Suatu hari Sabtu saya menginap di rumah sahabat saya Christina, karena pada keesokan minggu malamnya kami akan bersama-sama menghadiri pesta perkawinan Tiana seorang kawan kami. Saat tiba di rumah Christina dia meminta agar mobil saya di parkir dalam garasinya, sedangkan dia sendiri memarkir mobilnya di luar karena garasi mobilnya memang hanya muat untuk satu mobil. Begitulah Christina, selalu memprioritaskan sahabatnya daripada dirinya sendiri.
Keesokan paginya, setelah sarapan Christina bercerita tentang week-end sale besar-besaran yang sedang berlangsung di mall dekat rumahnya. Seperti biasa, entah mengapa kata Sale selalu me-motivasi saya untuk pergi ke mall. Dengan kata lain saya tidak akan pernah ke mall kalau tidak melihat kata-kata Sale baik itu Big Sale, Super Sale, Weekend Sale, maupun Sale-Sale lainnya.
Sayangnya pagi itu Christina menolak ikut dengan saya, maklum si bungsu lagi kumat terus-terusan merengek dan untuk menghindari anaknya menciptakan 'scene' di mall, dia memutuskan tetap di rumah pagi itu. Akhirnya saya pun berangkat sendirian.
Ternyata tidak cuma saya yang termotivasi oleh kata Sale, tapi juga ratusan orang di daerah tempat tinggal Christina, terlihat dari lapangan parkir yang luas itu dipadati oleh mobil-mobil para pengunjung mall. Saya sempat berputar-putar tiga kali sebelum akhirnya mendapatkan tempat untuk parkir.
Bak orang yang kerasukan, saya 'kalap' berbelanja barang-barang yang di butuhkan maupun yang tidak di butuhkan. Begitu memang dampak negatif Sale bagi saya. Entah mengapa barang-barang yang tidak saya butuhkan seolah juga memanggil-manggil nama saya, memohon untuk dimiliki. Karena kata Sale jua lah yang membuat saya tidak sampai hati mengabaikan panggilan itu.
Walhasil saat keluar dari pintu mall, tangan kanan dan kiri saya penuh dengan tas-tas belanjaan. Tubuh saya yang petite untuk ukuran orang di kampung pakde Sam ini, seakan tertimbun dengan tas-tas belanja tersebut.
Setibanya di lapangan parkir, saya berjalan ke lokasi tempat saya memarkir mobil, tapi tidak melihat mobil saya disana. Saya berpikir mungkin lupa di mana sebetulnya saya memarkir mobil itu. Saya mencoba mengingat-ingat kembali. Bayangkan dengan tubuh 'tertimbun' belanjaan, saya mungkin sudah terlihat seperti tas belanja berjalan saat mondar-mandir di lapangan parkir mencari mobil. Setelah hampir lebih dari setengah jam berkeliling tanpa hasil, dengan kecewa saya berkesimpulan mobil saya hilang. Jantung saya seperti mau copot. Tapi saya berusaha tenang dan memikirkan langkah apa yang harus di ambil. Sambil berjalan menuju sebuah pohon rindang terdekat, saya kembali meyakinkan diri, everything is going to be ok.
Sesampainya di bawah pohon rindang, saya merasakan desiran angin bertiup seolah membantu menenangkan hati. Perlahan saya keluarkan smartphone dari dalam tas. Mulailah saya menghubungi 9-1-1
" 9-1-1 , what is your emergency?" Suara dispatcher 9-1-1 terdengar lembut tapi tegas.
" Saya mau melapor kehilangan mobil" jawab saya setengah menangis.
" Apa ciri-ciri mobil anda dan dimana anda berada sekarang?"
" Ford Taurus warna hijau, saya ada di parkir mobil sebelah barat PC Mall"
" Tetap ditempat saya akan kirim polisi kesana" Kata dispatcher 9-1-1 menyudahi percakapan.
Tangan saya yang masih bergetar kemudian menghubungi sahabat saya Christina.
" Kamu dimana? Lama sekali ke mall, ngeborong semua yang ada? Cepetan pulang! Kita harus sudah mulai siap-siap ke acara perkawinan Tiana!" Begitu ucapnya tanpa basa basi menyebut Hallo ke saya.
"Saya mungkin agak lama, karena sedang menunggu polisi datang!" Jawab saya sambil mengatur detak jantung yang masih deg-deg an.
"Hah? Nunggu polisi? Is everything ok?" Tanya Christina penuh keprihatinan.
"Mobil saya hilang, sudah berkeliling keliling lapangan mencari, tapi tidak ketemu dan saya sudah menelpon 9-1-1, mereka akan kirim polisi kesini untuk membuat laporan kehilangan" Jawab saya sambil berusaha untuk tenang.
"Hah? Apa maksudmu mobil hilang?" Christina seperti tidak percaya.
"Iya, mobil saya hilang ! Tidak ada di parkiran!" Saya mencoba meyakinkan Christina kalau saya tidak sedang bercanda. Maklum kami berdua memang jarang sekali menanggapi sesuatu dengan serius.
"Sebentar... jadi kamu sudah keliling-keliling cari mobilmu di parkiran dan tidak ketemu?" Tanyanya lagi.
"Iyaa, swear saya gag bercanda! Mobil saya gag ketemu! Hilang!" Jawab saya mulai kesal.
"Bhuahahahaha, dirimu lucu banget!" Terdengar deraian tawa Christina memekakkan telinga saya.
"Sahabat lagi ditimpa kemalangan, kok malah di ketawain?" Kata saya memelas.
"Widz, kamu cari mobilmu di parkiran sana sampai Armagedon tiba, gag bakalan ketemu! Karena mobil kamu kan ada di rumah saya, didalam garasi!" Ujarnya di sela-sela tawa.
Saya mencoba memproses apa yang dikatakan Christina dan sadar bahwa memang selama ini yang saya cari di parkiran adalah mobil saya, bukan mobil Christina. Saya lupa kalau tadi pagi Christina menyarankan untuk memakai mobilnya saja demi menghindari 'ribetnya' mengeluarkan mobil saya dari garasi.
"Bhuahahahahahaha" Saya pun akhirnya nimbrung ketawa bersama Christina, dan pada saat itu juga dari kejauhan saya melihat mobil Christina masih terparkir dengan manis.
" Ok, udah dulu ketawanya. Sekarang kamu harus telpon kembali 9-1-1, ceritakan kejadian sebenarnya agar mereka bisa membatalksn kedatangan polisi kesana" Begitu Christina menyarankan.
Tapi apa boleh buat, pada saat saya menelpon 9-1-1, polisi sudah sampai di area mall dan dispatcher 9-1-1 setengah menahan tawa menyarankan saya untuk menjelaskan langsung kepada polisi saat tiba nanti. Ah mereka memang selalu bertindak sangat cepat.
Malu saya semakin bertambah saat melihat polisi yang datang ternyata adalah salah satu customer saya. Walaupun pada akhirnya dia sempat tertawa setelah mendengarkan penjelasan dari saya.
Joke was on me that day. Salam ngakak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H