Inilah yang sebenarnya menjadi permasalahan besar industri dalam negeri. Ketika anak-anak muda sempat lari ke thrifting, salah satu alasannya adalah karena mendapatkan pakaian brand lokal yang bisa dibanggakan ternyata lebih susah dibandingkan mencari pakaian KW.
Anak-anak muda saat ini sudah tahu malu ketika mereka mengenakan kaos atau hoodie bertuliskan "Adidas" di dada mereka, tetapi ternyata KW alias bajakan. Bisa-bisa diejek teman sepermainan mereka.
Namun, pasar ini belum tergarap dengan maksimal di seluruh Indonesia karena masih banyak pelaku industri seperti kaos dan sepatu tidak memiliki kemampuan mendesain yang baik sehingga memilih menjadi pembajak desain.
Okelah, anak-anak muda di Bandung bakal lebih mudah mendapatkan produk fashion lokal yang original dengan variasi harga yang masih terjangkau. Tapi di daerah lain? Belum tentu.
Bagaimanapun bisnis thrifting memang wajar apabila dilarang dan diberangus pemerintah. Dari sisi regulasi dan ancaman kesehatan memang masuk akal untuk dilarang.
Namun, mengatasnamakan perlindungan terhadap produksi fashion dalam negeri tidak sepenuhnya tepat jika yang terlindungi justru industri fashion KW atau bajakan. Pelaku industri pakaian yang merintis dari skala UMKM harus terus dibina dan diedukasi soal produk dengan desain bajakan ini.
Memang bukan pekerjaan mudah dibandingkan dengan bakar-bakaran pakaian bekas impor. Tetapi hal itu sangat perlu dilakukan untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap produk dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H