Selain itu, gejala lainnya adalah munculnya zat lain dalam air seni seperti hematuria atau sel darah merah, proteinuria atau protein, dan leukosituria atau sel darah putih. Jika umumnya air seni berwarna bening, air seni penderita gangguan ginjal cenderung kental dan terlihat mengandung zat-zat lain seperti yang disebutkan diatas.
Indikasi lain yang sering muncul secara fisik adalah mual dan muntah, hilangnya nafsu makan pada anak, sesak napas, lemah dan lesu, sakit perut, buang air kecil meningkat, dan adanya masalah pada mulut. Tak hanya itu, timbulnya gangguan tulang, kejang, kulit gatal, kram otot, hingga mati rasa patut diwaspadai segala gejala lain dari gangguan ginjal.
Untuk mengantisipasi hal ini, orang tua harus peka dan jeli dalam melihat gejala mungkin saja ada pada anaknya. Pasanlnya, banyak orang tua tidak peka yang baru membawa anaknya ke dokter saat gejalanya sudah parah. Menurut data dari RSCM, 22 persen penderita gangguan ginjal pada  anak baru dirujuk saat sudah stadium lanjut. Hal ini tentu berpengaruh pada biaya yang harus dikeluarkan terkait dengan penanganannya. Biaya pengobatan untuk gangguan ginjal kronis terbilang jauh lebih besar dibanding penyakit lain, yakni 7,6 kali lebih tinggi.
Selain mengamati gejalanya, deteksi dini juga bisa dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap penyakit ini. Eka menyebut, sejumlah anak yang memiliki faktor risiko sebaiknya rutin melakukan check up ke rumah sakit. Faktor risiko sendiri meliputi bayi yang air dengan berat badan rendah, dehidrasi, hipertensi, memiliki gagal ginjal akut, riwayat kelainan gagal ginjal, dan riwayat keluarga yang memiliki gangguan ginjal.
Untuk langkah pencegahan lebih lanjut, ada baiknya mulai menerapkan gaya hidup sehat dengan mencukupi asupan air putih, olahraga, serta menjaga tekanan darah dan kolesterol.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H