Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Telur Ayam Meroket, Aku "Rapopo" Asalkan Peternak Happy

26 Desember 2021   18:28 Diperbarui: 27 Desember 2021   07:57 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), bahkan sudah mengeluarkan pernyataan yang mengesankan bahwa kenaikan ini masih baik-baik saja. Disebutkan bahwa kenaikan harga jual telur menjadi momentum bagi peternak ayam layer atau petelur untuk memulihkan bisnis setelah 4 bulan terakhir mengalami kerugian.

Nah, kalau alasannya begitu, di samping kenaikan harga pangan dan situasi akhir tahun, sebagai anggota masyarakat yang baik, saya sih oke-oke saja. Asalkan peternak ayam petelur benar-benar happy sih nggak masalah juga.

Justru sebagai konsumen dan penggemar telur ayam garis keras, saya sempat merasa nggak enak hati ketika beberapa bulan lalu ramai berita saat peternak ayam petelur melakukan aksi pecah telur karena harganya jatuh di pasaran.

Namun, walaupun berusaha ikhlas ketika harga naik, semestinya tetap ada titik di mana harga telur ini harus berhenti naik. 

Efeknya tak hanya tertuju kepada konsumen rumahan secara langsung, tapi ada pedagang kecil dan pengusaha yang juga terdampak.

Sebutlah usaha makanan yang menggunakan telur ayam sebagai salah satu bahannya. Martabak spesial tiga telur ayam yang biasanya saya beli dengan harga Rp 30.000, kini saya intip di aplikasi pemesanan makanan via ojol sudah naik sampai Rp 33.000.

Belum lagi penjual nasi goreng dan bakmi goreng. Pasti pusing juga memikirkan kenaikan harga telur ayam. Mau naikin harga takut kehilangan pelanggan. Mau mengurangi komposisi bahan juga tidak bisa. Kan, nggak mungkin seporsi nasi goreng bahan campurannya cuma setengah butir telur.

Beda dengan konsumen rumahan, atas nama penghematan, kita bisa mengakali konsumsi telur di dalam rumah. Misalnya tidak sering-sering makan telur dan memilih menu lainnya yang lebih ramah kantong.

"Jaman dulu tuh simbah bikin telur ceplok dipotong empat buat lauk anak-anaknya," cerita ibu saya ini selalu saya ingat ketika beliau menceritakan kembali pahitnya kehidupan di masa lalu.

"Dan itu sudah istimewa di jaman itu," lanjutnya.

Nah, itu puluhan tahun yang lalu. Kini suatu pagi di penghujung tahun 2021 yang konon sudah bersiap menuju era metaverse, saya sedang menimbang-nimbang bagaimana caranya sebiji telur ayam dimasak agar cukup dinikmati oleh dua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun