Sempat pula terdengar suara-suara sumbang soal kebijakan mengalihkan penumpang ini. Ada yang terlihat ngomel dan terdengar mengeluh pada rekannya.Â
Persoalan yang dikeluhkan antara lain fakta bahwa saat dilakukan pengalihan arus penumpang oleh petugas, situasi peron Stasiun Sudirman rupanya tidak terlalu padat dan terlihat longgar. Sedangkan penumpang yang terpaksa berjalan ke arah Stasiun BNI City dari area dekat Terowongan Kendal, bakal berjalan dengan jarak lebih dari 300 meter atau sekitar 4-5 menitan.Â
Bandingkan dengan jarak ke Stasiun Sudirman yang hanya sekitar 50 meter atau sekitar 1 menit berjalan kaki.Â
Risiko jika hendak naik KRL dari Stasiun BNI City dengan tujuan arah Stasiun Manggarai dan seterusnya, saat berjalan tergopoh-gopoh kita mungkin bakal merasa agak dongkol ketika melihat langsung 2 KRL berangkat sedangkan kita belum sampai di peron tersebut. Opsi naik dari Stasiun BNI City memang lebih cocok bagi penumpang yang tidak sedang buru-buru, dan rela berjalan lebih jauh demi tidak berdesakan di Stasiun Sudirman.Â
Berbeda dengan yang memang ingin buru-buru dan terbiasa bergumul dengan padatnya penumpang. Opsi naik KRL dari Stasiun BNI City sama saja dengan membuang waktu yang berharga.Â
Entah sampai kapan strategi menggiring penumpang ke arah Stasiun BNI City ini dilakukan. Ketika sejumlah penumpang sudah mengendus bahwa mereka sebenarnya bisa saja tetap memaksa naik dari Stasiun Sudirman, bisa jadi besok-besok Stasiun Sudirman bakal kembali dipadati oleh  penumpang.
Niatnya sih baik, mengurangi kepadatan dan beban di Stasiun Sudirman memang harus dilakukan. Tapi PR terbesar yaitu membuat penumpang rela dan sudi untuk melangkahkan kaki ke Stasiun BNI City perlu segera dicarikan solusi jitu. Anggaplah strategi dengan "halo-halo" adalah solusi sementara, maka solusi permanen juga perlu dipikirkan.Â