Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Belajar Menghormati dan Menjaga Lautan dari Suku Bajo

17 April 2023   05:42 Diperbarui: 17 April 2023   20:17 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah-rumah panggung di atas lautan (foto by widikurniawan)

Indonesia dikenal dengan lautan yang sangat luas membentang dari Sabang sampai Merauke. Potensi wisata bahari yang mengandalkan keindahan alam lautan seolah tak habis-habis untuk dieksplor. Lautan nusantara adalah surga dunia yang bisa membuat bangga berwisata di Indonesia.

Saya sendiri merasa beruntung ketika beberapa waktu lalu sempat menjelajah lautan dan pesisir di daerah Sulawesi Tenggara. Mulai dari Laut Banda yang mengelilingi Pulau Wawonii, bergeser lagi ke Pulau Kabaena, lanjut ke Wakatobi yang tersohor, hingga pulau-pulau kecil seperti Saponda dan Bokori yang tak jauh dari Kota Kendari.

Menyeberangi lautan dengan katinting (semacam perahu dayung kecil), hingga speed boat sampai dengan kapal fery pernah saya jajal ketika menjelajah pulau-pulau dan lautan tersebut.

Memandang indahnya lautan luas di atas perahu atau kapal, seolah membawa diri ini untuk merenungi berbagai hal tentang kehidupan. Ketika angin menerpa wajah dan rambut, dan memandang ke sekeliling, membuat saya menyadari betapa sangat kecilnya diri ini di dunia yang sungguh luas.

Memandang lautan di atas kapal motor (foto: dok. pribadi)
Memandang lautan di atas kapal motor (foto: dok. pribadi)

Saya merasa berada di belahan dunia lain yang jauh dari hiruk pikuk yang melelahkan. Terik matahari yang langsung menyengat kulit bahkan seolah tak terasa. Alam lautan memberikan kedamaian sekaligus rasa syukur yang tak terhingga.

Perjalanan menjelajah pulau-pulau dan pesisir di Sulawesi Tenggara membuat saya bertemu orang-orang dari berbagai suku. Seperti suku Moronene yang merupakan suku asli di Pulau Kabaena. Kemudian suku Wawonii yang mendiami Pulau Wawonii.

Sedangkan Suku Bajo, saya bisa menemuinya di Pulau Saponda, Pulau Wakatobi hingga di pesisir laut tak jauh dari Pulau Bokori.

Suku Bajo sendiri dikenal sebagai suku penghuni lautan yang tersebar dari mulai Kepulauan Sulu Filipina, perairan Malaysia dan banyak daerah pesisir di Indonesia dari mulai Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara hingga Sulawesi.

Mereka dikenal sebagai pelaut ulung yang mengandalkan mata pencaharian sebagai nelayan. Rumah-rumah panggung dari kayu yang berdiri di atas pesisir lautan adalah ciri khas mereka.

Rumah-rumah panggung di atas lautan (foto by widikurniawan)
Rumah-rumah panggung di atas lautan (foto by widikurniawan)

Dari merekalah saya belajar untuk lebih menghormati lautan. Orang-orang Suku Bajo itu memperlakukan laut sebagai nadi kehidupan yang harus dijaga.

Meskipun hidup kerap berpindah-pindah, mereka memiliki tradisi kuat berupa pantangan untuk membuang benda apapun ke lautan. Sampah dalam berbagai bentuk, sisa makanan, botol, plastik dan sebagainya tak boleh dibuang sembarangan ke laut. Termasuk sampah rumah tangga sisa memasak.

Mereka bahkan percaya jika pantangan tersebut dilanggar bakal memberikan dampak buruk bagi keluarga mereka, misalnya tak mendapat hasil apapun ketika melaut.

Secara logika memang bisa diterima, karena ikan-ikan di lautan bakal terganggu kehidupannya jika lautan tercemar oleh limbah sampah. Ekosistem dan populasi ikan bakal berkurang karena sampah yang bisa meracuni ikan.

Tradisi dan kepercayaan lokal itulah yang membuat keindahan lautan di perairan Sulawesi masih terjaga dengan baik.

Pulau-pulau kecil nan eksotis (foto by widikurniawan)
Pulau-pulau kecil nan eksotis (foto by widikurniawan)

Kepada wisatawan atau pendatang seperti saya, mereka tak segan berbagi cerita soal bagaimana seharusnya memperlakukan lautan. Hal yang mungkin kurang lebih sama dengan yang mereka ajarkan kepada anak-anak mereka yang sejak kecil telah ditanamkan bagaimana merawat lautan.

Anak-anak Suku Bajo, sejak kecil telah terbiasa berenang di lautan dan ikut mencari ikan bersama ayahnya. Dari situlah mereka belajar tentang kehidupan dan menghargai kelestarian laut.

Cara hidup mereka sederhana dan tidak rumit. Menangkap ikan pun pantang menggunakan racun ataupun bom. Kail, jala, dan tombak, adalah piranti mereka untuk menangkap ikan sebagai sumber penghidupan.

Inilah yang mengagumkan. Gempuran modernisasi rupanya masih tak bisa menggoyahkan mereka untuk hidup berdampingan dengan alam lautan. Tradisi turun temurun dari nenek moyang selama berabad-abad masih tetap dipertahankan dengan baik.

Anak-anak kecil sudah belajar hidup berdampingan dengan laut (foto by widikurniawan)
Anak-anak kecil sudah belajar hidup berdampingan dengan laut (foto by widikurniawan)

Menjadi traveller yang bertanggung jawab dan menjaga alam

Sebagai wisatawan atau traveller yang berkunjung ke pulau-pulau dan daerah pesisir, sebaiknya turut bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan laut. Orang luar memang berpotensi membawa sampah ke daerah-daerah tersebut, maka hindarilah menjadi sosok penyumbang rusaknya lingkungan alam.

Sebutlah ketika wisatawan membawa bekal makanan kemasan plastik. Botol minuman plastik hingga kemasan rokok juga menjadi bekal yang kerap dibawa.

Meninggalkan sampah-sampah kemasan itu di daerah pulau kecil atau pesisir, sangat berisiko turut mengikis kelestarian lingkungan laut. 

Kita mungkin tidak membuangnya langsung di lautan, tetapi sampah-sampah kemasan itu barangkali akan terbawa ke arah laut jika tak ada pengelolaan yang baik di pulau yang kita kunjungi.

Hormati nelayan dan hormati lautan (foto by widikurniawan)
Hormati nelayan dan hormati lautan (foto by widikurniawan)

Sedikit tips bagi wisatawan yang berencana melakukan perjalanan menyambangi daerah-daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, hormatilah kehidupan dan tradisi masyarakat setempat. Terutama soal sampah, selain tidak membuang sampah sembarangan, sebaiknya meminimalisir membawa barang-barang yang bisa berujung limbah di daerah tujuan.

Botol minuman plastik misalnya, lebih baik gunakan botol minuman yang bisa diisi ulang. Bukan yang sekali pakai buang.

Jika membawa bekal makanan seperti roti, sebaiknya tidak menggunakan kemasan plastik maupun kertas. Simpanlah bekal dalam kotak makanan khusus.

Kemudian jika memang terpaksa ada sampah yang harus kita buang, sebaiknya simpan dulu dalam tas kita untuk dibuang pada tempat yang semestinya nanti.

Sebenarnya langkah-langkah tersebut tak hanya berlaku saat mengunjungi daerah pesisir. Menjaga alam saat travelling wajib dilakukan ke manapun kita datang.

Matahari mulai tenggelam (foto by widikurniawan)
Matahari mulai tenggelam (foto by widikurniawan)

Siapa sih yang tak menyukai pemandangan alam nan indah serta lingkungan yang bersih? Terlebih kekayaan dan keindahan lautan Indonesia bakal mewujudkan perasaan bangga berwisata di Indonesia.

Jangan sampai ketika wisatawan berbondong-bondong datang ke tempat yang memiliki eksotisme luar biasa tersebut, justru lambat laun berubah tidak menarik karena kotor dan rusak oleh sampah dan tangan jahil. Siapa lagi pelakunya kalau bukan oknum wisatawan tak bertanggung jawab.

Mencegah hal buruk yang dapat merugikan lingkungan serta masyarakat setempat, jadilah wisatawan atau traveller yang bertanggung jawab dan peduli dengan lingkungan yang berkelanjutan. Tak susah andai kita punya empati dan kesadaran yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun