Seorang penumpang KRL Commuterline terjatuh dari peron Stasiun Manggarai. Kejadian tersebut viral melalui video yang diunggah salah satu penumpang. Peristiwa terjadi pada Jumat (24/6/2022) sekitar sore saat korban hendak masuk ke KRL jurusan Cikarang-Kampung Bandan.
Syukurlah penumpang tersebut selamat meski sempat meringkuk di dekat rel saat KRL melaju. Keruan saja hal ini menjadi kekhawatiran bagi para penumpang KRL lainnya yang rutin menyambangi Stasiun Manggarai untuk transit.
Kejadian ini mengingatkan saya pada insiden sebelumnya yang hampir mirip. Bedanya waktu itu tidak viral karena tidak ada yang sempat merekam kejadiannya.
Saat itu, para penumpang memadati bibir peron untuk menunggu KRL tujuan Angke/Kampung Bandan. Begitu KRL datang, terjadilah desak-desakan antara yang keluar dengan yang hendak masuk KRL.
Saat saya sudah berhasil masuk, masih banyak penumpang yang berusaha masuk di belakang saya. Sejurus kemudian terdengar kehebohan saat kaki seorang penumpang perempuan terperosok ke celah peron saat melangkah. Untungnya beberapa penumpang di sekitarnya sigap menarik tangan dan memegangi tubuh penumpang tersebut sehingga urung jatuh ke bawah.
Nah, apakah kejadian seperti itu hanya kebetulan karena faktor kurang hati-hatinya penumpang?
Sejak switch over pada 28 Mei 2022 lalu, Stasiun Manggarai memang kerap dikeluhkan penumpang. Tak hanya layanan, jadwal yang labil, fasilitas eskalator dan lift yang kerap mati, tetapi juga desain stasiun yang memang terasa tidak ramah untuk mobilitas penumpang yang massal.
Padahal janji pihak berwenang adalah menjadikan Stasiun Manggarai lebih aman dan nyaman karena transit tidak harus menyeberang rel. Faktanya? Hmm...
Peron atau area tempat menunggu dan naik/turun kereta di Stasiun Manggarai terlalu sempit karena memang dipenuhi tiang-tiang berukuran besar. Tiang-tiang peron ini khususnya yang berada lantai paling bawah karena memang dibuat sebagai tiang penyangga lantai di atasnya.
Namun, tak butuh jadi ahli bangunan untuk menilai bahwa keberadaan tiang-tiang tersebut justru mempersempit gerak kerumunan penumpang dan membahayakan keselematan. Bayangkan area dengan luas kurang dari 1 meter digunakan oleh lalu lalang penumpang sekaligus tempat menunggu kereta.
Belum lagi soal celah peron, yakni jarak antara lantai peron stasiun dengan lantai kereta ketika pintunya terbuka. Jarak celah peron ini terlihat tidak presisi dan ada area yang terlalu lebar sehingga berbahaya ketika ada penumpang yang melangkah.
Dalam hitungan detik, ketika KRL datang, penumpang yang menunggu di bibir peron harus berkonsentrasi pada arus penumpang yang keluar, sekaligus memperhatikan kakinya saat melangkah, serta mengantisipasi dorongan penumpang di belakangnya. Maka kejadian seperti kaki terjerumus ke bawah menjadi risiko paling buruk yang bakal dialami oleh penumpang.
Apakah harus menunggu korban selanjutnya sehingga Stasiun Manggarai pada akhirnya dievaluasi kembali secara menyeluruh?
Menyalahkan penumpang jelas tidak bijak. Penumpang, meskipun di rush hour, selalu berusaha memperhatikan keselamatan masing-masing, tetapi faktanya memang area peron sangat tidak ramah dan berbahaya.
Jadi, saat ada komentar pembelaan seperti imbauan agar pengguna KRL antre dengan tertib, mendahulukan penumpang keluar dari dalam KRL serta tak memaksa masuk jika KRL sudah padat, bisa dipastikan hal itu cuma basa-basi semata.
Kebijakan dari awal switch over seperti menghilangkan rute langsung Bogor-Angke yang sangat vital, termasuk menjadi penyebab kepadatan luar biasa penumpang di Stasiun Manggarai.
Okelah kalau desain bangunan sudah terlanjur tidak bisa diapa-apakan lagi, tetapi pola transit penumpang harus diatur sedemikian rupa, dan hal ini tentu berhubungan dengan pola penjadwalan KRL serta ketersediaan rute. Jangan sampai penumpang jadi korban lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H