Cemilan yang terbilang paling favorit di sini adalah bihun goreng dan capjae jawa. Ibu penjualnya baru buka lapak mulai jam 8 pagi, dan sebelum buka pun sudah banyak pengunjung yang antre untuk membeli.
Apa itu capjae jawa? Jika cap cay pada umumnya dihuni sayuran, maka capjae jawa berintikan tepung goreng lembut yang diiris-iris. Bagi saya tentu nostalgia karena emak dulu sering memasak capjae jawa.
Sebungkus capjae jawa atau bihun goreng, atau bahkan kombinasi keduanya, dihargai cukup murah, lima ribu rupiah saja. Ditambah sambal yang pedasnya wow, jajanan ini memang wajar jika selalu membuat orang-orang rela mengantre.
Menyusuri lorong-lorong di teras Pasar Kranggan, sangat dimaklumi jika langkah kita bakal selalu tersendat dan mata kita seolah tertambat ke aneka jajanan dan minuman yang menggoda.
Saya bahkan sudah sempat minum jamu tradisional yang dijajakan seorang ibu dengan sepeda tuanya, tapi lima menit kemudian seolah mulut ini tak bisa dikontrol karena tiba-tiba memesan es dawet yang menggiurkan.
Adapun tentengan di tangan saya sudah ada sebungkus kerupuk karak seharga sepuluh ribu dari nenek tua yang begitu ramah. Ada pula lima biji tahu gembus bacem dan tahu bacem biasa yang bakal menjadi buah tangan saya saat pulang ke rumah. Juga tak ketinggalan roti isi pisang seharga seribu rupiah per bijinya. Roti jadul yang turut pula memantik memori masa kecil saya.