Kereta Api (KA) Bandara rupanya masih menjadi pilihan kesekian bagi penumpang yang hendak menuju maupun dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Moda transportasi massal itu masih kalah dibandingkan bus ataupun taksi.Â
Sabtu (10/12) sore pekan lalu, ketika saya turun dari pesawat di Terminal 1A, hanya ada saya dan sepasang turis asing yang berjalan menyeberang dari area kedatangan menuju Stasiun Kalayang. Padahal saat itu terlihat ramai penumpang yang baru keluar dari area kedatangan dan lebih memilih antre menunggu bus atau taksi.Â
Saya sendiri memilih naik Kalayang lanjut KA Bandara ke Manggarai untuk kemudian nyambung KRL Commuter Line ke arah Bogor.
Pertimbangan saya waktu itu, bus jurusan Cibinong yang biasa saya tumpangi tak kunjung muncul di layar yang menunjukkan posisi bus. Jadi tak diketahui berapa lama saya harus menunggu bus tersebut.Â
Daripada berlama-lama menanti tanpa kejelasan, lebih baik saya naik KA Bandara saja yang sudah pasti jadwalnya tiap 30 menit. Tapi sebelumnya saya harus numpang Kalayang untuk bisa ke Stasiun KA Bandara.
Kereta Kalayang atau skytrain diperuntukkan sebagai moda penghubung antar terminal dan Stasiun KA Bandara yang sama sekali tak berbayar alias gratis. Faktanya, belum semua penumpang paham dan tahu keberadaan Kalayang, dan bahkan ada yang menganggap bahwa Kalayang adalah KA Bandara itu sendiri.Â
Untuk menuju Stasiun Kalayang di Terminal 1, memang butuh langkah kaki yang lebih banyak ketimbang menunggu bus atau taksi. Setelah masuk dalam area gedung stasiunnya, penumpang masih harus naik ke lantai atas tempat menunggu kedatangan Kalayang.Â
Kalayang dalam satu rangkaian terdiri dari tiga kereta atau gerbong yang keseluruhannya dapat mengangkut hingga 176 penumpang dalam satu kali perjalanan. Tetapi saat saya naik hari itu, terlihat lengang karena tak banyak penumpang yang mengisi gerbong Kalayang.
Jarak tempuh hingga sampai Stasiun KA Bandara dari Terminal 1 kira-kira memakan waktu 5 menit. Ditambah durasi waktu jalan kaki menuju ruang tunggu KA Bandara, maka penumpang yang hendak melakukan perjalanan memang harus berhitung waktu dengan cermat.Â
Memasuki area Stasiun KA Bandara nan megah, seperti dugaan awal saya, terlihat sepi juga karena jumlah penumpang tak seberapa dibanding kapasitas kereta dalam sekali angkut.Â
Untuk pembelian tiket, tersedia ticket machine yang bisa digunakan secara mandiri. Pembayarannya menggunakan nontunai dengan pilihan dompet digital, kartu debit hingga kartu kredit. Untuk ini calon penumpang harus mempersiapkan diri agar tak terkendala saat membeli tiket.Â
Ada dua macam jenis kereta dengan harga tiket yang berbeda. Untuk kereta eksekutif harganya 70 ribu rupiah sampai ke tujuan akhir Stasiun Manggarai. Sedangkan harga 30 ribu dipatok bagi kelas premium, yang sayangnya jadwalnya hanya lima kali dalam sehari.Â
Perbedaan antara eksekutif dan premium sendiri terletak pada formasi tempat duduk di dalam kereta. Formasi 2-2 layaknya kareta jarak jauh diterapkan di dalam KA eksekutif. Sedangkan formasi duduk berderet menyamping layaknya KRL terdapat pada kelas Premium.Â
Waktu tempuh KA Bandara hingga sampai Stasiun Manggarai adalah 1 jam. Sepanjang perjalanan, kereta hanya berhenti sejenak di Stasiun Batu Ceper, Stasiun Duri dan Stasiun BNI City di Dukuh Atas.Â
Namun, ada sedikit catatan terkait Stasiun tujuan akhir Manggarai yang sekaligus tempat transit bagi yang ingin melanjutkan perjalanan dengan moda KRL Commuter Line. Desain Stasiun Manggarai yang memang banyak mengundang kritik, ternyata juga merembet ke area kedatangan KA Bandara.Â
Terutama ketika penumpang turun dari sisi kereta bagian belakang, bakal langsung disuguhi tangga manual nan tinggi yang terlihat "menantang".
Ini jelas tak ramah bagi penumpang dari Bandara dengan tipikal membawa barang bawaan berupa koper dan tentengan oleh-oleh yang begitu merepotkan. Sedangkan untuk mencari lift atau eskalator juga perlu effort lagi berjalan lumayan jauh.Â
Begitulah, mungkin alasan yang terdengar remeh seperti itu yang membuat KA Bandara tidak mampu menyedot minat banyak penumpang untuk menggunakannya dibandingkan bus dan taksi. Termasuk alasan yang sudah mengemuka selama ini bahwa KA Bandara hanya ideal melayani penumpang dari dan ke dalam Kota Jakarta saja, dengan stasiun-stasiun yang dikelilingi gedung-gedung perkantoran, bukannya pemukiman.Â
Sedangkan bagi yang tinggal di pinggiran seperti Bekasi atau Bogor, seperti saya, mau tak mau harus rela berjibaku nenteng-nenteng bawaan dan sambung menyambung moda. Hmm tapi, mau lebih murah ya harus rela lebih lelah sih... gitu kali, ya?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H