Mulai Rabu, 18 Mei 2022, kemarin, berlaku aturan baru terkait perjalanan kereta, termasuk mengatur kapasitas dalam KRL Commuterline. Jika sebelumnya kapasitas penumpang tiap kereta maksimal 60%, maka melalui Surat Edaran Kemenhub Nomor 57 tahun 2022, KRL Jabodetabek maupun KRL Yogyakarta-Solo diperkenankan melayani penumpang hingga kapasitas maksimal 80%.
Ketentuan tersebut juga mengatur bahwa tempat duduk dapat diisi penuh. Sebelumnya, di dalam KRL, bangku panjang maksimal dapat diisi oleh 5 orang dari kapasitas maksimal 6 orang atau 7 orang jika dipaksakan.
Sedangkan aturan yang masih dipertahankan adalah protokol kesehatan dengan wajib mengenakan masker sesuai ketentuan.
Pantauan dalam dua hari ini di jam sibuk, baik pagi maupun malam, KRL Commuterline Jabodetabek memang terasa lebih padat. Walaupun pihak PT KCI (KAI Commuterline) sudah merilis bahwa petugas akan selalui melakukan pengendalian jumlah pengguna KRL yang dapat masuk kereta, tetapi setidaknya dalam dua hari saya berangkat dan pulang kerja, tidak lagi ada antrean atau pengendalian penumpang sebelum masuk peron stasiun.
Artinya, petugas di stasiun sudah melonggarkan aturan dan membiarkan peron diserbu penumpang. Situasinya bahkan sudah tak ada bedanya lagi dengan kondisi sebelum pandemi.
Rabu sore kemarin sekitar pukul 17-an, penumpang yang rata-rata pekerja pulang kantor di Stasiun Sudirman, Jakarta, tampak memenuhi peron dan begitu KRL jurusan Bogor tiba, terjadilah situasi yang sebenarnya normal bagi KRL. Penumpang yang berusaha masuk ke dalam KRL harus berjibaku mendesak ke dalam kereta yang sudah dipenuhi sesak oleh penumpang dari stasiun sebelumnya.
Terlihat banyak penumpang, terutama yang ibu-ibu, tampak belum terbiasa lagi (atau mungkin penumpang baru), sehingga sempat terdengar umpatan dan keluhan ketika terjadi dorong mendorong di dalam KRL. Ya, sebenarnya beginilah wajah asli KRL sebagai transportasi massal, penuh emosi dan drama.
Situasi pagi hari saat jam sibuk ketika orang berangkat kerja juga tak ada bedanya. Dua hari ini saya mendapati KRL dengan situasi lebih padat daripada hari-hari biasa di kala pandemi.
Lebih enaknya karena memang tak ada antrean masuk peron. Tapi repotnya, kapasitas di dalam KRL jadi meningkat padat. Jika dirasakan, kemungkinan kapasitasnya sudah melampaui 80% atau melebihi ketentuan dalam aturan terbaru.
Maka drama dalam KRL pun mulai kembali lagi. Terlebih drama saat KRL tiba di Stasiun Sudirman untuk menurunkan penumpang.
"Wooi!! Minggir woii!! Jangan nahan di dekat pintu!"
"Keluar dulu hei!! Kasih jalan yang mau keluar!!"
Nah, teriakan-teriakan khas saat KRL tiba di Stasiun Sudirman di pagi hari ini akhirnya terdengar lagi. Penyebabnya adalah para penumpang yang berposisi di dekat pintu, enggan memberikan jalan bagi banyak penumpang yang akan turun. Entah antara enggan atau tidak ngeh dengan situasi khas Stasiun Sudirman, tapi nyatanya teriakan semacam itu kerap terdengar dalam situasi tersebut.
Banyak penumpang menjadi emosi karena langkahnya untuk turun dari KRL terhambat, padahal waktunya sangat terbatas sebelum pintu kereta kembali ditutup.
Kepadatan penumpang KRL hingga saling dorong dan menempel satu sama lain sebenarnya juga bertolak belakang dengan aturan terbaru yang menyatakan bahwa kapasitas 80% tersebut masih terdapat pembatasan untuk penumpang yang berdiri dengan penerapan jaga jarak fisik.
Lha bagaimana mau jaga jarak, jika bergerak saja susah, dan bahkan mau keluar KRL pun harus teriak-teriak dulu. Tapi inilah KRL Commuterline Jabodetabek, kalau longgar malah aneh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H