Mohon tunggu...
WidiSyah
WidiSyah Mohon Tunggu... Insinyur - Penikmat Aksara

I Am Not Special, I just Limited Edition

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Payung Itu Tak Lagi Terbuka

5 Desember 2019   10:19 Diperbarui: 5 Desember 2019   10:26 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang pernah ke Kabupaten Barru? Salah satu kabupaten yang dijuluki Kota Lurus. Mengapa? Sangat jarang menjumpai kelokan pada jalan provinsi yang membelah kota ini.

Barru adalah salah satu nama kabupaten di Indonesia bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan Kotamadya Makassar, Barru sendiri terletak sebelah utara Makassar 70 KM, sebelah utara Barru berbatasan dengan Kotamadya Pare-Pare, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Soppeng dan Kab. Bone. Sehingga jika diperhatikan secara geografis letaknya sangat strategis dalam peningkatan perekonomian. Barru terdiri dari daratan; sawah, kebun, gunung, hutan, empang, padang rumput, gunung bebatuan. Lautan ; sebagai tempat pencaharian masyarakat pesisir. Masyarakat Barru bersuku Bugis dan merupakan tempat sejarah suku bugis pada awalnya selain daerah lainnya. (http://barrukab.go.id/profil/selayang-pandang/ )

Salah satu hal yang unik dari Kabupaten ini adalah saat melintas melalui pusat kota, maka akan terlihat di tengah jalan sebuah bangunan berwarna putih yang berdiri menjulang ditengah perempatan jalan, bagi masyarakat yang sering melintas di Kota Barru pasti sudah tidak asing lagi dengan bagunan kokoh ini, inilah Tugu Payung Kabupaten Barru, tugu ini seolah-olah mengawasi dan memperhatikan segala aktivitas di sekitarnya, di atasnya terdapat simbol empat payung yang sedang tertutup berwarna keemasan. Ya, tugu ini memang sudah berdiri sejak lama, tugu ini sudah menjadi saks bisu perjalanan panjang Kabupaten Barru.

Di kalangan beberapa masyarakat, sering timbul pertanyaan, mengapa mesti payung? Mengapa jumlahnya empat? Mengapa payungnya tertutup? Sekilas itulah beberapa pertanyaan yang sering dipikirkan atau diucapkan orang dari luar Barru kepada masyarakat Barru itu sendiri.

Dalam budaya kerajaan Jawa, payung dikenal sebagai 'songsong'. Lingkungan priayi menobatkan payung sebagai penanda seberapa tinggi jabatan mereka dalam struktur pemerintahan sehingga penggunaannya pun diatur.

Sementara di Sulawesi pada masa feodal, payung juga memiliki makna yang hampir sama di kerajaan Jawa. Beberapa kerajaan di Sulawesi menjadikan payung sebagai simbol kerajaan, salah satunya adalah Kerajaan Luwu, simbol kerajaan luwu sendiri berupa payung berwarna putih, bahkan beberapa penguasa atau raja Luwu digelari 'Pajung' yang secara harfiah memiliki makna payung dalam bahasa Bugis.

Beberapa kerajaan lain yang pernah menjadikan payung sebagai simbol kerajaan adalah beberapa deretan kerajaan yang kini sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Barru, kerajaan tersebut antara lain Kerajaan Tanete, Berru, Soppeng Riaja, dan Mallusetasi. Selain menggunakan payung sebagai simbol, kerajaan-kerajaan ini juga memiliki beberapa benda yang dijadikan pusaka atau simbol kerajaan seperti Sembangeng (selempang kerajaan), Beberapa benda pusaka (arajang; Bugis, kalompoang; Makassar), dan ada pula bendera kerajaan. Bendera kerajaan Tanete disebut Bate Bolongnge, dan bendera kerajaan Berru disebut Bate Lasarewo. 

Yang paling menarik dari keempat raja ini adalah Raja Tanete yang bernama Siti Aisyah We Tenriolle. Ia adalah tokoh emansipasi wanita yang berasal dari suku Bugis di Tanete. Selain menguasai Kerajaan Tanete, Siti Aisyah We Tenriolle juga menguasai Kerajaan Bugis. Berkat kontribusi Siti Aisyah We Tenriolle dalam menerjemahkan mahakarya epos La Galigo dari bahasa Bugis kuno ke bahasa Bugis umum, Tanete memperoleh popularitas hingga samudra dan benua Eropa. Bahkan Festival budaya dan seminar internasional La Galigo yang diadakan di Barru gaungnya mendunia, sejumlah pencinta I La Galigo dari belahan dunia hadir. Tak terkecuali peminat budaya se-Nusantara.

Kenapa Barru dipilih sebagai tempat penyelenggaraan pertama? Menjadi pertanyaan banyak pihak ketika itu, ternyata bukan tanpa alasan, jasa Colli Pujie Arung Pancana Toa bersama Siti Aisyah mengumpulkan dan menulis kembali naskah La Galigo menjadi salah satu dasar pertimbangan sehingga Kabupaten Barru dipilih sebagai tempat untuk dilaksanakannya festival I La Galigo.

Penggunaan payung sebagai atribut kerajaan di Barru memang sangat penting, hanya raja atau bangsawan lah yang berhak dipayungi, payung ini menjadi pembeda antara Ata (masyarakat biasa) dengan Arung (raja atau bangsawan). Di setiap singgasana raja selalu terdapat payung, ketika raja berkunjung ke suatu tempat juga selalu diiringi oleh si pembawa payung. Pada beberapa foto pembesar kerajaan-kerajaan di Barru berikut ini selalu membawa payung sebagai simbol kerajaan. 

Pada zaman revolusi, payung tidak lagi dianggap sebagai lambang kebangsawanan. Kaum bangsawan harus disamakan stratanya dengan rakyat. Hingga pada tahun 1960 akhirnya kerajaan-kerajaan yang ada di Barru dihapuskan kemudian dibentuklah Kabupaten Barru yang wilayahnya meliputi seluruh bekas wilayah empat kerajaan sebelumnnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun