Bandara internasional semacam Soekarno-Hatta (Soetta) tuh luas banget. Maka wajar jika ditunjang pula dengan fasilitas seperti travelator atau moving walkway.
Mirip eskalator, travelator ini bentuknya flat atau mendatar sejajar dengan lantai dan berjalan pelan ke satu arah. Jika kita melangkah di atas travelator, otomatis langkah kita terbantu menjadi lebih jauh jangkauannya.
Itulah mengapa travelator memang cocok dipasang di Bandara besar dan luas. Mengingat tipikal pengunjung Bandara pada umumnya yang butuh waktu cepat untuk mengejar waktu serta agar tidak lelah karena jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan jalan kaki.
Namun, kenyataan berkata lain. Kerap kali orang-orang pengguna travelator justru santuy berdiri sembari menikmati travelator membawanya berjalan.
Salah satu kejadian yang sempat bikin gondok saya adalah beberapa hari lalu ketika saya berada di terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu saya memang tidak sedang mengejar pesawat, tetapi sebaliknya, usai turun dari pesawat dan merasa harus buru-buru mengejar moda berikutnya untuk segera membawa saya pulang ke rumah.
Di area kedatangan, pihak Bandara memang sudah menyiapkan beberapa travelator untuk digunakan penumpang. Saya pun mengikuti beberapa penumpang di depan saya, masuk juga ke dalam travelator dengan harapan bisa mempersingkat langkah saya.
Tapi apa dinyana, baru dua langkah berjalan, langkah saya harus terhenti di atas travelator. Beberapa orang di depan saya terlihat santuy bergerombol diam saja tanpa melangkahkan kakinya.
Kami yang di belakang jadi saling pandang satu sama lain. Mau nyalip atau mendahului di sisi kanan juga tidak bisa, karena sisi kanan pun dipenuhi orang yang memilih berdiri santuy menikmati travelator berjalan lambat.
Mau neriakin yang di depan dengan kalimat "woy, jalan woy!" juga sia-sia sepertinya. Malah dikira norak dan bikin keributan kan berabe.