Padahal dari sisi perencanaan penggunaan energi untuk transportasi, mereka memulainya dari saat memilih hunian. Menjamurnya hunian yang berlokasi di dekat stasiun-stasiun di daerah pinggiran Jakarta, dari mulai kos-kosan, rumah petak, kontrakan, hingga perumahan, menunjukkan bahwa moda transportasi berbasis listrik itu memang diandalkan untuk mobilitas.
Mereka yang memilih hidup mendekat dengan stasiun kereta listrik memiliki kesadaran bahwa transportasi paling efisien saat ini, khususnya di Jabodetabek, adalah KRL Commuter Line.
Jika dirunut sejak era belum tersedianya moda transportasi kereta seperti saat ini, kelompok miskin dan rentan dulunya mengandalkan alat transportasi darat seperti sepeda, becak, cikar, hingga gerobak. Bagi yang secara ekonomi tak naik kelas, kehadiran teknologi kereta listrik menjadi angin segar dari era KRL kelas ekonomi hingga Commuter Line di masa sekarang.
Terdapat hubungan saling membutuhkan antara penyedia jasa transportasi massal berbasis listrik dengan penumpang, termasuk kelompok rentan seperti lansia, perempuan hamil, hingga disabilitas.
Sebagai gambaran, silakan saja amati pola pergerakan masyarakat penglaju dari arah Bogor ke Jakarta setiap harinya. Jika kaum laki-laki punya pilihan menggunakan kendaraan pribadi termasuk sepeda motor dan mobil, maka pilihan bagi perempuan, lansia dan penyandang disabilitas memang lebih terbatas.
KRL Commuter Line menjadi moda yang diandalkan, khususnya mereka yang tak berdaya dan tidak memiliki akses kendaraan pribadi. Jika dihitung secara kasar, jumlah penumpang dari kalangan perempuan dan kelompok rentan menjadi mayoritas di dalam KRL Commuter Line saat jam sibuk.
Hitungannya jelas, ada dua gerbong khusus wanita di paling depan dan paling belakang. Sedangkan di gerbong lainnya perempuan pun mendominasi.
Namun, situasi kepadatan di dalam kereta listrik tersebut menjadi permasalahan tersendiri. Kelompok rentan dan perempuan kerap menjadi korban dari situasi tidak menguntungkan di dalam KRL Commuter Line.
Hampir tiap hari di jam sibuk ada saja pemandangan saat penumpang perempuan pingsan karena berdesakan. Juga bukan pemandangan asing lagi ketika perempuan hamil berjalan tergopoh-gopoh menyibak kepadatan penumpang sambil setengah berteriak dengan nada mengiba.
"Permisi! Saya hamil, bisa minta bangkunya!"