Tapi apa yang terjadi setelah itu? Ya, saya kerap pusing saat bangun tidur yang cuma sejenak. Badan pun terasa rontok jadinya.
Ternyata tahun baru suasananya masih sama saja dengan tahun sebelumnya. Nengok dompet atau cek saldo tabungan, justru terasa miris. Awal tahun yang sekaligus awal bulan biasanya diwarnai auto debet bagi yang punya kredit atau pinjaman. Belum lagi tagihan-tagihan lain seperti bayar SPP, bayar itu, bayar ini dan bayar lainnya.
Itu fakta bahwa tahun baru tidak serta merta nasib berubah baru. Resolusi ingin jadi tajir melintir pun tidak serta merta terwujud di hari pertama tahun baru. Perlu usaha dan kerja keras, gaes.
Bahkan menu sarapan di hari pertama tahun baru biasanya adalah sisa semalam (yang bisa dikatakan juga sebagai makanan tahun lalu). Mau nyari sarapan di luar rumah?
Pastinya jarang ada yang buka. Tukang bubur ayam, warung soto, abang nasi kuning, penjual ketupat sayur, dan temen-temennya biasanya masih molor akibat begadang semalaman.
Kalaupun nggak molor, mungkin para penjual sarapan itu di grup WA-nya sudah kompakan untuk tidak buka karena menganggap konsumen-lah yang banyak molor sampai siang.
Ah, dunia memang serba saling memprediksi. Ibarat pendukung MU bikin prediksi tsunami trofi tapi hasilnya jauh dari kenyataan.
--
Tahun baru, kata orang-orang juga berarti membuka lembaran baru. Bah.
Saya sih lebih suka lembaran biru dan lembaran merah dibandingkan lembaran baru. Tahun baru bukan seperti kita membeli sepeda baru, yang sudah pasti kondisinya gres, warnanya kinclong dan enak dikendarai. Faktanya, sepeda lama yang masih kita miliki tak berubah jadi baru gara-gara kalender berganti.