Sore itu seperti biasa Stasiun Manggarai dipadati oleh para penumpang KRL Commuter Line yang berpindah kereta atau transit. Utamanya bagi penumpang tujuan Depok/Bogor, maka jika ia naik dari Stasiun Sudirman atau Tanah Abang mau tak mau harus turun dan berganti kereta.Â
Proses transit inilah yang selalu berpotensi bikin chaos karena semua orang berebutan untuk segera bisa menuju lantai atas untuk mengejar kereta selanjutnya.Â
Sore itu pula untuk kali pertama, saya merasakan bagaimana rasanya sedang berada di eskalator dan tiba-tiba eskalator itu mati mendadak. Dalam kondisi dipenuhi banyak orang, alhasil banyak pula yang terhuyung dan nyaris kehilangan keseimbangan.Â
Sejak perubahan pola transit kereta di Stasiun Manggarai, fasilitas eskalator atau tangga berjalan memang selalu menjadi sorotan pengguna. Berulang kali eskalator mati dan hidup lagi beberapa saat kemudian.Â
Namun, merasakan sensasi eskalator yang "ujug-ujug" mati tentu tak pernah dirasakan oleh para pemangku kebijakan di bidang perkeretaapian di negeri ini.Â
Ironisnya, saat itu terlihat ada beberapa orang tua, dan juga orang yang terlihat menggunakan tongkat bantu jalan. Ikut berdesakan naik eskalator dan ujung-ujungnya mati mendadak.Â
Berdasarkan pengamatan, salah satu eskalator di peron 8-9 serta satu lagi eskalator yang menghubungkan lantai concourse ke arah peron 12-13, sudah mati lebih dari sebulan lamanya.Â
Rasa-rasanya ini rekor baru eskalator mati di Stasiun Manggarai. Entah apa kendalanya, yang jelas jangan sampai lama-lama eskalator mati itu justru jadi tangga manual atau malah jadi monumen.Â
Di eskalator peron 8-9, sudah sering terjadi insiden saling dorong dan himpit ketika dalam waktu bersamaan keluar dari KRL dan bergegas menuju eskalator. Apalagi saat eskalator tinggal satu yang berfungsi. Maka jangan heran jika ucapan "aduh" hingga umpatan serta sumpah serapah kerap terdengar di sini.