Imam mengaku menghargai prinsip dan keputusan Miftah. Ia berharap IJF bisa membuat terobosan regulasi yang lebih fleksibel mengingat cabang olahraga lain seperti taekwondo, pencak silat, karate, dan wushu sudah menerapkan hal ini.
Mengibarkan bendera merah putih di tiang tertinggi dalam sebuah kejuaraan tentu menjadi impian semua atlet, begitu juga Miftahul Jannah. Tak terhitung berapa banyak waktu dan peluh yang tercurah saat latihan untuk tampil maksimal saat ajang digelar.Â
Butuh suatu keberanian dalam menentukan keputusan saat dihadapkan dalam 2 pilihan dengan kadar kesulitan yang sama besar. Dan Miftah telah mengambil keputusannya.Â
Dia mungkin tak bisa menjadi yang terbaik dihadapan seluruh masyarakat Indonesia beserta kedua orang tuanya yang menyaksikan dari tribune penonton, namun dia memilih untuk menjadi yang terbaik di hadapan Tuhannya.
Jika permasalahannya terletak pada jilbab yang dianggap bisa membahayakan peserta, mengapa tidak menyediakan jilbab yang didesain khusus untuk pertandingan bela diri? Dengan demikian, regulasi tetap bisa ditaati dan atlet juga akan nyaman saat bertanding dengan persiapan keselamatan yang memadai, tanpa harus melepaskan apa yang sudah dipercayai.
Olahraga bukan hanya tentang mengalahkan lawan, namun juga mengalahkan ego dalam diri. Olahraga bukan hanya tentang menjadi pemenang, namun juga saling menghargai prinsip dari semua orang yang terlibat di dalamnya.Â
Olahraga bukan hanya tentang peraturan yang tak boleh dilanggar, namun juga tentang memecahkan persoalan agar jangan sampai merenggut kesempatan seseorang. Jika kamu berada di posisi Mifathul Jannah, apa yang akan kamu lakukan? Menaati regulasi atau mempertahankan prinsip diri?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H