Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Listrik Padam Hingga Kejadian-kejadian yang Bisa Mencederai Citra Baik Hotel

8 Juli 2023   21:24 Diperbarui: 13 Juli 2023   16:04 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pexels.com/Arturo David

Apa jadinya jika tamu hotel sudah bersiap-siap istirahat tidur setelah seharian beraktivitas, eh tiba-tiba listrik padam?

Kejadian tak terduga seperti itu pernah saya alami beberapa tahun lalu di sebuah hotel di Jakarta. Untungnya tak beberapa lama kemudian, dalam hitungan kurang semenit listrik kembali menyala walaupun menggunakan genset.

Namun, situasi tersebut tentu saja membuat perasaan tidak tenang, rencana tidur pun tertunda.

Saat itu saya tidak mengajukan komplain ke pihak hotel karena sadar bahwa hal itu bukan kesalahan hotel. Pemadaman listrik tidak hanya terjadi di hotel tersebut, tetapi di area sekitar hotel juga mengalaminya.

Dalam skala yang lebih besar, saya tak bisa membayangkan jika listrik padam di tengah perhelatan acara penting yang digelar di hotel, seperti resepsi pernikahan, seminar, konferensi, dan acara-acara berskala besar yang melibatkan tamu-tamu penting. Itulah pentingnya duduk bareng antara pihak penyelenggara acara dengan pihak hotel sebelum tanda tangan kontrak.

Penting bagi penyelenggara acara, entah korporasi atau pribadi, menanyakan dan memastikan andai terjadi hal-hal khusus tak terduga yang bisa mengganggu saat penyelenggaraan acara di hotel, seperti jika terjadi listrik mati. Apakah hotel memiliki genset sebagai sumber listrik cadangan? Bagaimana jika genset ternyata tak berfungsi dan listrik padam sampai beberapa waktu lamanya?

Hal-hal semacam itu perlu secara detail dimasukkan dalam kontrak, termasuk ganti rugi yang harus disiapkan pihak hotel jika memang terjadi hal-hal yang tak diinginkan. 

Tentu saja bakal lebih sulit untuk memulihkan reputasi hotel ketika konsumen yang menyelenggarakan acara di hotel menuai kekecewaan yang mendalam. Akan lebih baik jika antisipasi terhadap hal-hal yang tak diinginkan seperti itu dibicarakan sejak awal.

Kecewa? Sudah pasti kekecewaan bakal muncul di pihak tamu-tamu yang datang.

Sumber: Pexels.com/Czapp Arpad
Sumber: Pexels.com/Czapp Arpad

Komunikasi adalah hal paling penting. Saat terjadi kejadian tak terduga, sebaiknya ada pihak hotel selevel manager yang hadir dan bisa berkomunikasi dengan baik serta memastikan segala sesuatunya sedang ditangani dengan baik.

Dalam berbagai kasus kekecewaan pelanggan terhadap penyedia jasa layanan, kehadiran petugas yang berwenang untuk merespon aduan termasuk sangat vital untuk menjaga ketenangan pelanggan. Siapapun pelanggannya, mereka butuh penanganan profesional dan kepastian penyelesaian ketika muncul keadaan yang tak diinginkan.

Bisa dibayangkan bagaimana kisruhnya suasana jika tiada satu orang dari pihak hotel yang menampakkan diri ketika ada suatu kejadian seperti itu.

Kejadian-kejadian "kecil" yang bisa merugikan citra hotel

Berdasarkan pengalaman menginap di hotel-hotel sejauh ini, saya pernah mendapat pengalaman ketika piranti-piranti fasilitas hotel tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seperti saat saya mendapatkan kamar dengan AC yang mati, atau televisi mati hingga air di kamar mandi yang sama sekali tak bisa panas.

Sudah pasti saya komplain saat AC di kamar hotel mati, mau istirahat malah mandi keringat. Tapi meskipun sudah diupayakan oleh teknisi, AC tersebut tak kunjung nyala, akhirnya saya mendapat ganti di kamar lain.

Apakah itu cukup? Sayangnya saat itu saya tak mendengar sepatah kata "maaf" sekalipun. Serta fakta bahwa kondisi kamar pengganti juga lebih sempit walau AC berfungsi, membuat saya merasa kapok untuk menginap di hotel itu lagi hingga kini.

Lain halnya ketika di hotel lain saya mendapati televisi di kamar mati dan tidak bisa dinyalakan. Tak butuh waktu lama teknisi datang dan memperbaiki. Rupanya ada masalah jaringan yang putus karena televisi itu harus terhubung ke internet.

Fixed, masalah selesai. Saya pun respect dengan petugas resepsionis dan teknisi yang gercep alias gerak cepat serta menangani keluhan tamu dengan sopan.

Sumber gambar: Pexels.com/Arturo David
Sumber gambar: Pexels.com/Arturo David

Secara pribadi, sebagai tamu hotel saya tak pernah menuntut macam-macam ketika menghadapi masalah di hotel. Jika pihak hotel sudah mengucap maaf dan melakukan tindakan cepat dan tepat untuk menanganinya, tentu tak ada masalah lagi. Bahkan rating sempurna atau bintang lima pun tetap akan saya berikan jika memesan kamarnya melalui aplikasi.

