Mohon tunggu...
Widi Wahyuning Tyas
Widi Wahyuning Tyas Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis kadang sama menyenangkannya dengan nonton mukbang.

Hidup terasa ringan selama masih ada sayur bayam, tempe goreng, dan sedikit sambal terasi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bunuh Diri? Berani Sekali...

5 Oktober 2018   13:34 Diperbarui: 5 Oktober 2018   13:48 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Life without problem isn't normal, setuju? Hidup dan masalah ibarat tv dan remot. Tak terpisahkan! Sering kali kita terjebak dalam suatu masalah dan bingung untuk menyelesaikannya. Tak mengapa, itu lah hidup. Semakin dewasa seseorang, maka akan semakin mampu menyelesaikan masalah dengan baik.

Setiap orang memiliki porsi masalahnya masing-masing. Anak kecil memiliki masalah saat mainannya hilang setelah dipinjam teman, murid SD memiliki masalah saat mengerjakan PR, murid SMA memiliki masalah soal percintaan, wanita karier memiliki masalah dengan pekerjaan dan tagihan, bahkan selebriti yang terlihat memiliki kehidupan sempurna pun memiliki masalah. Problem is the part of life, dude. 

Setiap masalah yang berhasil diatasi akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih dewasa. Tapi, ada kalanya masalah yang tak kunjung rampung mendorong seseorang ke tepi jurang keputus asaan. Ini lah yang menjadi pemicu seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Saat masalah demi masalah datang tanpa adanya penyelesaian, bunuh diri menjadi senjata akhir untuk menghentikan semuanya.

Saya teringat salah seorang tetangga saya yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Usai terlilit hutang dan diselingkuhi istrinya, ia ditemukan menggantung di ruang tengah rumahnya setelah 3 hari meninggal. Miris. Saya pun tak bisa membayangkan jika berada di posisinya. Beban dan masalah hidup pada akhirnya mampu menguasai akal sehatnya.

Memang rasanya tidak etis membicarakan orang yang telah meninggal, tapi saya akan memberikan contoh lain. Tahun lalu, seorang mahasiswi nekat mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai 5 hotel. Diketahui motif peristiwa ini karena ia tengah hamil. Memprihatinkan. 

Saya jadi berpikir mungkin saja dia sangat ketakutan dan tidak siap menghadapi wajah penuh amarah dan kekecewaan orang tuanya saat memberitahukan kehamilannya.

Ironis. Saat banyak orang sakit yang berjuang untuk tetap hidup, mereka yang memiliki fisik sehat malah sengaja mengakhiri hidupnya dengan sia-sia. Rasanya tak pantas jika saya menyalahkannya karena memang tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisi tersebut.

Kasus bunuh diri bisa terjadi pada siapa saja, namun faktanya, wanita dan pengidap bipolar menjadi pihak yang paling sering berupaya melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini dibenarkan oleh Nurmiati Amir, spesialis kesehatan jiwa Departemen Kesehatan Jiwa FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo seperti yang dikutip dari CNNIndonesia, yang menyatakan bahwa depresi lebih sering dialami oleh wanita. Hormon menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Perubahan hormon yang terjadi saat menstruasi setiap bulannya memungkinkan timbulnya depresi. Selain itu, saat hamil, setelah melahirkan, dan menjelang menopause, wanita selalu mengalami perubahan hormon. Kondisi ini yang menjadikan perempuan berpeluang lebih besar untuk bunuh diri dan berpikir tentang kematian.

Meski demikian, yang paling sukses melakukan tindakan bunuh diri adalah laki-laki karena laki-laki lebih berani untuk melakukannya. Nurmiati juga menambahkan bila berdasarkan cara dan proses bunuh diri yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki, perempuan lebih mungkin diselamatkan.  Umumnya, laki-laki yang ingin bunuh diri melakukan tindakan yang lebih ekstrim karena keberaniannya.

Mengenai penyebab timbulnya keinginan bunuh diri, spesialis kesehatan jiwa yang kerap menangani kasus bunuh diri ini menjelaskan bahwa penyebabnya adalah terjadinya penurunan yang drastis pada hormon serotonin di otak.

 Hormon ini membawa perasaan nyaman dan bahagia. Jika hormon serotonin menurun, maka hormon stres akan meningkat dan menekan serotonin. Maka dari itu, orang yang memiliki gangguan bipolar atau yang tengah mengalami depresi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat karena memang obat itu lah yang bisa meningkatkan hormon serotonin.

Fakta lainnya, orang yang memiliki keinginan untuk bunuh diri sering merasa mendengar suara asing yang menyuruh mereka untuk mengakhiri  hidupnya. Ini lah yang dinamakan halusinasi. Halusinasi sendiri terjadi karena otak mengalami gangguan akibat menurunnya hormon serotonin tadi.

Pada pengidap bipolar, rasa depresi biasa sangat mungkin untuk menjadi luar biasa karena minimnya toleransi stres yang dimiliki. Ini lah yang membuat pengidap bipolar lebih rentang untuk melakukan tindakan bunuh diri. 

Nurmiati menambahkan bahwa gangguan bipolar (GB) digolongkan menjadi dua jenis, yaitu GB I dengan kombinasi mania dan depresi, yang lebih sering terjadi pada pria, serta GB II yang merupakan  kombinasi depresi dengan sedikit mania atau hipomania.

Inilah yang sering terjadi pada wanita dengan prevalensi lebih besar dari GB pertama. Perasaan sedikit bertenaga dari hipomania ini lah yang mengontrol tubuh untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Bunuh diri bukan sesuatu yang boleh dicemooh. Ada banyak hal yang mendasari tindakan ini. Selain masalah yang menumpuk, kurangnya dukungan dari orang sekitar juga bisa menjadi pemicu seseorang melakukan bunuh diri. 

Ada sepotong rasa takjub dalam hati saya pada orang-orang yang bunuh diri. Meskipun salah, mereka berani. Sangat berani. Semua upaya percobaan bunuh diri seperti mengiris nadi, minum racun, terjun dari balkon gedung, maupun gantung diri, semuanya menyeramkan. Untuk itu, jangan pernah coba-coba untuk melakukan hal ini. Karena hidup terlalu berharga untuk berakhir di tangan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun