Sebuah sepeda motor matic berhenti di sekitar satu meter dari tempat saya berdiri di pinggir jalan. Pengemudinya, seorang lelaki muda, membuka kaca helm dan melemparkan senyum pada saya.
Setelah memastikan nomor platnya sesuai dengan yang tertera pada aplikasi pemesanan ojek online, saya pun bergegas menghampirinya. Semula agak kikuk menghadapinya, karena pengemudi ojek itu hanya menunjuk pada layar smartphone-nya, demikian pula saya yang mengangguk dan mencoba mengucapkan dua kata dengan gerak bibir yang saya harap bisa dia mengerti.
"Stasiun Kalibata," ucap saya.
Ya, saya tahu jika pengemudi ojek itu adalah penyandang disabilitas karena pada saat melakukan pemesanan, di layar aplikasi tertera keterangan tambahan bahwa saya mendapatkan pengemudi disabilitas tuli.
Dari kawasan Blok M, kami pun melaju menembus macetnya jalanan di sore hari menuju Stasiun Duren Kalibata. Jarak sekira  delapan kilo meter kami lalui, termasuk melewati jalan-jalan tikus untuk menghindari macet.
Rupanya dia belum terlalu hafal dengan rute yang harus dilalui, tetapi bukan masalah besar karena berbekal tepukan di pundak, serta jari telunjuk untuk mengarahkan saat ia hampir salah belok.
Itulah pertama kali saya berinteraksi dengan pengemudi ojek online penyandang disabilitas. Pengalaman tersebut terjadi sebelum pandemi Covid-19 muncul, terasa sudah  lama. Setelah itu saya tidak pernah lagi mendapatkan pengemudi disabilitas saat memesan ojek online.
Saya sempat berpikir bahwa memang tidak banyak pengemudi ojek online yang berstatus sebagai penyandang disabilitas.
Hingga kemudian sekitar tiga bulan lalu muncul di media sosial sebuah kasus viral tentang perlakuan seorang oknum petugas di kantor sebuah operator ojek online terhadap calon mitra pengemudi ojek online yang datang untuk melamar pekerjaan.
Kasus tersebut memang telah selesai dengan tindak lanjut dan klarifikasi dari pihak perusahaan. Tetapi menyisakan tanda tanya besar bagaimana bisa sebuah perusahaan besar yang konon telah mengakomodir penyandang disabilitas sejak tahun 2017 sebagai mitranya, masih memberikan perlakuan yang diskriminatif ketika proses rekrutmen.