Kamu yang hobi kulineran mungkin tidak asing lagi dengan istilah mukbang. Sejatinya, budaya ini berasal dari Korea Selatan, namun banyak juga orang dari negara lain seperti Amerika dan Indonesia yang melakukannya. Kata mukbang merupakan gabungan dari kata 'mouk-da' yang artinya makan, dan 'bang-song' yang artinya siaran. Secara keseluruhan , mukbang diartikan sebagai acara makan yang disiarkan. Bikin ngiler, ya?
Nonton video mukbang merupakan salah satu kesenangan tersendiri bagi saya. Meski bikin perut selalu keroncongan yang berujung dengan gagalnya diet yang ditahan-tahan, saya tetap enjoy menonton setiap suapan dalam video mukbang di YouTube lengkap dengan backsound kunyahannya yang selalu sukses membuat saya menelan ludah berkali-kali.
Awalnya, saya mengenal mukbang karena tidak sengaja menonton video mukbang Yuka Kinoshita dari Jepang. Namun, sekarang ini saya lebih suka lihat mukbang orang Korea karena makanan-makanannya terlihat sangat merah dan lezat.Â
Kalau saya perhatikan, hampir semua orang Korea yang hobi mukbang malah memiliki badan yang ramping. Padahal, porsi makannya bisa 3 kali lipat dari porsi saya sekali makan.
Saya pernah mencoba menirunya dengan menyantap mie rebus 3 bungkus, dari yang biasanya hanya satu bungkus. Tapi ternyata saya tidak kuat, baru setengah porsi, perut rasanya sudah sangat penuh. Bagaimana mereka yang bisa menyantap hingga 10 bungkus mie ya?
Di negara asalnya, Korea, mukbang menjadi tren yang banyak ditiru oleh masyarakat. Meski pelaku mukbang umumnya memiliki badan langsing, hal itu nyatanya tak terjadi merata pada semua orang. Artinya, kegiatan makan banyak seperti mukbang tersebut bisa berdampak pada berat badan orang lain juga, mengingat genetis tubuh setiap orang berbeda-beda.
Karena hal ini lah, mukbang dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tingkat obesitas di Korea Selatan. Melansir CNNIndonesia, pemerintah Korea Selatan akan mulai membuat aturan baru mengenai mukbang sebagai upaya untuk mengendalikan angka obesitas yang terus meningkat. Aturan mukbang tersebut merupakan bagian dari program antiobesitas di Korea Selatan lantaran angka obesitas di negara ginseng ini meningkat selama 20 tahun terakhir.
Pada 2019, Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea akan mengembangkan panduan untuk acara kuliner, baik TV, maupun video YouTube dengan membangun sistem monitoring. Hal ini tak ayal membuat banyak pelakon mukbang yang merasa keberatan. Youtuber mukbang, Kim Jungbum juga berpendapat bahwa aturan tersebut tak berpengaruh pada penurunan tingkat obesitas. Ia juga menambahkan bahwa setiap orang memiliki kapasitas yang berbeda mengenai porsi makanan dan harus mengontrol kesehatannya sendiri.
Di sisi lain, tak sedikit juga yang mendukung rencana pemerintah ini. Salah satunya adalah Song, seorang ibu yang anaknya mencoba makan sebanyak mungkin demi meniru pelakon mukbang yang ditontonnya. Padahal, sejatinya mukbang malah meningkatkan budaya tradisi makan bersama ala Korea yang mulai mati lantaran meningkatnya jumlah rumah tangga beranggotakan satu orang. Adanya mukbang membuat orang mulai punya keinginan untuk makan bersama orang lain. Selain itu, mukbang juga dianggap dapat memberikan kesempatan orang untuk makan bersama secara virtual.
Namun, tingkat obesitas yang membuat pemerintah Korea khawatir malah menularkan imbasnya pada kegiatan mukbang ini. Bisa jadi ada benarnya, mengingat penonton mukbang tak terbatas usia. Kasus yang dialami Song membuktikan bahwa mukbang memberikan pengaruh imitatif kepada penonton anak-anak. Â Jika tak paham betul dengan takaran porsi makanannya, anak-anak hanya akan berusaha meniru tanpa paham dampak yang terjadi pada tubuhnya. Jangankan anak-anak, saya yang sudah umur segini saja tergoda untuk meniru kegiatan tersebut.
Perihal masalah meniru dan mengikuti, sebenarnya tidak terlalu jadi persoalan lantaran kegiatan makan bukanlah kegiatan yang berbahaya. Apalagi banyak juga pelakon mukbang yang membuktikan bahwa makan banyak tidak berpengaruh pada berat badannya. Tentu saja itu adalah anugerah. Namun, saya yakin, seseorang tentu akan lebih cerdas menentukan kebutuhan tubuhnya sendiri. Jika dirasa tubuhnya tidak mampu menampung makanan dengan porsi sebesar yang dimakan pelakon mukbang, tentu ia tidak akan melanjutkan kegiatan tersebut.
Terlepas dari itu semua, mukbang tetap menjadi hiburan yang menyenangkan buat saya meski tidak semua orang menyukainya. Tak perlu terlalu serius karena ini hanya perkara hobi dan hiburan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H