Datanglah ke Bandung, singgahlah ke Jalan Braga dan temukan suasana romantis di sana. Ungkapan seperti itu pernah saya dengar dan setidaknya turut membuat saya menyimpulkan bahwa wajah utama Bandung di mata wisatawan adalah Jalan Braga.
Maka ketika pekan lalu saya mengayunkan langkah menyusuri Jalan Braga, ada harapan membuncah bahwa saya akan merasakan atmosfer yang Bandung banget, adem, dan sebagai tempat healing yang paripurna.
Kawasan Braga memang masih menawarkan daya magis. Sepanjang jalan dari Gedung LKBN Antara yang legendaris hingga perempatan Jalan Perintis Kemerdekaan, menawarkan nuansa vintage yang telah melebur dengan arus modernitas dan komersialisme.
Gedung-gedung art deco bergaya Eropa, masih terawat dan difungsikan dengan baik, Tak lekang dilindas zaman, dan bahkan nuansa eksotisnya dinanti sebagai latar berfoto.
Kalau boleh jujur, sepanjang Jalan Braga telah menjelma menjadi semacam magnet penyedot uang di dompet maupun saldo di rekening pengunjung.
Berderet sepanjang Jalan Braga, simbol-simbol komersialisme yang tersaji dalam bentuk kafe, resto, toko roti, es krim, hingga photo booth.
Tak ada salahnya juga jika pengunjung atau wisatawan datang ke Braga dan mencicipi kopi, ngemil roti atau sekedar menikmati es krim dengan nuansa yang berbeda dengan tempat lainnya. Justru itulah daya tarik Jalan Braga, tak lengkap nongkrong tanpa ngobrol dan mengunyah.