Bisa jadi berimbas pada keterlambatan pengiriman paket atau bahkan disusul dengan kenaikan tarif pengiriman barang dengan area pengantaran dari dan ke dalam kota Jakarta. Jika begini, maka yang berteriak bukan hanya para kurir paket, melainkan pelaku usaha dan pemilik online shop.
Memang lebih baik jika memang ERP jadi diterapkan, maka sepeda motor mestinya dapat pengecualian untuk membayar. Kalangan pengguna sepeda motor di Jakarta rata-rata adalah para pekerja dan juga pelajar serta mahasiswa.Â
Berbeda dengan kalangan pengguna mobil, terlebih kendaraan mewah, yang kemungkinan besar tak akan beralih ke moda transportasi umum jika ERP diterapkan, bagi pengguna sepeda motor justru rentan beralih ke transportasi umum yang faktanya kondisinya belumlah ideal.
Terkait hal itu sudah pernah diulas di artikel sebelumnya.
Jika pembuat kebijakan khawatir kemacetan justru bertambah karena pengguna kendaraan roda empat beralih ke sepeda motor, maka regulasinya sebaiknya dibatalkan sama sekali atau dibuat lagi pembatasan-pembatasan, misalnya berdasarkan CC sepeda motor atau tahun pembuatan.Â
Memang banyak hal yang saling berbenturan terkait rencana ERP di Jakarta ini. Sebelum regulasi diketok palu, sebaiknya masukan-masukan dari masyarakat tetap didengar sebagai aspirasi, sebab imbasnya bagaimanapun adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.
Cita-cita "mulia" penerapan ERP untuk mengurangi kemacetan Jakarta pada akhirnya hanya akan berimbas ke masyarakat kelas menengah ke bawah yang melewati jalanan berbayar di ibu kota karena terpaksa dalam rangka mencari nafkah.Â
Penerapan kebijakan ERP yang tidak selaras dengan solusi bagi yang terdampak, hanya akan membuat jalanan utama seolah-olah Jakarta tak boleh dilintasi oleh mereka yang masih mikir-mikir soal duit.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H