Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belanda Menapak Jejak Sejarah di Jerman Barat

3 Juli 2024   13:32 Diperbarui: 3 Juli 2024   13:36 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruud Gullit mengangkat Piala Eropa 1988 (sumber: athlet.org)

Kembali ke tahun 1988, trio legendaris Frank Rijkaard, Ruud Gullit, dan Marco Van Basten berhasil membawa Belanda mengangkat Piala Eropa setelah meluluhlantakkan Uni Soviet 2-0 di laga final. Euro 1988 yang dihelat di Jerman Barat itu menjadi satu-satunya gelar mayor yang berhasil direngkuh De Oranje.

Tahun 1988 kala itu, artinya punggawa senior Belanda era sekarang macam Virgil van Dijk dan Memphis Depay bahkan belum lahir ke dunia.

Saat itu saya masih bocah ingusan tentu saja, tapi masih ingat betul orang-orang membicarakan kehebatan Van Basten hingga gaya rambut gimbal Ruud Gullit.

Anak-anak kecil saat itu kerap bermain peran sebagai Van Basten atau Gullit saat bermain bola plastik di tanah lapang.

Koran, majalah hingga tabloid, kerap dihiasi wajah mereka, dan yang paling ikonik tentu saja wajah sumringah Gullit saat mengangkat Piala Eropa.

Ruud Gullit mengangkat Piala Eropa 1988 (sumber: athlet.org)
Ruud Gullit mengangkat Piala Eropa 1988 (sumber: athlet.org)

36 tahun berlalu, negara Jerman Barat dan Uni Soviet bahkan sudah tiada. Tapi hampir mirip dengan saat itu, kali ini Euro atau Piala Eropa 2024 juga digelar di wilayah Jerman.

Ronald Koeman kembali bersama pasukan Belanda. Jika dulu di Euro 1988 Koeman adalah palang pintu di lini belakang yang dikenal dengan tendangan geledek, kali ini Koeman adalah nahkoda De Oranje.

Namun, Belanda sekarang bukanlah Belanda di masa lalu yang dikenal dengan gaya permainan total football. Gaya menyerang dari segala lini yang butuh fisik kuat karena determinasi hampir sepanjang pertandingan.

Belanda era Koeman saat ini lebih pragmatis. Tergantung sikon layaknya tim-tim era sekarang, kalau memang lawan dan sikon memungkinkan menjiplak total football, setidaknya mereka akan menyerang dengan mengandalkan tusukan-tusukan maut dari pemain semodel Cody Gakpo.

Belanda-nya Koeman juga terbilang masih angin-anginan. Maka wajar saja jika mayoritas pengamat tidak akan menjagokan Belanda dapat melangkah jauh sampai final dan juara.

Memang tidak bisa dipandang sebelah mata, tapi masih ada Prancis, Jerman, Portugal, dan Spanyol jika bicara tentang tim favorit. Belanda sebelas dua belas dengan Inggris yang lebih banyak digempur kritikan oleh pendukungnya sendiri.

Namun, nasib tiada yang tahu. Justru selepas fase grup, Belanda dan Inggris bisa-bisa ketemu di semi final dan salah satu di antara mereka bakal masuk final.

Usai melibas Rumania 3-0, Belanda bakal meladeni tantangan Turki-nya Vicenzo Montella di babak 8 besar. Pemenang laga itu nantinya bakal melawan pemenang antara Inggris melawan Swiss.

Tanpa mengesampingkan Turki dan Swiss, siapapun hampir pasti memprediksi Belanda bakal bersua Inggris di semi final.

Boleh dibilang Belanda justru diuntungkan meski lolos dari grup D dengan terseok-seok. Setelah keok 2-3 dari Austria, Belanda masih sanggup lolos lewat jalur prestasi peringkat 3 terbaik.

Nah, alumni grup D ini nasibnya beda-beda. Juara grup D Austria justru sudah angkat koper lanjut pergi berlibur setelah digasak Turki di babak 16 besar.

Prancis selaku runner-up grup D, sudah melewati ujian pertama melawan tim kuat Belgia, tapi harus masuk lagi ke mulut harimau melawan Portugal di babak selanjutnya.

Melihat bagan di babak gugur, Belanda patut bersyukur, kalau perlu tumpengan dan motong kambing. Bagaimana tidak? Andai Belanda tidak jadi peringkat 3 terbaik di fase grup, jalan yang dirintis menuju final bakal lebih terjal.

Ada potensi ketemu Belgia, Spanyol, Portugal hingga tuan rumah Jerman.  

Timnas "pusat" Belanda yang mengandalkan pemain keturunan Indonesia Tijjani Reinjders di lini tengah, tinggal menghadapi Turki dan selanjutnya menunggu hasil antara Inggris melawan Swiss.

Bola memang bundar, tapi Belanda punya peluang mengulang sejarah di Jerman Barat tahun 1988.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun