia.
Jadi percobaan ini memang menggunakan pendekatakan lebih sederhana, yang dapat menguntungkan lingkungan dan ilmu biomedis.
Team Camci-Unal telah sukses dengan materi di laboratorium meskipun belum diuji pada hewan atau manusia. Langkah selanjutnya adalah memberikan survei kepada para dokter untuk lebih memahami kebutuhan pasien.
Pada dasarnya mereka berusaha memahami apa yang harus ditingkatkan agar materi tersebut dapat membantu manusia. Mereka juga telah mengajukan permohonan hak paten untuk materi tersebut dan terus mempelajarinya dengan melakukan pengujian lebih lanjut pada skala mikro dan nano agar lebih memahami cara kerjanya.
Profesor teknik biomedis Queens University di Ontario, Brian Amsden mengatakan dia banyak melihat para peneliti berupaya membuat tulang sintetis dari berbagai bahan diantaranya kalsium sulfat, kolagen sapi, bahkan sampai batu karang tetapi tidak pernah menggunakan bahan kulit telur.
Penemuan yang sangat inovatif ini di samping murah dan tersedia juga berpotensi membantu meniru komposisi tulang manusia lebih baik daripada bahan non-biologis.
Brian Amsden juga menambahkan adanya kebutuhan besar untuk bahan cangkok tulang sintetis. Tulang mayat bisa sulit ditemukan, dan kalau pencangkokan menggunakan tulang pasien sendiri harus dipanen terlebih dahulu lewat operasi invasif.
Dengan kata lain melalui proses panen kita harus merusak satu area dan itu berarti sekarang kita harus melakukan penyembuhan di dua tempat. Sintetik yang tersedia saat ini cenderung lebih lemah daripada tulang asli, terutama ketika pasien membungkuk atau berputar.
Camci-Unal berharap suatu hari bahan ini dapat dicampur dengan sel pasien sendiri dan diterapkan pada konstruksi 3D untuk tumbuh menjadi implan dengan bentuk dan ukuran yang benar.
Karena implan sudah memiliki sel pasien di dalamnya, kecil kemungkinannya akan ditolak oleh tubuh. Implan dapat memperbaiki tulang yang rusak karena kecelakaan mobil, pertempuran, penuaan, kanker atau sejumlah trauma serta cacat lahir lainnya. Bahan ini juga berpotensi digunakan untuk menumbuhkan tendon, tulang rawan dan gigi baru.
Jadi jika penemuan ini benar-benar berhasil, berfikirlah seribu kali sebelum membuang kulit telur ayam. Hey, siapa tahu Kompasianer dapat memanfaatkannya sebagai peluang business startup pemasok kulit telur untuk keperluan medis.
Sumber : Smithsonian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H