Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Pencarian Jati Diri di Balik Modifikasi Kendaraan Aneh-aneh

20 Januari 2024   09:02 Diperbarui: 21 Januari 2024   11:00 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Astrea Grand Bulus 1991 (Foto: widikurniawan)

Begitu sah berumur 17 tahun, orangtua saya saat itu mulai mengizinkan saya untuk memakai sepeda motor, termasuk ke sekolah. Rasa bangga dan merasa lebih keren adalah sensasi yang saya rasakan ketika awal-awal bisa mengendarai sepeda motor. 

Namun, hal itu tak bertahan lama. Saat beberapa teman sebaya mulai mempengaruhi kepercayaan diri saya yang masih labil di usia segitu. 

Sepeda motor saya kerap jadi bahan ledekan karena tampilannya masih standar. Dari mulai spion yang dibilang mirip tangan orang berdoa, hingga tebeng atau sayap yang masih lengkap dan juga knalpot yang masih biasa saja bawaan pabrik. 

Beberapa teman saya bahkan sepeda motornya sudah protolan dengan knalpot dan velg diganti racing macam pebalap liar jalanan. Keren, kata anak-anak muda saat itu. 

Namanya juga remaja yang mentalnya masih naik turun, saya pun mulai terpengaruh. Walau harus menghadapi rasa geram dari orangtua saya, sepeda motor bebek saya pun seolah ikut tertular tren saat itu. 

Kedua sayap motor bebek itu saya lepas, spion pun diganti model di bawah setang yang bahkan nyaris tak bisa digunakan untuk melihat kendaraan di belakang. Sedangkan shock breaker ikutan kena korban karena saya ganti ring dudukannya menjadi lebih pendek. 

Tak cukup itu saja, uang saku saya akhirnya terkumpul untuk membeli knalpot racing yang suaranya bisa bikin orang tidur siang bisa mendadak bangun jika mendengarnya. 

Well, tampilan baru ini akhirnya membuat sepeda motor saya punya ciri khas sendiri dan tak ada lagi yang berani ngeledek saat dibawa nongkrong. Walau memang justru membuat orang-orang tua geleng-geleng kepala karena merasa aneh dan terganggu. 

Untungnya, hal itu tak bertahan lama karena saya kemudian lulus SMA dan lanjut kuliah di luar kota. Lingkungan yang berbeda pun saya temui, dan saat itulah saya mulai sadar bahwa tak ada lagi yang peduli bentukan motor saya seperti apa. 

Pada akhirnya, sepeda motor saya pun sudah kembali ke wujud semula. Knalpot racing murahan itu pun saya lepas dan ganti dengan yang aslinya. 

Fenomena modifikasi kendaraan di kalangan anak muda, khususnya remaja, bisa jadi karena terpengaruh faktor lingkungan. Ada keinginan untuk bisa diterima di kelompoknya, maka seseorang pun berupaya untuk mengikutinya. 

Muncul rasa kepuasan diri, terlihat keren dan gagah karena merasa menjadi pusat perhatian. Padahal bisa saja yang melihat merasa eneg dan jengkel. 

Knalpot racing atau knalpot brong, laku karena penggunanya berada di fase pencarian jati diri. Itulah yang saya rasakan dulu saat remaja. 

Setelah Era Bapak-bapak Datang, Restorasi adalah Pilihan

Bertahun-tahun kemudian, soal sepeda motor saya melihatnya dari sisi yang berbeda dengan saat remaja dulu.

Kebetulan, bapak mertua saya mempercayakan sepeda motor Honda Astrea Grand tahun 1991 kepada saya. Motor kenangan katanya, jadi sayang jika dijual, lebih baik diurus anak dan menantunya. 

Tampilan standar Astrea Grand 1991 (foto: widikurniawan)
Tampilan standar Astrea Grand 1991 (foto: widikurniawan)

Baiklah, kebetulan juga sepeda motor itu sejenis dengan motor saya dulu yang sudah dijual, walau beda tahun. Kondisi mesin masih bagus walau sempat tidak pernah dipakai selama setahun. 

Sedangkan tampilannya sudah berbeda dari aslinya karena sempat rusak akibat pemakaian. Seperti sayap atau tebeng yang berubah jadi warna hitam, karena aslinya yang warna putih pecah. 

Juga jok yang pernah diganti dan juga spion yang sudah beda jauh dari aslinya. 

Melihat kondisi sepeda motor dari mertua saya, akhirnya saya memutuskan untuk mulai membangun ulang sepeda motor itu kembali mendekati bentuk aslinya. Istilahnya restorasi sepeda motor. 

Berbeda dengan modifikasi era remaja dulu yang lebih ke arah mempreteli bagian-bagian kendaraan, restorasi ini justru kebalikannya. Kalau belum kembali mirip asli keluaran pabriknya, rasanya belum puas. 

Restorasi Honda Astrea Grand memang sempat tren beberapa tahun ini, tak hanya diminati bapak-bapak yang ingin bernostalgia seperti saya, tapi juga anak-anak remaja sekarang juga ikut-ikutan. Banyak yang kemudian berburu sepeda motor jenis ini. 

Foto: widikurniawan
Foto: widikurniawan

Bukan sekali dua kali pula saya didekati orang di jalan, diajak kenalan dan ujung-ujungnya menawar sepeda motor itu. Tapi hingga kini tak pernah saya lepas. 

Ketika sebagian anak-anak remaja sekarang justru menggemari motor jadul dan berniat merestorasi, tentu patut diapresiasi daripada modifikasi aneh-aneh yang bisa merugikan orang lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun