Dari merekalah saya belajar untuk lebih menghormati lautan. Orang-orang Suku Bajo itu memperlakukan laut sebagai nadi kehidupan yang harus dijaga.
Meskipun hidup kerap berpindah-pindah, mereka memiliki tradisi kuat berupa pantangan untuk membuang benda apapun ke lautan. Sampah dalam berbagai bentuk, sisa makanan, botol, plastik dan sebagainya tak boleh dibuang sembarangan ke laut. Termasuk sampah rumah tangga sisa memasak.
Mereka bahkan percaya jika pantangan tersebut dilanggar bakal memberikan dampak buruk bagi keluarga mereka, misalnya tak mendapat hasil apapun ketika melaut.
Secara logika memang bisa diterima, karena ikan-ikan di lautan bakal terganggu kehidupannya jika lautan tercemar oleh limbah sampah. Ekosistem dan populasi ikan bakal berkurang karena sampah yang bisa meracuni ikan.
Tradisi dan kepercayaan lokal itulah yang membuat keindahan lautan di perairan Sulawesi masih terjaga dengan baik.
Kepada wisatawan atau pendatang seperti saya, mereka tak segan berbagi cerita soal bagaimana seharusnya memperlakukan lautan. Hal yang mungkin kurang lebih sama dengan yang mereka ajarkan kepada anak-anak mereka yang sejak kecil telah ditanamkan bagaimana merawat lautan.
Anak-anak Suku Bajo, sejak kecil telah terbiasa berenang di lautan dan ikut mencari ikan bersama ayahnya. Dari situlah mereka belajar tentang kehidupan dan menghargai kelestarian laut.
Cara hidup mereka sederhana dan tidak rumit. Menangkap ikan pun pantang menggunakan racun ataupun bom. Kail, jala, dan tombak, adalah piranti mereka untuk menangkap ikan sebagai sumber penghidupan.
Inilah yang mengagumkan. Gempuran modernisasi rupanya masih tak bisa menggoyahkan mereka untuk hidup berdampingan dengan alam lautan. Tradisi turun temurun dari nenek moyang selama berabad-abad masih tetap dipertahankan dengan baik.