Sejak beroperasi secara resmi 1 Maret 2021 silam, baru sekali ini saya menjajal KRL Jogja-Solo (Joglo) yang melayani rute Yogyakarta-Solo. Tepatnya hari Minggu, 8 Mei 2022 lalu.Â
Momen mudik lebaran plus jalan-jalanlah yang membawa saya dan keluarga ingin mencoba bagaimana rasanya menikmati perjalanan dari Yogyakarta ke Solo menggunakan moda KRL.Â
Hampir tiap hari saya menggunakan KRL Commmuterline Jabodetabek untuk pergi dan berangkat kerja. Makanya kesempatan perjalanan dengan KRL Joglo ini adalah pengalaman unik untuk bisa menikmati sensasi naik KRL yang berbeda.Â
Kami naik dari Stasiun Tugu Yogyakarta, atau pemberhentian terakhir KRL dari arah Solo. Jadwal keberangkatan adalah pukul 14.50 WIB, dengan tarif flat 8 ribu rupiah sekali jalan.Â
Namun, KRL Joglo ternyata sudah datang duluan sekitar 10 menit sebelum keberangkatan. Saat itu para penumpang rata-rata terdiri dari wisatawan lokal, tampak sudah memenuhi peron untuk bersiap masuk ke dalam kereta.Â
Soal ini tentu tak beda jauh dengan penumpang KRL Jabodetabek yang ngumpul di peron dan langsung berebutan masuk begitu pintu kereta terbuka. Mantap.Â
Namun, jika berbicara perbedaan dengan KRL Commuterline Jabodetabek, tentu yang utama adalah jenis kereta yang digunakan. Jika di Jabodetabek menggunakan rangkaian KRL bekas dari Jepang, maka KRL Joglo menggunakan rangkaian bikinan dalam negeri.Â
Ya, PT Inka Madiun adalah produsen rangkaian KRL yang saat ini melayani rute Yogyakarta-Solo. Dulu sekitar tahun 2013, rangkaian produk Inka ini sempat lalu lalang melayani rute di Jabodetabek. Tapi setelah dilakukan revitalisasi, KRL ini fokus melayani rute baru Yogyakarta-Solo.Â
Sebenarnya produk lokal ini cukup bisa bersaing dengan buatan Jepang yang saat ini dimanfaatkan di Jabodetabek. Dari sisi desain body luar atau livery, KRL Joglo tampak anggun dengan wajah bercorak batik.Â
Kemudian dilihat sisi interiornya, bagian atap serta hand grip atau pegangan tangan, terlihat modern dan kinclong. Sementara pada rata-rata KRL bekas Jepang, nuansa kelam dan jadul lebih terasa.Â
Satu hal lagi yang membedakan adalah bangku penumpang. Bangku KRL bikinan Inka terasa lebih empuk dan nyaman diduduki. Ukurannya lebih panjang karena memiliki kapasitas untuk 12 orang duduk berjejer. Berbeda dengan KRL Jabodetabek yang rata-rata memiliki kapasitas 6 orang dalam satu bangku panjang.Â
Dari sisi layanan KRL Joglo hari itu, perjalanan termasuk lancar. Tidak ada kendala yang terjadi selama perjalanan.Â
Para penumpang enjoy menikmati perjalanan dari Yogyakarta ke Solo yang secara keseluruhan behenti atau melewati sebanyak 11 stasiun. KRL pun tiba di Stasiun Solo Balapan tepat waktu pada jam 16.10 WIB.Â
Inilah era baru transportasi di daerah Yogyakarta-Solo yang sebelumnya lebih dikenal melalui kereta diesel Prameks atau Prambanan Ekspres. Keberadaan KRL Joglo yang berhenti di stasiun-stasiun kecil di wilayah Klaten yang semula mati suri, sudah pasti menjadi keuntungan bagi masyarakat setempat untuk menunjang aktivitas.
Saya sendiri yang sudah sekian tahun tidak menyambangi Kota Solo, mendadak tercengang dengan perubahan Stasiun Solo Balapan yang menjadi pemberhentian akhir KRL.Â
Kesan lebih modern dan penambahan berbagai fasilitas membuat Stasiun ini terasa lebih hidup. Walaupun tak dapat dipungkiri masih tersisa nuansa klasik nan vintage.Â
Ah, Solo Balapan. Mendadak banyak kenangan yang kembali terngiang.Â