Mohon tunggu...
Widi The Great Gubernur Roma
Widi The Great Gubernur Roma Mohon Tunggu... -

Seorang laki-laki yang memiliki tingkat keasalahan 0,000001% dan Seorang yang memiliki gelar The Great.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fakta!!! Perwira Nazi Yang Menjadi Muallaf!!!

4 Desember 2010   19:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:01 2322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ACHTUNG!!! ACHTUNG!!! Jika sebelumnya saya pernah menulis tentang hubungan Islam, Yahudi dan NAZI, kali ini saya akan menulis tentang pandangan Adolf Hitler dan perwira-perwira NAZI mengenai Islam. Bahkan dalam pasukan NAZI terdapat hampir sekitar 60.000 ribu orang muslim. Lalu sebenarnya apa yang melatar belakangi kerja sama muslim dengan NAZI? Berikut rangkuman yang saya ambil dari salah satu blog wajib diikuti dan keren: http://alifrafikkhan.blogspot.com. Saya ambil dari blog http://alifrafikkhan.blogspot.com saya jamin anda akan puas dengan sejarah NAZI Jerman dan bangsa Yahudi.

Banyaknya bangsa Arab dan Muslim yang membela sekutu pada perang dunia pertama merasa telah dikhianati oleh janji-janji manis sekutu mengenai kemerdekaan dan hak-hak mereka (bahkan sampai sekarang pihak barat/sekutu masih membodohi masyarakat muslim). Sedangkan Jerman adalah pihak yang kalah pada perang dunia pertama. Intinya: Mereka memiliki musuh yang sama dengan latar belakang yang berbeda.

November 1938 sebuah surat kabar bernama Die Welt, dengan merujuk pada artikel yang muncul di Der Arbeitsmann, menulis sebagai berikut: "Inti utama dari artikel tersebut adalah pujian akan konsep Islam tentang takdir, sebagai sebuah contoh komperehensif akan ide-ide tentang nasib yang akan datang. Hal ini sekaligus pula bertentangan dengan konsep-konsep yang diyakini oleh doktrin Kekristenan yang selama ini berlaku." Di pihak lain, dengan merujuk pada mingguan Berlin Fridericus, sebuah majalah Prancis menulis bahwa "jumlah orang-orang yang masuk Islam yang semakin meningkat sampai saat ini tak pernah menimbulkan masalah berarti di Jerman."

Fridericus mengklaim bahwa hal ini disebabkan oleh konsep Islam yang "memproklamasikan prinsip-prinsip vital dari etika yang sudah terbina, sehingga sangat mungkin untuk dikonfirmasikan." Dengan mengharmonisasikan ide-ide keadilan dan pengampunan, Islam telah membuat "banyak orang-orang Nordik yang merasa tertarik dengan ajaran-ajaran pembebasan dan keseteraan yang dikemukakannya."

Der Welt menyimpulkan laporannya: "Orang-orang Austria yang bergabung kembali dengan Reich mendapati bahwa di ibukota yang baru kini berkembang penelitian dan minat yang besar akan agama Muhammad, sehingga kita bisa melihat bertambahnya orang-orang lokal yang memproklamirkan diri sebagai pengikutnya (seperti tercatat di laporan resmi pemerintah). Di pihak lain, propaganda-propaganda terencana yang mendukung ditinggalkannya ajaran-ajaran Gereja Kristen malah semakin berkembang." (dikutip dari buku "Nazisme et Islam" karya Omar Amin Mufti).

Dalam Perang Dunia II, Jerman berperang melawan negara-negara yang selama ini kita kenal sebagai negara penjajah bangsa-bangsa Muslim seperti Inggris, Prancis, Rusia dan Belanda. Hal inilah yang menyebabkan jutaan orang Islam di seluruh dunia mendukung Hitler dan mendaftarkan diri sebagai sukarelawan di ketentaraannya. Sebagian terbesar dari mereka adalah orang-orang Bosnia, Albania, Chechnya, Tatar, dan bangsa-bangsa lainnya yang berada di bawah tirani komunis Soviet. Jangan lupakan pula unit-unit yang terdiri dari para anggota perlawanan Arab (Freies Arabien).

Muhammad Amin al-Husseini, Mufti Besar al-Quds (Jerusalem), memimpin perlawanan Palestina melawan Yahudi dan Inggris dari pembuangannya di Berlin, dan mantan Perdana Menteri Irak Rashid Ali al-Gailani juga memimpin perlawanan bangsanya dalam melawan imperialisme Inggris dari ibukota Jerman tersebut. Terdapat pula grup-grup pelopor dari jurnalis Arab, penulis, dan aktivis yang berjuang demi kemerdekaan negara mereka masing-masing dari pengasingan mereka di Jerman.

Dan sekarang saya ingin bertanya: Kita dijajah selama ratusan tahun oleh Belanda, dan kemudian Belanda sendiri diperangi oleh Hitler, lalu mengapa sekarang kita berkaok-kaok menghujat Nazi dan segala sesuatu tentangnya dengan "berpedoman" pada propaganda karbitan yang kita telan mentah-mentah? Apakah dalam sejarahnya Nazi Jerman pernah menjajah Indonesia? Apakah dalam sejarahnya Nazi Jerman begitu berlumuran darah orang-orang Muslim? Jawabannya adalah: WADON BAE BLE'E-BLE'E (baca: TIDAK!)

Kembali kepada kisah tentang Al-Husseini. Banyaknya tokoh-tokoh Muslim yang bermukim di Jerman telah memberikan kesempatan yang sempurna bagi orang-orang bule tersebut untuk menjalin kontak dengan orang Islam sekaligus mempelajari ajarannya. Salah satu dari mereka adalah SS-Standartenführer Wilhelm Hintersatz (1886-1963), seorang Austria yang menjadi mualaf dan mengadopsi nama Haroun al-Rashid Bey. Dia mengepalai unit Osttürkischen Waffen-Verbände der SS yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang Uzbek dan Tatar Volga, dan telah membuktikan kemampuan mereka dalam pertempuran di front Polandia (Ataullah Bogdan Kopanski, "Muslims and the Reich," Barnes Review, September-October, 2003, halaman 30-31)

kebangkitan Jerman sebagai negara superpower dan pendirian divisi-divisi Islam. Semua ini telah menyediakan sebab bagi kebijakan-kebijakan Hitler yang sangat pro-Muslim. Hambatan utama terletak dari diplomat-diplomat tua yang lebih memilih kebijakan konservatif demi menenangkan kekuatan-kekuatan dunia saat itu dan tidak mengancam keseimbangan kekuatan yang ada. Tapi disana terdapat pula elemen-elemen muda dalam tubuh Kementerian Luar Negeri Jerman yang ingin mengambil keuntungan dari perjuangan anti-kolonialisme yang digalakkan negara-negara terjajah sehingga mereka mendukung adanya kebijakan pro-Arab dalam melawan Zionisme yang didukung oleh imperialis Barat. Tentu saja hal ini sangat klop dengan arah kebijakan yang diambil Hitler saat itu.

Para pendukung Arab ini di antaranya adalah Dr. Fritz Grobba, seorang veteran di Kementerian Luar Negeri dari tahun 1924 yang kemudian bertugas sebagai Duta Besar Jerman di Irak dan Arab Saudi. Dia merupakan seorang pengagum kebudayaan Islam yang dijuluki "Lawrence of Arabia-nya Jerman" dan menjadi teman dekat dari al-Husseini. Setelah Perang Dunia II usai, Grobba memeluk agama Islam dan menjadi penghubung politik antara pemimpin Mesir Gamal Abdel Nasser dengan pihak Jerman dan Soviet (Kevin Coogan, Dreamer of the Day: Francis Parker Yockey and the Postwar Fascist International, New York: Autonomedia, 1999, halaman 383).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun