Sejenak saya ragu mau bicara dengan bahasa apa saat menyambangi sebuah stan pameran berbendera Malaysia itu. Tetapi sapaan ramah dari penjaga stan cukup melegakan saya.
"Teh tariknya Pak, white coffe ada pula, ada snack-snack juga, khas Malaysia," ujar pemuda penjaga stan itu.
"Iya Mas, masnya dari Malaysia?" tanya saya.
Ia mengangguk dengan senyum menyembul di balik maskernya.
Ah, orang Malaysia mau juga dipanggil dengan sebutan "Mas" rupanya. Cukup pintar dan elok pula dia bercakap dengan Bahasa Indonesia.
Stan dari Malaysia tersebut merupakan salah satu peserta pekan ekonomi kreatif bertajuk CElebrASEAN 2023 yang digelar bersamaan dengan saat perhelatan KTT ke-43 ASEAN. Beragam produk UMKM mejeng di area skybridge Stasiun MRT ASEAN di bilangan Jakarta Selatan, dari mulai tanggal 6 hingga 9 September 2023.
"Boleh Pak dicoba dulu testernya," kali ini seorang penjaga perempuan yang menawarkan secangkir kecil tester teh tarik pada saya.
Saya pun menyambut tawarannya, meneguk teh tarik dingin tersebut. Mereka, anak-anak muda Malaysia itu memandang saya dengan wajah senang.
Saya menduganya, mereka senang karena bakal mendapat satu lagi pembeli, dan memang demikian adanya. Saya memutuskan untuk membeli satu kemasan besar teh tarik dengan isi 15 bungkus kecil teh tarik buatan Malaysia seharga 65 ribu rupiah.
"Saya bayarnya pakai apa, nih?" tanya saya.
Sedetik kemudian saya menyadari ada sedikit kejanggalan dengan pertanyaan saya ini. Barangkali mereka bakal bingung dan langsung menjawab, "ya pakai uang lah Pak, masa pakai daun?".
"Emm, maksud saya pakai QRIS bisa nggak?"
"Ah iya Pak, pakai Qyuris memang," jawab si Mas Malaysia itu.
"QRIS?"
"Iya Qyuris..."
Baiklah, masalah lidah dan pengucapan bolehlah berbeda mazhab dengan saya. Tapi yang terpenting QRIS dan Qyuris yang kami maksud adalah satu hal yang sama.
Saya melihat kode QRIS dengan desain khas putih merah yang dipajang di meja, tak jauh dari brosur-brosur dan bendera kecil Malaysia. Terus terang, baru kali ini saya melakukan transaksi menggunakan QRIS dengan penjual dan produk yang berasal dari negara lain.
Ada secercah kebanggaan dalam diri saya ketika melakukan pembayaran menggunakan QRIS tersebut. Seolah hati saya berteriak girang dengan penuh kebanggaan, "ini lho Indonesia, sudah canggih banget sistem pembayarannya!"
Simpel, "sat-set", tak bertele-tele, lunas!
Ajang CElebrASEAN 2023 di Stasiun MRT ASEAN ini memang lebih banyak diikuti peserta UMKM dalam negeri Indonesia. Tak hanya mencoba menarik minat pembeli dari penumpang yang lalu lalang di area tersebut, tetapi juga kemungkinan adanya pembeli dari luar negeri yang "nyangkut" di situ.
Bukan mustahil, mengingat Stasiun MRT ASEAN memang letaknya berdekatan dengan gedung Sekretariat ASEAN yang tengah disibukkan dengan gelaran KTT ke-43 ASEAN. Hilir mudik tamu-tamu asing kerap terlihat di lokasi ini.
Beragam produk UMKM lokal turut meramaikan ajang tersebut, dari produk olahan makanan, minuman, fashion, hingga produk ekonomi kreatif lainnya. Tetapi satu kesamaan yang terlihat di antara stan-stan tersebut adalah keberadaan tanda kode QR untuk pembayaran yang kita kenal sebagai QRIS, sebuah cara pembayaran kekinian yang praktis.
Artinya, penyelenggara ajang ini sadar betul sekaligus optimis bahwa siapapun pembelinya, baik warga lokal ataupun asing, tidak akan berkeberatan dan gagap andai diminta melakukan pembayaran melalui QRIS.
Konektivitas pembayaran di kawasan melalui QRIS Cross-Border
Membincangkan QRIS, berarti pula membincangkan sebuah sistem pembayaran digital yang memiliki akselerasi tinggi dalam hal jumlah merchant maupun pengguna.
Data dari PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN) yang dilansir Bank Indonesia (BI), menyebutkan hingga Maret 2023 terdapat 25,4 juta merchant QRIS. Sedangkan pengguna QRIS hingga Maret 2023 telah mencapai 32,41 pengguna.
BI pun telah berupaya menggandeng bank sentral di negara-negara ASEAN untuk konektivitas pembayaran antar negara dengan QRIS. BI menginisiasi QRIS Cross-Border dengan tahap awal berupa uji coba di Malaysia dan Thailand yang memungkinkan terjadinya transaksi pembayaran barang dan jasa melalui QR Code.
Terhubungnya sistem pembayaran melalui QRIS Cross-Border, tak lain dan tak bukan adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia serta kawasan ASEAN. Khususnya lewat perdagangan antarnegara dengan UMKM sebagai ujung tombaknya.
Pembeli tak akan bingung lagi saat melakukan pembayaran kepada pedagang atau penjual yang berasal dari negara seperti Malaysia atau Thailand, misalnya. Seperti halnya ketika saya membeli teh tarik dari pedagang Malaysia.
Demikian pula dari sisi pedagang atau UMKM. QRIS Cross-Border memberikan kemudahan untuk meningkatkan efisiensi transaksi dan memperluas peluang bagi produk yang ditawarkan untuk bisa terjual lebih banyak.
Andai saya pergi ke Thailand misalnya, pedagang di sana tak akan kehilangan peluang terbeli dagangannya karena saya hanya memiliki lembaran uang Baht yang terbatas di dompet. QRIS Cross-Border menjadi solusi yang bisa memudahkan.
Termasuk jika warga negara Thailand datang ke Indonesia, maka tak ada alasan lupa mampir menukar uang Rupiah, karena cukup dengan memindai kode QR yang terhubung ke QRIS Cross-Border, transaksi dengan para penjual di Indonesia dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
Sektor UMKM telah diakui sebagai penggerak tumbuhnya perekonomian Indonesia. Maka geliat UMKM yang telah "go digital", salah satunya melalui penggunaan sistem pembayaran digital, bakal memberikan berjuta manfaat.
Tak hanya bagi pelaku UMKM itu sendiri, digitalisasi UMKM berarti menciptakan peluang dan dampak ikutan bagi beragam sektor lainnya. Sebutlah dampak positif bagi sektor jasa pengiriman barang atau ekspedisi, selain transaksi meningkat ada pula peluang bagi penyediaan tenaga kerja dan pengurangan pengangguran.
Salah satu kendala yang masih menjadi batu sandungan agar pertumbuhan ekonomi kita makin melesat adalah persoalan literasi digital yang harus diakui masih perlu didorong lagi. Masih banyak pelaku UMKM yang belum tergerak untuk "go digital", termasuk dalam hal penggunaan sistem pembayaran digital.
Upaya peningkatan literasi digital melalui edukasi mau tidak mau harus terus digenjot, termasuk dalam hal ini langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang kian masif mengenalkan QRIS dan QRIS Cross-Border.
Pelaku UMKM tak perlu ragu memajang stiker-stiker atau papan mika dengan kode QR sebagai tanda menerima pembayaran melalui QRIS. Sisi baik lainnya, penanda QRIS tersebut juga bisa membangkitkan persepsi positif pembeli terhadap produk yang dijual.
Saya akui, sebagai pembeli saya bakal lebih percaya dengan penjual yang memajang kode QRIS dibandingkan yang tidak. Maka tentunya demikian pula bagi wisatawan asing atau tamu negara yang datang ke Indonesia, persepsi mereka akan meningkat jika para pedagang di Indonesia sudah beralih ke pembayaran digital.
Warga asing yang datang ke Indonesia juga tak akan lagi terpaksa belajar dadakan dan gagap menghitung lembaran-lembaran uang rupiah di dompetnya ketika hendak membayar belanja mereka.
Pengoptimalan konektivitas sistem pembayaran, khususnya di ASEAN, menjadi keniscayaan yang akan melahirkan banyak manfaat saling menguntungkan di kawasan ini. Kerja sama konektivitas pembayaran di ASEAN, diharapkan mampu mendorong ekosistem ekonomi dan keuangan kawasan menjadi lebih inklusif.
QRIS Cross-Border, juga bukan melulu tentang fitur pembayaran canggih, efektif dan efisien. Tetapi lebih dari itu, inilah gambaran dari Indonesia sebagai negara yang tak alergi dengan perkembangan dunia digital.Â
Bukti bahwa bangsa kita tidak berdiam diri dan selalu ingin jadi pemenang dan bergerak maju mengikuti zaman yang kian canggih. QRISnya satu, menangnya banyak!
----
"Participant of BI Digital Content Competition 2023"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H