Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

KRL 8 Gerbong, Sudah Tak Manusiawi?

19 November 2022   21:44 Diperbarui: 21 November 2022   07:34 4930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jadi 'pepes' hidup di dalam KRL (foto by widikurniawan)

Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line yang saya tumpangi memasuki Stasiun Tebet, Jumat pagi (18/11). Seperti biasa, ada banyak penumpang yang bakal turun di stasiun ini ketika pagi saat jam sibuk, terutama untuk kereta dari arah Bogor.

Tiba-tiba kegaduhan terdengar dari jarak beberapa meter dari tempat saya berdiri terhimpit. Saya menengok ke arah suara penumpang yang terdengar sahut-sahutan. Sementara di luar kereta ada beberapa petugas yang siap sedia membawa tandu. Ada yang pingsan rupanya.

Dari celah sempit di dalam KRL, saya bisa melihat melalui jendela bahwa seorang penumpang perempuan terlihat tak sadarkan diri. 

Dalam kondisi demikian, petugas biasanya akan membawanya ke pos kesehatan di stasiun untuk penanganan kedaruratan.

Petugas menangani penumpang yang pingsan (foto by widikurniawan)
Petugas menangani penumpang yang pingsan (foto by widikurniawan)

Waktu saat itu menunjukkan sekira 7.35 WIB. Termasuk jam 'horor' nan 'sadis' bagi penumpang KRL Commuter Line. 

Kepadatan di dalam gerbong kereta sungguh luar biasa tak bisa dinalar. Mungkin anda bisa masuk ketika naik dari Bogor, Cilebut maupun Bojonggede. Tapi jangan harap bisa mudah keluar dari KRL tanpa perjuangan, karena di dalam kereta sudah terlanjur terhimpit dan terjepit.

Jumat pagi itupun termasuk pagi yang tak bersahabat bagi saya di kereta itu. Desakan, dorongan dan himpitan sungguh tak biasa. Bahkan seorang penumpang di sisi saya terus-terusan tak kuasa bertahan sehingga sikunya kerap menekan ke arah ulu hati saya.

Tentu saja saya tak bisa serta merta marah atau emosi. Lha wong namanya juga di KRL. Berantem di dalam KRL, entah salah atau benar, berarti sudah mengganggu ketertiban umum.

Kepadatan penumpang yang ampun-ampunan itu memang lazim terjadi di rangkaian KRL dengan formasi delapan kereta atau gerbong. Dalam istilah perkeretaapian disebut rangkaian SF 8.

SF atau stamformasi, menunjukkan jumlah kereta atau lazim disebut gerbong, untuk satu rangkaian dalam satu perjalanan. Jumlah rangkaian KRL yang ada saat ini adalah SF 8, SF 10 dan yang paling panjang SF 12 yang terdiri 12 gerbong.

Masalahnya, sudah banyak keluhan penumpang yang menganggap KRL SF 8 sudah tidak layak lagi beroperasi di jam-jam sibuk pagi hari maupun sore dan malam hari. Korbannya adalah penumpang di dalam KRL yang seolah jadi 'pepes' hidup.

Jadi 'pepes' hidup di dalam KRL (foto by widikurniawan)
Jadi 'pepes' hidup di dalam KRL (foto by widikurniawan)

Terlebih saat ini pihak operator KRL dan Kementerian Perhubungan tengah getol-getolnya mengejar target 2 juta penumpang per hari. 

Sekarang saja yang diperkirakan sudah melayani 1,2 juta penumpang per hari rasa-rasanya sudah bikin engap penumpang, eh ini mau menuju 2 juta penumpang tapi masih saja menggunakan SF 8.

Memang terasa berbeda ketika naik KRL SF 8 dengan SF 12. Lebih nyaman naik SF 12 tentunya. Walaupun di jam sibuk, rangkaian SF 12 para penumpang di dalamnya masih ada space untuk bergerak. Tidak terlalu ada adu fisik antar penumpang.

Entah bagaimana pembagiannya, seolah tidak ada pola yang baku ketika dua KRL rangkaian 8 datang berturutan, kemudian diselingi SF 10, baru kemudian SF 12 muncul. 

Menjadi sangat menjengkelkan ketika SF 8 datangnya pas di jam-jam kepadatan manusia ada di stasiun. Mau nunggu yang SF 12 artinya korban waktu, maklumlah betapa berharganya walau 1 menit bagi pekerja ibukota.

Tanda batas berhentinya KRL SF 8 dan SF 10 di stasiun. Untuk SF 12 maka posisi berhentinya lebih jauh ke depan (foto by widikurniawan)
Tanda batas berhentinya KRL SF 8 dan SF 10 di stasiun. Untuk SF 12 maka posisi berhentinya lebih jauh ke depan (foto by widikurniawan)

KRL SF 12 memang jadi favorit penumpang, karena kapasitasnya yang lebih banyak. Tapi di satu sisi memang belum semua peron stasiun mendukung SF 12 ini. Seperti di Stasiun Karet yang dua gerbong paling depan tidak kebagian peron sehingga penumpang yang berada di dua gerbong depan harus mundur bergeser ke gerbong belakang jika ingin turun di stasiun itu.

Masalah panjang peron, terutama di stasiun lawas, yang hanya mendukung 8 gerbong, seharusnya menjadi prioritas pembangunan jika ingin menaikkan target jumlah penumpang.

Padahal sudah sejak 2015 silam pihak PT KCI melontarkan rencana untuk menghapus KRL SF 8 dan hanya menyisakan SF 10 dan SF 12 saja. Faktanya hingga 2022 hampir 'goodbye', saat ini masih saja KRL 8 gerbong hilir mudik melayani penumpang. Rencana yang pada akhirnya masih berupa wacana. Padahal jarak 7 tahun itu mestinya sudah ada banyak hal dilakukan untuk menghilangkan SF 8.

Suasana di Stasiun Manggarai ketika para penumpang KRL SF 8 turun (foto by widikurniawan)
Suasana di Stasiun Manggarai ketika para penumpang KRL SF 8 turun (foto by widikurniawan)

Memang ketika bicara menambah jumlah gerbong dalam satu rangkaian KRL, bisa berdampak waktu tunggu kendaraan lain seperti mobil dan motor yang akan menyeberang di perlintasan sebidang yang saat ini masih ada tersebar di Jabodetabek. Kemacetan lah ujung-ujungnya karena nungguin KRL yang panjang-panjang itu lewat.

Namun, apapun alasannya, ketersediaan transportasi massal yang nyaman seharusnya menjadi prioritas lebih. Toh, seperti di jalur Jakarta-Bogor, perlintasan sebidang yang besar macam di Jalan Dewi Sartika Depok, sudah ditutup dan tak lama lagi bakal jadi underpass. Perlintasan sebidang lainnya pastinya juga menunggu disuntik mati.

Tak banyak lagi alasan untuk mempertahankan KRL SF 8 yang sudah tak lagi manusiawi. Apa iya memaksakan manusia untuk terus-terusan berhimpitan di ruang yang sempit? Apa iya mau menunggu orang-orang berjatuhan pingsan lagi?

Ah, coba deh anda-anda para perakit kebijakan yang naik KRL SF 8 di jam sibuk. Satu hari saja, di hari Senin, dan jangan sarapan dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun