Terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur izin poligami bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pempov Jakarta menuai kontroversi. Rata-rata netizen langsung bereaksi sinis dan keras karena gagal paham membaca judul-judul yang kesannya hanya menekankan pada kalimat "ASN boleh poligami".
Padahal kata "boleh" belum tentu berarti "bisa". Ibaratnya setiap orang boleh masuk perguruan tinggi negeri, tapi belum tentu semua orang bisa diterima dan kuliah di sana, ada syarat-syarat ketat yang tidak semua orang bisa penuhi.
Nah, sebelum memunculkan prasangka dan reaksi yang salah terhadap artikel ini, saya akan langsung lompat ke bagian kenapa soal beginian harus diatur-atur juga oleh pemerintah.
Singkat cerita, ada seorang PNS tua yang sudah menderita sakit parah di penghujung masa pensiunnya. Ketika ia benar-benar memasuki usia harus pensiun, SK yang diterimanya justru menimbulkan masalah baru.
Tiba-tiba saja ada perempuan datang ke kantor pensiunan itu dan mengaku sebagai istri yang sah saat itu. Dia protes kenapa nama istri tua yang sudah lama diabaikan justru dicantumkan pada SK pensiun "suaminya" itu. Sedangkan dirinya justru tidak bisa menunjukkan bukti sebagai istri yang sah.
Pada SK pensiun PNS memang wajib tertulis nama istri dan anak-anak yang masih jadi tanggungan. Nantinya daftar nama keluarga itulah yang berhak menerima tunjangan pensiun ketika sang suami meninggal, meskipun jumlahnya menyusut sekian persen dibandingkan ketika si penerima pensiun masih hidup.
Tentu pihak instansi tersebut tidak serta merta bisa mengabulkan permintaan perubahan nama istri yang tercantum dalam SK pensiun. Pasalnya, pada saat aktif, PNS itu tidak pernah melaporkan pernikahan kedua kalinya atau bahkan melaporkan perceraian apabila memang benar-benar telah cerai dengan istri pertama.
Sedangkan istri pertama pun kekeuh bahwa mereka belum pernah cerai secara resmi dan juga menuntut bahwa dirinyalah yang berhak tercantum di dalam SK tersebut sebagai pewaris andai si suami tutup usia.
Cerita seperti itu nyatanya kerap terjadi di banyak instansi pemerintah, dan bagian yang mengelola kepegawaian seringkali dihadapkan pada kasus semacam itu. Akibat ulah oknum PNS yang poligami diam-diam, menelantarkan istri, dan kawin cerai tanpa sepengetahuan atasan atau pejabat yang berwenang.
Maka ketika sekarang heboh dengan terbitnya Pergub Jakarta Nomor 2 Tahun 2025, sebenarnya maksud dan tujuan peraturan tersebut cukup baik untuk memperketat agar ASN tidak sembarangan melakukan poligami.
Sebelum ada Pergub itupun, bagi PNS di Indonesia sudah terikat dengan aturan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Pada Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 45 Tahun 1990 disebutkan bahwa PNS pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Izin tersebut diajukan melalui keterangan tertulis yang memuat alasan-alasan poligami.
Nah, rupanya Pemprov Jakarta merasa perlu menambah persyaratan agar semakin sulit ASN di bawahnya melakukan poligami. Alasan poligami yang diajukan harus lebih spesifik lagi yaitu:
- istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
- istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
- istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.
Sudah jelas makanya jika ada ASN Jakarta yang hendak poligami karena alasan "pengen nambah" atau alasan lain di luar ketiga alasan itu, sudah pasti harus ditolak.
Selain itu, syarat-syarat lainnya juga tak kalah beratnya, yaitu:
- Mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;
- Mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;
- Sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;
- Tidak mengganggu tugas kedinasan; dan
- Memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Meskipun demikian negative thinking masyarakat umum pasti selalu ada. Bahkan sudah ada netizen yang menganggap bahwa semua persyaratan itu bisa dipalsukan atau diakali dengan kongkalikong.
Terus maunya gimana? Lepas saja? Nggak usah diatur-atur?
Ya kali persyaratan untuk memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang bisa dimiliki oleh ASN pria tanpa proses memanggil istri pertama atau istri sah di hadapan pengadilan?
Yeah, yang harus kita pahami dengan kepala dingin dan tanpa prasangka adalah jika ada istri sah atau istri pertama yang dikelabui oleh suaminya yang ASN dan diam-diam menikah lagi, maka ia bisa menuntut secara hukum atas kelakuan suaminya itu.
Dan kembali lagi ke cerita di atas, sebagian besar PNS itu pasti berharap memiliki tunjangan pensiun yang lancar di masa tua. Tentu saja, jika nekat poligami tanpa izin instansi, risikonya bakal muncul "huru-hara" rebutan tunjangan pensiun di antara yang merasa sebagai istri sah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H