Namun, sebagai penyedia jasa pelayanan, hotel juga semestinya menjaga kualitas pelayanan dan mampu menentukan tindakan terbaik ketika ada hal-hal yang berpotensi mencederai reputasi. Meskipun bisa dibilang insiden itu dinilai "kecil" dan tidak melibatkan orang penting berkelas VIP.

Ada satu pengalaman yang saya alami beberapa bulan lalu ketika menginap di sebuah hotel bintang empat dalam rangka mengikuti sebuah acara korporasi. Saat itu usai makan malam di restoran hotel, saya dan beberapa rekan hendak kembali ke ruangan meeting.

Tiba-tiba saja terdengar sebuah benda yang jatuh ke lantai, begitu keras dan nyaring. Kami terkejut, ternyata ada sebuah bagian dari ornamen lampu kristal berukuran kira-kira seperti bola golf, jatuh dari langit-langit dan hanya berjarak sekian sentimeter dari saya. Hampir saja mengenai kepala saya, dan saya tak bisa membayangkan jika sampai hal itu terjadi.

Saat itu juga satpam melihat kami dan melongok ke atas, ia bergegas memungut benda tersebut tanpa mengucap satu patah kata pun. Ia justru nyengir walau kami saling pandang setengah panik.

"Kena kepala udah masuk IGD tuh," ujar seorang kawan, satpam pun mendengar, tapi tak bereaksi.

Tak jauh dari situ ada meja resepsionis, dan para petugas di situ seolah mematung tak tahu harus berbuat apa. Tak ada pula yang berusaha menghampiri kami walau hanya berjarak beberapa meter saja.

Saya sendiri memilih tidak melakukan komplain dan menuntut permintaan maaf. Sambil mencoba menanti apakah pihak hotel bakal bereaksi setidaknya memberikan sedikit penjelasan.

Namun, rupanya pihak hotel menganggap hal itu bukanlah sebuah accident. Oke, tak apalah bagi saya. Tapi begitu ada rekan yang menceritakan ke rekan lain yang mengurusi kontrak dan administrasi kegiatan di hotel itu, alhasil muncul kesimpulan bahwa untuk acara di waktu mendatang kami tak akan memakai hotel itu lagi.

Gitu amat? Baper?

Sebenarnya menjadi hal lumrah dalam dunia hospitality, ada pengguna jasa kecewa walaupun tidak komplain ia bisa jadi langsung memutuskan untuk kapok atau menyatakan diri tak bakal lagi kembali.

Insiden seperti hampir kejatuhan lampu kristal, atau mati listrik, bisa jadi bukanlah kejadian yang disengaja oleh pihak hotel. Tapi jika terjadi, harusnya ada langkah-langkah yang mesti dilakukan agar tamu atau pengguna jasa merasa nyaman.

Bagi saya, minimal mendatangi dan menyampaikan permintaan maaf serta penjelasan masuk akal dengan bahasa yang sopan tentu menunjukkan sebuah iktikad baik.

Mungkin lain cerita jika ada tamu yang komplain dengan gaya keras seperti orang demo, apalagi tamu VIP. Itulah mengapa setiap saat mestinya hotel menyiapkan seseorang dengan kemampuan komunikasi dan persuasi yang mumpuni jika muncul komplain semacam itu. Dialah yang akan berada di depan untuk berkomunikasi dengan tamu yang protes.

Sumber gambar: Pexels.com/Antoni Shkraba
Sumber gambar: Pexels.com/Antoni Shkraba

Selain itu, tentunya pihak hotel perlu menyiapkan prosedur pemberian ganti rugi berdasarkan penilaian terhadap insiden yang muncul. Misal memberikan upgrade kamar jika kamar yang tersedia ternyata kondisinya tidak layak seperti AC mati, shower bocor, toilet mampet dan sebagainya. Atau sekadar pemberian sekotak kue gratis saat tamu harus menunggu lama ketika check-in karena kamar tak kunjung siap.

Pemulihan citra baik hotel

Jika terlanjur muncul kejadian-kejadian tak diinginkan dan terlanjur pula menurunkan reputasi dan citra baik yang telah dibangun, maka perlu langkah-langkah konkret untuk bisa kembali membangun citra baik hotel. Terlebih jika terlanjur viral di masyarakat.

Pertama, mengevaluasi standard operational procedure (SOP) dan memperbaiki jika ada kelemahan. Kedua, menjalankan peran hubungan masyarakat atau humas yang tepat dan efisien.

Merangkul media massa serta memanfaatkan media sosial adalah langkah yang lazim dilakukan. Tapi perlu diperhatikan pula langkah-langkah kehumasan juga butuh ketelitian dan kreativitas.

Merangkul influencer misalnya. Tidak bisa pula sembarangan memilih orang, karena bakal menjadi blunder apabila influencer tersebut justru memiliki masalah atau sisi negatif yang bisa merugikan citra yang hendak diperbaiki.

Terkadang, justru langkah kecil seperti rutin membuat giveaway menginap gratis kepada netizen, misalnya, bisa berefek luar biasa untuk membangun kembali citra baik hotel. Bukan influencer besar, tetapi micro influencer yang bakal antusias membagikan pengalaman menginapnya.

Sektor pelayanan hospitality memang sangat bergantung pada kualitas pelayanan dan citra baik. Untuk itulah perlu kerja keras, kerja tepat dan profesionalisme, terutama di era ketika rating dan testimoni pelanggan menjadi teramat penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun