Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sensasi Terbang Bersama Garuda Indonesia yang "Lagi Bokek"

9 Desember 2021   18:56 Diperbarui: 9 Desember 2021   19:43 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana setelah pesawat berhasil mendarat (foto by widikurniawan)

Garuda Indonesia menurut berbagai pemberitaan dinyatakan bangkrut secara teknis (technically bankrupt). Tetapi di tengah situasi sulit, Garuda Indonesia sepertinya masih menolak untuk bangkrut. Maskapai kebanggaan negeri ini nyatanya masih terbang melayani berbagai rute.

Perjalanan saya ke Surabaya, Rabu, 8 Desember 2021, bakal menjadi perjalanan udara paling tak terlupakan. Saya sengaja memilih naik Garuda Indonesia, salah satunya adalah ingin merasakan lagi bagaimana sensasi terbang dengan maskapai tersebut, setelah terakhir kalinya adalah Februari tahun 2020 silam, juga ke Surabaya.

Jadwal yang tertera di tiket saya adalah 16.10 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta. Saya sudah sampai di Terminal 3 sekira dua jam sebelumnya ketika sebuah pesan masuk menginformasikan bahwa perjalanan tersebut bakal mengalami delay hingga pukul 16.50 WIB.

Ah, sekarang Garuda kok pakai delay sih? Gumam saya.

Tetapi saya berpikir positif bahwa memang ada kondisi khusus yang mengakibatkan harus delay. Prediksi saya adalah cuaca buruk akhir-akhir ini. Walaupun cuaca di Bandara Soetta sore itu sebenarnya cukup cerah meskipun siangnya sempat hujan di sekitar Jabodetabek, tetapi bisa jadi di daerah Surabaya tengah hujan.

---

Entah mengapa, naik Garuda Indonesia memang kesannya lebih tinggi levelnya dibandingkan naik maskapai domestik lainnya. Maka, saya pun harus lebih "jaim" alias jaga imej, mengingat saya lebih terbiasa naik KRL ataupun bus. Hal ini termasuk dalam hal cara membawa tas punggung atau backpack ke dalam pesawat.

Beberapa waktu lalu sempat viral bagaimana seorang Menparekraf Sandiaga Uno membagikan video mengenai etika membawa backpack yang benar saat masuk ke dalam pesawat. Menurutnya, cara tepat membawa tas punggung saat boarding adalah dengan dijinjing. Sebabnya kalau masih nempel di punggung, bisa jadi bakal menyenggol orang lain tanpa sengaja, terlebih luas lorong kabin pesawat memang sangat terbatas.

Sebagai backpacker semula saya biasa saja, sampai ketika melihat komentar Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, di media sosial yang mengungkapkan hal senada. Katanya sih tidak ada larangan memakai backpack di punggung saat masuk ke dalam pesawat Garuda Indonesia, tapi itu termasuk tak beretika.

Eh, lha kebetulan saya mau naik Garuda, kan nggak enak kalau dicap "nggak beretika". So, pada akhirnya ketika panggilan boarding ke Surabaya, saya pun menerapkan etika dimaksud. Tas backpack saya tak lagi nempel di punggung, tapi saya jinjing biar dibilang punya etika.

Hmm, dan ternyata masih banyak yang saat itu terlihat tidak punya "etika"... Ya, lagi-lagi positive thinking saja bahwa mereka itu tidak se-gabut saya yang tiap hari melototi medsos. Sehingga belum tahu ada video pengajaran etika masuk pesawat.

Bersiap boarding dari Terminal 3 Bandara Soetta (foto by widikurniawan)
Bersiap boarding dari Terminal 3 Bandara Soetta (foto by widikurniawan)

---

Sembari menjinjing tas backpack, saya membalas sapa dan senyuman para pramugari yang menyambut di pintu pesawat. Soal keramahan, bagi saya Garuda Indonesia memang nomor satu deh.

Tapi kok, lho itu mereka masih memakai masker bedah selembar saja? Udah gitu melewati deretan kelas bisnis, saya juga mendapati para penumpang VIP itu santai saja mengenakan masker bedah selembar.

Duh, lha piye ini aturan soal masker ganda ternyata nggak berlaku di pesawat. Berlakunya hanya di KRL saja (ehem).

Walau rada gemes, tapi saya kembali bisa berpikir positif. Meskipun penumpang kelas ekonomi saya mesti berbangga karena mampu beli masker KN95 yang lebih mahal daripada masker bedah yang dipakai para penumpang kelas bisnis.

---

Saat pesawat tinggal landas, cuaca di luar masih tampak cerah. Pemandangannya masuk dalam kategori aduhai.

Pemandangan sesaat setelah lepas landas (foto by widikurniawan)
Pemandangan sesaat setelah lepas landas (foto by widikurniawan)

Entah mengapa saya yang biasanya memilih tidur di pesawat, kali ini merasa harus melek dan menikmati setiap detik terbang kembali bersama Garuda Indonesia. Perusahaan boleh lagi ada masalah, tapi saat itu saya berharap tidak akan ada masalah dalam penerbangan tersebut.

Namun, jika dicermati, nuansa "lagi bokek" juga terlihat dalam penerbangan tersebut. Saya tak lagi menemukan majalah Colours, inflight magazine Garuda Indonesia, yang dulu membaca majalah tersebut menjadi salah satu pengisi kegiatan saat dalam terbang dengan Garuda Indonesia.

Kemudian pilihan judul film di layar hiburan juga terasa sedikit sekali. Perasaan dulu saya nonton film Aquaman dan Suicide Squad saat di penerbangan juga, eh ini kok filmnya masih nongol aja. Ya, sudah deh kalau gitu nonton film Indonesia saja, dan film "Toko Barang Mantan" adalah pilihan saya.

Tapi sayang, keasyikan nonton film sedikit agak terganggu karena announcer ternyata lebih banyak bicara dan tayangan hiburan pun harus terjeda. Inilah yang menarik, jika biasanya pengumuman yang dibacakan adalah terkait teknis penerbangan, eh ini kok muncul pula pengumuman khusus soal promo dan event yang mengarahkan penumpang untuk mengakses website Garuda Indonesia.

Sah-sah saja sebenarnya, tapi kesannya memang memperlihatkan kepada penumpang bahwa saat ini maskapai tersebut tengah berjuang keras mempertahankan bisnisnya dengan berbagai terobosan.

---

Film yang saya tonton hampir memasuki akhir, tetiba penumpang di sebelah saya terlihat tidak tenag. Saya melepaskan headset  dan melongok keluar jendela. Tampak seperti cahaya yang berkilat-kilat di tengah kegelapan yang pekat. Pesawat pun mulai sering terguncang.

Tak jelas yang saya lihat dari jendela, mungkin hujan, mungkin pula badai. Duh, kepanikan para penumpang mulai terasa. Doa-doa pun mulai terdengar terucap.

Perjalanan Jakarta-Surabaya seharusnya memakan waktu 1 jam 40 menit. Tetapi ini film yang berdurasi 1 jam 38 menit hampir habis, tidak ada tanda-tanda pesawat bakal mendarat.

Hingga kapten pilot mengabarkan dengan suara yang tenang dan berwibawa bahwa saat ini pesawat terpaksa harus berputar-putar karena pihak ATC Bandara Juanda Surabaya belum mengizinkan untuk mendarat. Kondisi tersebut, kata pilot, diperkirakan sampai pukul 19.30 WIB.

Penumpang di sebelah saya kemudian bergegas melihat smartphone-nya. Justru ia tampak lebih panik.

"Ya ampun, itu masih 30 menit lagi!" ucapnya.

---

Suasana kabin pesawat tampak menegangkan, terlebih lampu kabin sengaja dimatikan. Getaran-getaran kecil dan besar masih saja terasa. Saya sempat berpikir bahwa getarannya bahkan lebih buruk daripada naik Kopaja di masa kejayaannya.

Entah apa yang dipikirkan oleh para penumpang saat itu. Saya sendiri berusaha tenang walaupun pikiran juga melompat-lompat ke banyak hal.

Waktu terasa berjalan lambat. Diperparah dengan suara keras seseorang di bagian depan yang sepertinya mabuk udara dan muntah-muntah.

Perasaan kami membaik ketika sekira setengah jam berikutnya, pilot kembali bersuara bahwa saat itu pesawat bersiap untuk landing. Dan beberapa menit kemudian, pilot menepati janjinya. Pesawat Garuda Indonesia yang kami tumpangi mendarat mulus di landasan Bandara Juanda Surabaya.

Spontan, tanpa ada yang mengarahkan, hampir seisi kabin bertepuk tangan dan berteriak lega. Bak reaksi penonton bioskop usai menonton film horor yang menakutkan.

Alhamdulillah, kami telah selamat mendarat setelah perjalanan yang mencekam.

Para penumpang satu per satu turun dan di antaranya terus membicarakan kejadian tersebut. Bahkan tak sedikit yang saling berpelukan dan menangis.

Suasana setelah pesawat berhasil mendarat (foto by widikurniawan)
Suasana setelah pesawat berhasil mendarat (foto by widikurniawan)

---

Andai saya bisa bertemu pilot, mungkin saya bakal menggenggam erat tangannya sambil mengucap banyak terima kasih. 

Inilah salah satu yang menjadi kepercayaan masyarakat terhadap Garuda Indonesia, bahwa para pilotnya memang berpengalaman dan tangguh. Juga pesawatnya yang memang bisa memberikan kenyamanan di kala terbang.

Terima kasih Garuda Indonesia. Bagaimanapun masalahmu sekarang, jangan menyerah ya. Kami selalu mendukungmu tetap survive.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun